3.

160 8 0
                                    

Ternyata jarak rumah mbah Subardjo dengan tempat tinggal gus Irza sangat jauh, bahkan mereka baru sampai disana pukul sepuluh malam. Khilwi mengerjapkan matanya menyesuaikan cahaya yang masuk ke matanya

"Ayo turun" gus Irza sudah lebih dulu turun untuk mengambil tas baju milik khilwi di bagasi mobil

Saat gus Irza akan berjalan ke arah ndalem, Khilwi reflek memegang ujung jaket gus Irza membuat langkah gus Irza terhenti "itu.." cicit Khilwi dengan kepala menunduk

"Masuk dulu, kita ketemu umi sama abah. Besok baru kamu ke pondok" ucap gus Irza lalu melanjutkan jalannya menuju ndalem di ikuti Shafa di belakangnya

Keduanya di sambut hangat oleh bu Nyai Hasna, ibu mertua Khilwi. Sosok wanita yang anggun dengan sorot mata yang terlihat teduh, bolehkah Khilwi berharap jika beliau akan menjadi ibu yang Khilwi harapkan selama ini

"Abah di mana mi?" Tanya gus Irza setelah menyalami uminya, bu Nyai Hasna

"Belum kondur masih isi materi di pondok putra"

"Yang lain ke mana mi?"

"Mas mu lagi ngisi materi juga di pondok putra sedangkan mbak mu lagi nidurin Asna di kamar" jelas bu Nyai Hasna

Khilwi berjalan menghampiri bu Nyai Hasna untuk mencium tangan beliau dan betapa terkejutnya Khilwi saat bu Nyai Hasna tiba tiba memeluknya

"Terimakasih sudah mau menjadi menantu umi" ucap bu nyai Hasna

"Harusnya Khilwi yang berterimakasih karena ibu Nyai mau menerima Khilwi dengan segala kekurangan yang Khilwi punya" cicit Khilwi

Bu Nyai Hasna melepaskan pelukannya pada Khilwi lalu memberikan senyum indahnya pada sang menantu "Umi percaya kamu bisa jadi istri yang baik untuk Irza, semoga pernikahan kalian selalu di berkahi Allah" gus Irza dan Khilwi mengamini ucapan bu Nyai Hasna. Meskipun Khilwi tidak yakin sepenuhnya jika pernikahannya akan berjalan dengan baik

"Ya sudah kalian istirahat dulu, pasti lelah kan habis perjalanan jauh. Sepertinya abah juga masih lama ngajinya mending besok saja bertemunya" tutur bu Nyai Hasna

"Kalau begitu Irza sama Khilwi ke kamar dulu umi" pamit gus Irza, setelah mendapat persetujuan uminya gus Irza pergi ke kamar dengan di ikuti Khilwi di belakangnya

Gus Irza menatap Khilwi yang sedang menunduk memainkan bajunya. Saat ini mereka sedang berada di kamar gus Irza, bersiap untuk tidur. Ini kedua kalinya mereka akan tidur bersama setelah sah menjadi suami istri, tapi mereka belum melakukan ibadah layaknya suami istri karena Khilwi belum siap memberikan hak gus Irza, dan gus Irza tidak ingin memaksa meminta haknya, dia ingin beribadah jika Khilwi sudah mengizinkannya.

Meski sejujurnya gus Irza sudah sangat ingin melakukannya apalagi saat harus tidur berdua seperti ini. Bohong jika Gus Irza tidak tergoda dengan Khilwi meskipun umurnya masih sangat muda, Gus Irza masih laki laki normal yang akan tergoda dengan lawan jenis apa lagi ini istrinya 

"ada apa?" Tanya gus Irza menatap Khilwi

"Mmm itu bagaimana caranya bilang sama orang tua gus Irza" pada akhirnya Khilwi melontarkan pertanyaan yang sedari tadi mengganggu pikiran nya

"Besok biar saya yang bicara, tapi saya harap kita tidak terlalu lama merahasiakan pernikahan ini, takutnya malah terjadi kesalah pahaman" Khilwi mengangguk mengiyakan ucapan gus Irza walaupun dirinya juga tidak tahu sampai kapan dia akan siap untuk mempublikasikan pernikahan mereka, mungkin selamanya Khilwi tidak akan siap

🐻🐻🐻

"Umi abah Irza mau bicara" ucap gus Irza saat mereka sedang duduk di ruang tengah setelah menyelesaikan sarapan bersama

"Mau bicara apa nang?" Tanya kyai Musthofa, abah dari gus Irza

Sebelum berbicara, gus Irza menatap Khilwi lebih dulu lalu menatap semua yang ada disana "Khilwi ingin pernikahan kita di rahasiakan" ujar gus Irza membuat semua orang dewasa yang ada di ruangan tersebut terkejut

"Memangnya kenapa?" Tanya bu Nyai Hasna

"Khilwi belum siap mi, katanya dia ingin menjadi santri biasa disini sampai dia siap untuk mengumumkan pernikahan kita" jelas gus Irza sedangkan Khilwi tak berani mengangkat kepala, takut di marahi

"Ya sudah kalau ini yang terbaik buat kalian kita cuma bisa mendoakan" ucap kyai Musthofa, bu Nyai Hasna beralih duduk di samping Khilwi lalu memeluknya, beliau tidak akan ikut campur dengan urusan rumah tangga anaknya, beliau percaya gus Irza bisa bertagung jawab

Khilwi diantar ke pondok putri oleh ning Asma, kakak ipar gus Irza 

"Khilwi mau disini atau di kamar pengurus?" Tanya ning Asma saat meraka berhenti di depan salah satu ruangan yang merupakan kamar santri

"Disini aja ning" putus Khilwi, dia tidak ingin di perlakukan istimewa hanya karena dia istri gus sini, Khilwi ingin merasakan jadi santri biasa

"Kalau lagi berdua gini jangan manggil ning dong panggil mbak aja, yaudah yuk kita masuk biar mbak kenalkan sama yang di dalam"

Ning Asma mengajak Khilwi masuk kedalam ruangan tersebut dan memperkenalkan Khilwi pada santriwati yang ada di kamar itu. Setiap kamar di pesantren Darussalam terisi sekitar tiga puluh santri tapi saat ini hanya ada lima santri yang ada di ruangan ini karena santri yang lain sedang beraktifitas di luar kamar

"Terima kasih ning" ning Asma mengangguk dengan senyum yang tidak pernah luntur

"Kalau begitu saya pergi dulu ya, semoga betah disini"

"Nggeh ning"

Sepeninggal nya ning Asma, kelima santri itu menghampiri Khilwi untuk berkenalan lebih lanjut. Kelima santri itu bernama Ilma, Arin ,Sekar, Dila dan Tika. Semuanya seumuran dengan Khilwi kecuali Dila dan Tika yang baru duduk di kelas dua Aliyah

Khilwi bersyukur di terima dengan baik oleh keluarga gus Irza dan teman sekamarnya. Dia berharap ini awal yang baik untuk kehidupan Khilwi disini

suamiku seorang gusTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang