Bagian 14

51 8 0
                                    

Jangan lupa vote dan komen! Thank You!


Sepanjang perjalanan menuju kediaman, mereka saling diam. Sandya yang fokus menatap jalan raya sedang Ranu sibuk dengan pikirannya. Ranu tak dapat menghilangkan tatapan menjengkelkan milik Nicholas saat mengintrogasinya tadi. Haruskah ia memasang ekspresi menyebalkan seperti itu?

"Kak," panggil Ranu kepada Sandya.

"Tumben," balas Sandya.

Ranu menghela napas pendek. "Energiku sudah habis untuk berdebat denganmu," ucap Ranu tanpa minat.

Sandya mengangguk. "What's wrong my dear? Is there something disturb you right now?" tanya Sandya penuh perhatian.

Ranu tidak menyangkal ataupun mengiyakan. Ia justru menatap lama Sandya kemudian bertanya, "Jikalau nanti aku menemukan cinta sejatiku, apakah kau akan berhenti bertingkah menjengkelkan?"

Sandya mengernyit. Ia mengangguk beberapa kali. "Tentu. Aku menghormati keputusanmu dan pasanganmu nantinya." Balasnya ringan.

"Apa kamu tidak merasa cemburu atau terancam?" tanya Ranu ingin tau.

"Apapun akan aku lakukan untuk membuatmu bahagia, Adik kecil," balas Sandya sembari mengacak rambut Ranu.

Ranu mendengus. "Baiklah," ucapnya. Ia lantas merapihkan rambutnya yang tampak acak-acakan akibat ulah Sandya. 

"Detektif tadi sepertinya tertarik padamu. Putra kedua keluarga Salim, bukan?"

Ranu mengangguk. "Benar."

"Dan kamu juga tertarik padanya? Aku tidak keberatan jika kamu--"

"Simpan ucapanmu, Sandya. Dia tidak tertarik denganku begitupun aku," tukas Ranu.

Sandya terkekeh. "Dia bahkan lebih baik dibandingkan Nathan. Kamu yakin tidak ingin mempertimbangkannya? Aku bisa mengurus hal ini untukmu."

Ranu mendengus. "Bisakah kita berhenti melakukan ini?" pinta Ranu dengan kesal. "Aku tidak tertarik dengan perjodohan atau apapun itu. Memiliki pasangan? Terdengar seperti hal yang memuakkan!"

Sandya lagi-lagi terkekeh. Merasa gemas dengan tingkah laku Ranu. "Ranu, dengar. Mungkin ini hal yang memuakkan, tapi kita telah bersepakat, bukan? Aku harap kamu memenuhi kesepakatan kita." Ucap Sandya dengan serius.

Ranu memandang Sandya dalam diam. Tatapannya begitu tajam seolah bisa menembus tulang tengkoraknya. Ranu mendesah kasar, lantas membuang muka. "Terserah padamu!"

Mereka melanjutkan perjalanan dalam keheningan lagi. Sandya yang sibuk dengan pikirannya, begitupun Ranu. Mobil melaju membelah jalanan. Ranu mengalihkan atensinya pada jajaran pohon pinus di sisi jalan. Dapat ia melihat beberapa ekor tupai tampak melopati dahan demi dahan.

Mobil yang mereka tunggangi berhenti tepat di carport. Baik Ranu maupun Sandya lantas melepaskan sabuk pengaman. Saling berjalanan bersama dalam keheningan. Para pelayan yang selalu bersiap berdiri menyambut mereka, menyerahkan baki berisi minuman. Sandya mengambil satu gelas, menyerahkannya pada Ranu. Ia juga mengambil untuk dirinya sendiri. Mereka meminum dalam diam.

"Aku lupa memberitahumu, Mas Ren akan menginap di sini selama satu minggu," ucap Sandya sambil meletakkan gelas.

Ranu mengangguk. "Tolong siapkan kamar tamu di lantai dua," ucapnya memberikan instruksi kepada salah satu pelayan.

mereka beranjak menuju lantai dua, tempat di mana kamar tidur mereka berada. Ranu mendecak sebal ketika Sandya mengikutinya hingga ia memasuki kamar pribadinya.

Who Am I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang