Chapter 2

1.2K 207 8
                                    

Written by. She_Liu

Sejak kecil sampai sekarang, aku selalu bertanya sama diri sendiri. Kenapa anak cewek selalu dituntut buat harus bisa ini itu? Kenapa juga cewek nggak boleh mager atau sekedar nikmatin waktu liburan dengan ngelakuin apa aja, tapi kudu tetep kerja dengan beresin rumah, bantu orangtua kerja, dan nggak boleh keluar rumah lewat dari jam sembilan?

Berbanding terbalik sama anak cowok yang apa aja dibolehin. Mau jalan, tinggal jalan. Mau nggak pulang, nggak perlu telepon kabarin orang rumah dan tinggal jawab aja kalau Mama telepon cariin, lalu diperbolehkan tanpa adanya drama konseling panjang lebar. Beda banget sama aku yang bakalan diceramahin dan bawa-bawa soal gender yang katanya bakal dicap jadi cewek nggak bener karena pulang malam.

Niat hati mau bangun siang pas weekend, sebelum jam delapan pagi pasti dibangunin karena katanya anak cewek nggak boleh bangun siang-siang. Pamali. Tapi kalau anak cowok, mereka bebas bangun jam berapa aja, bahkan sarapan dan makan siang pun disiapkan, kalau perlu sampai dibawa ke kamar. Sedangkan aku yang harus siapin menu sarapan dan bikin kopi buat Papa.

Tadinya aku pikir itu adalah hal lumrah yang terjadi sama anak cewek. Tapi begitu aku melihat teman-temanku yang lain, yang bisa menikmati masa kecil dan masa remajanya dengan bahagia, aku mulai merasa rendah diri dan menyesali keberadaanku di keluarga ini.

Satu hal yang pasti, mereka menuntutku banyak hal, tapi nggak pernah mau mendengarkan aku. Katanya, aku terlalu banyak mengeluh, padahal satu keluhan pun nggak pernah sanggup keluar karena mereka langsung cuekin aku.

Aku merasa anak yang terbuang, aku juga merasa anak yang nggak diinginkan keberadaannya. Entah apa salahnya aku jadi anak cewek satu-satunya di keluarga, sedangkan kakak dan adik laki-laki begitu menikmati hidupnya dibandingkan aku yang lebih pantas disebut pesuruh ketimbang anak sendiri.

"Mama itu nggak adil! Mama cuma sayangnya sama anak cowok!" seruku sambil menangis histeris.

Masalah kecil datang lagi. Semua karena aku janjian sama temen kampus untuk jalan-jalan ke PRJ, buat liat festival jajanan yang seru, tapi akhirnya pulang telat karena mobilnya Timo mogok dan kami harus menunggu tukang derek. Alhasil, aku sampe rumah jam satu pagi dan Mama langsung marah-marah, lalu pukul aku pake gantungan. Dua temen yang temenin aku, yaitu Ricca dan Nia cuma bisa speechless liatin aku dipukul sama Mama di saat itu tanpa kasih aku muka. Aku bener-bener dipermalukan.

"Mama kayak gini supaya kamu nantinya bisa jaga diri! Bukannya jadi cewek bandel yang dibilangin nggak pernah mau denger!" balas Mama dengan nada tinggi sambil melotot galak.

"Aku nggak ngerokok! Juga nggak clubbing! Aku udah jadi anak bener tapi tetep aja nggak ada benernya dimata Mama! Aku cuma jalan-jalan dan bisa telat karena mobilnya Timo mogok! Trus itu salah aku?!" seruku sambil histeris.

Dan Mama justru semakin menggila dalam memukulku dengan gantungan kedua karena gantungan sebelumnya sudah patah. Sakit? Apa yang terasa di kulit nggak sebanding dengan rasa sakit dalam hati aku yang udah hancur berkeping-keping.

Ricca dan Nia nggak sanggup menolong karena Mama nggak memperbolehkan mereka mendekat. Papa cuma melihat sambil menghela napas, lalu menyuruh dua temenku untuk pulang saja. Sedangkan kakak dan adikku? Galbert dan Garry masih ngetem di kamar tanpa perlu repot-repot melihat kegaduhan di malam itu.

Mama mulai ngos-ngosan, terlihat capek karena memukul aku habis-habisan. Aku pun udah nggak sanggup menangis, cuma bisanya menahan sakit. Setelah itu, Papa baru mendekat dan menyuruh Mama untuk kembali ke kamar, lalu membantuku untuk berjalan bertatih-tatih ke dalam kamarku.

Malam itu, aku menangis semalaman. Dan itu bukan yang pertama kalinya. Seringkali aku juga bertanya sama Papa, apakah aku bukan anak mereka sampai diperlakukan seperti itu? Papa marah dan bilang aku nggak bersyukur. Lagi pula, melihat kemiripan aku dengan Mama, memang rasanya itu hal yang konyol buat ditanya, tapi kenapa Mama benci banget sama aku? Apa aja nggak boleh.

Benching ChadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang