Saat ini Khilwi sedang berada di aula pondok putra untuk di sidang oleh pengurus pondok dan beberapa ustadz ustadzah sebagai perwakilan keluarga ndalem karena keluarga ndalem sedang berpergian semua
"Nama kamu Khilwi Fatiya, benar" Khilwi mengangguk
"Kamu pasti sudah tahu alasan kamu ada di ruangan ini, sebagai lurah pondok saya cukup kecewa dengan kejadian ini, kamu berani berbuat hal tercela yang membuat nama baik pondok putri dan Darussalam tercoreng. Karena kita ini berada di negara hukum maka kamu harus mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatan kamu, dalam agama islam barang siapa yang berbuat zina maka akan di cambuk, kamu siap dengan hukuman ini?"
"Iya saya siap" jawab Khilwi tegas
"Saya akan mengurangi hukuman kamu asal kamu menyebutkan siapa ayah dari anak yang sedang kamu kandung" di tanya seperti itu Khilwi memilih bungkam, dia tidak mungkin bilang jika ayah kandung anaknya adalah gus Irza, putra dari kyai
"Bagaimana Khilwi, kamu mau mengatakan siapa ayah dari anak mu?" Khilwi masih tetap diam
"Sepertinya kamu lebih memilih di cambuk dari pada menyebutkan laki laki bejat itu, oke semua keputusan ada di kamu" ujar kang Rois
"Khilwi katakan saja yang sejujurnya, kami janji akan menjaga kamu dan calon anak kamu dari laki laki itu jika dia berbuat jahat" ucap ustadzah Fatma meyakinkan Khilwi, tapi Khilwi tetap saja diam
"Khilwi keputusan ada di kamu" ustadz Ulin kembali mengingatkan Khilwi
"Saya siap menerima apapun hukuman yang di berikan"
"Khilwi kasihan anak kamu, katakan saja sejujurnya" ustadzah Fatma masih berusaha membujuk Khilwi untuk berkata jujur
"Maaf ustadzah saya tidak bisa"
"Baik, sidang selesai dengan catatan saudara Khilwi Fatiya siap menerima hukuman yang sudah di tentukan bersama" kang Rois mengetuk meja sebagai simbol sidang berakhir
Seorang pengurus putra memberikan cambuk pada ustadz Ulin untuk mencambuk Khilwi sebagai perwakilan dari keluarga ndalem. Ustadz Ulin menghampiri Khilwi lalu melayangkan cambukan untuk pertama kali, saat suara cambuk terdengar semua santri yang mengintip di jendela langsung menjerit histeris
"Saya memberikan satu kesempatan untuk kamu jujur Khilwi" ucap ustadz Ulin
"Lanjutkan saja ustadz" balas Khilwi dengan suara bergetar karena menahan sakit di punggungnya
Ctaar
Ctaar
Ctaar
Ctaar"Bagaimana Khilwi? Apa kamu berubah pikiran?" Khilwi menggeleng membuat para ustadzah gemas dengan Khilwi
"Il aku nggak tega liatnya, pasti sakit banget jadi Khilwi" ucap Arin dengan suara sesenggukan
"Aku juga nggak tega Rin, Satu satunya cara yang bisa menolong Khilwi ya cuma keluarga ndalem Rin"
"Apa kita ke ndalem aja Il barang kali sudah ada yang kondur"
"Bisa jadi, ayo Rin"
Kedua gadis itu berlari ke ndalem untuk meminta pertolongan, berharap sudah ada keluarga ndalem yang kondur dan bisa menolong Khilwi dari hukuman. Ilma mengetuk pintu ndalem sambil sesekali mengucap salam tapi sampai salam yang ke tiga tidak ada sahutan dari dalam ndalem
"Ya allah ini gimana Rin" tangis keduanya pecah, mereka bingung harus membantu Khilwi dengan cara apa
"Loh mbak mbak ada apa ini kok pada nangis?" Ilma dan Arin langsung menoleh ke sumber suara,dan mereka langsung mengucap syukur saat melihat ning Asma dan keluarganya
"Ning tolongin teman saya ning" ucap Ilma sambil memegang tangan ning Asma, air matanya sudah kembali berjatuhan
"Ada apa? Kalian tenang dulu ya terus cerita pelan pelan" titah ning Asma
"Ada apa dek?" Tanya gus Najib menghampiri istrinya sambil menggendong putri mereka
"Nggak tahu aku mas"
"Kalian kenapa?" Tanya gus Najib pada kedua santriwatinya
"Gus tolongin temen saya, dia lagi di hukum cambuk di aula pondok putra gus" jelas Ilmi dengan tangis yang belum juga reda
"Siapa namanya temen kamu?"
"Khilwi, Khilwi Fatiya gus" wajah gus Najib dan ning Asma langsung menegang setelah mendengar nama santri yang sedang di hukum
"Mas cepet susulin mas, aku takut dia kenapa napa" ucap ning Asma panik
"Mas kesana dulu, kamu langsung telfon Irza suruh cepat cepat balik" setelah mengatakan itu gus Najib langsung berlari menuju pondok putra di ikuti Ilmi dan Arin di belakangnya
Belum sempat ning Asma menelfon gus Irza, mobil milik laki laki itu sudah berhenti di halaman ndalem. Ning Asma buru buru menghampiri gus Irza untuk mengatakan keadaan Khilwi
"Ada apa mbak kok panik gitu?" Tanya gus Irza bingung
"Khilwi Za, Khilwi lagi di hukum cambuk di aula cepet susulin"
Tanpa berfikir panjang gus Irza langsung berlari menuju aula pondok putra, pikirannya sudah penuh dengan Khilwi, bagaimana keadaanya sekarang?. Dan begitu terkejutnya gus Irza saat melihat kondisi Khilwi saat ini, hatinya terasa sangat sakit melihat istrinya yang sedang menahan sakit karena luka cambuk di punggungnya
Gus Irza langsung memberikan bogeman mentah pada ustadz Ulin karena sudah berani mencambuk istrinya sampai seperti ini, bahkan dia yang suaminya saja tidak berani menyakiti Khilwi
"Siapa kamu berani beraninya menyakiti istri saya hah!!" Seru gus Irza, kedua matanya sudah di penuhi dengan kabut kemarahan
"Maaf gus saya tidak paham maksud dari gus Irza" ucap ustadz Ulin setelah berhasil bangkit
"Orang yang kamu cambuk itu istri saya, Khilwi istri sah saya!!!" Teriak gus Irza di depan wajah ustadz Ulin
"KHILWI!!" Teriak gus Najib saat tiba tiba tubuh Khilwi luruh ke lantai
Gus Irza menghampiri tubuh Khilwi lalu memangku kepala istrinya sambil menepuk tipis pipi istrinya berharap mata Khilwi akan terbuka kembali
"Za darah" gus Irza langsung menatap ke kaki khilwi yang sudah mengalir darah, wajah gus Irza langsung pucat pasi. Semoga saja apa yang ada di pikirannya tidak benar benar terjadi
"Ayo Za kita bawa istri mu ke rumah sakit" gus Irza langsung menggendong tubuh kecil Khilwi dan membawanya ke rumah sakit terdekat
KAMU SEDANG MEMBACA
suamiku seorang gus
Genç Kız EdebiyatıKhiwi Fatiya tidak pernah berfikir akan nikah muda, bahkan Khilwi pernah berfikir untuk tidak menikah seumur hidup dan ingin mondok seumur hidup setelah dia lulus SMA, tapi semua tinggal angan angan karena sekarang Khilwi harus menikah bahkan disaat...