02. tempat berteduh

79 14 2
                                    

Enjoy to read,
I hope you'll like this story.
°
°
°

Pada akhirnya dia memutuskan untuk bertanya pada orang-orang sekitar.

Yeonjun menghampiri rumah makan yang hanya menjual sub pangsit. Pemiliknya adalah seorang pria botak berotot yang memiliki tato dikedua lengannya. Dari pada membuka rumah makan pangsit dia lebih cocok sebagai penjual daging potong.

Yeonjun mengetuk meja didepan "Tuan, apakah anda mengetahui dimana rumah orang yang bernama Jungkook"

"Hah! Apakah anda ingin memesan satu mangkuk sub pangsit?" Teriaknya

Pria botak itu sepertinya sedikit tuli

Yeonjun tersenyum pasrah.

"Tidak" balas Yeonjun dengan keras

Dia kemudian pergi meninggalkan rumah makan buruk itu.

"Hey! Paman ini tidak tuli" teriak pria botak itu

Yeonjun akhirnya berpikir 'lupakan tertantang bertanya dengan orang lain'

Berjalan mengikuti jalur jalan yang ada entah bagaimana Yeonjun bisa sampai pada tempat yang hanya ada Padang rumput dikedua sisi jalannya.

Hembusan angin membawa pergi rasa lelahnya, tidak tahu sudah berapa menit dia berjalan, Yeonjun hanya bisa menebak waktu dengan melihat gelapnya hari.

Dan sungguh sialnya hujan tiba-tiba turun.

_

Yeonjun berlari dengan satu tas dijadikan payung di atas kepalanya. Itu hanya melindungi kepalanya dari hujan dan membiarkan tubuhnya basah.

Karena barang bawaannya dia tidak bisa berlari dengan cepat, hanya mencari tempat terdekat yang bisa digunakan untuk berteduh.

Yeonjun akhirnya berteduh disebuah rumah kayu. Rumah ini sepertinya hanya difungsikan sebagai gudang dimana atap luarnya sangat pendek, tidak cocok dijadikan tempat untuk berlindung.

Angin yang membawa hujan terus membasahi setengah badannya. Hanya memiliki satu lapisan pakaian ditubuhnya, Yeonjun basah kuyup sampai kulit dibalik pakaiannya jelas terlihat. Ini sangat dingin membuat Yeonjun menggigil tidak tahu kata umpatan apa yang harus dia keluarkan.

"Sial..." katanya pelan

Hidupnya benar-benar menyediakan, Yeonjun benar-benar ingin menyalahkan semua kejadian ini karena ayah bodohnya.

"...Aku ingin pulang"

Jika dia menangis seperti ini tidak ada orang yang mengetahuinya bukan? Mereka mungkin akan mengira matanya merah karena air hujan.

Yeonjun mengusap matanya saat suara sepatu yang bergesekan dengan aspal mengejutkannya. Dia mengangkat kepalanya dan melihat seorang lelaki yang terlihat sebaya dengannya mengendarai sepeda dengan memegang sebuah payung.

Remaja itu tidak bergerak dan terus menatapnya

"..."

Merasa tidak nyaman dengan tatapan yang secara langsung menilainya, Yeonjun berkata "bajingan, apa yang menarik untuk dilihat?"

Bibir remaja itu sepertinya bergerak mengucapkan satu kata 'oh' , dia kemudian mengalihkan pandangannya dan tersenyum seringai. Dengan jari jempol dia menunjuk ke kursi dibelakang sepedanya.

"Butuh tumpangan?"

"..."

Tidak ada alasan untuk menolak tawaran orang lain.

Yeonjun kemudian berlari meninggalkan gudang tidak berguna itu.

Dia langsung menduduki kursi besi dibelakang, namun dua tas terlalu sempit untuk dia tumpangi dibelakang bersamanya.

"Berikan satu pada ku" kata remaja itu

Yeonjun senang orang itu peka, tanpa ragu memberi tas yang lebih besar. Dia kemudian berkata "Kenapa kau tidak meminta kedua-duanya"

remaja itu menyandang tas tersebut di bahunya dan dia mulai mengayuh sepedanya.

Semakin jauh sepeda itu bergerak semakin keras suara hujan dibawah payung.

Kedua tangan Yeonjun menggenggam erat di kedua sisi jaket remaja itu, dia merasa dunianya bergoyang seperti gelombang setiap kali sepeda itu melaju. Belum lagi tempat duduk besi yang membuat bokongnya kesakitan.

Sepeda yang dari tadi berjalan dengan mulus tiba-tiba melintas sebuah lubang yang cukup dalam, membuat Yeonjun tersentak di tempat duduk besi dan kepalanya terantuk tulang punggung remaja itu.

"Ahhgg!"

Yeonjun menyentuh bokong belakangnya mengabaikan rasa sakit di kepalanya. Dia menampar bagaian belakang kepala remaja itu.

"Kau gila, kau pasti sengaja bukan?" Marah Yeonjun

Dan sepeda tiba-tiba berhenti, kali ini dia berhasil melindungi kepalanya.

"Ayahku bahkan tidak pernah memukul kepala ku" kata remaja itu tiba-tiba

"..."

Mereka sekarang berhenti didepan rumah yang cukup sederhana.

Yeonjun bingung kenapa dia tiba-tiba berhenti disini, apakah dia marah karena kepalanya dipukul dan memutuskan untuk berhenti menolong orang asing yang bahkan dia tidak kenal.

"Turun" kata remaja itu

Yeonjun menolak untuk turun dan berkata untuk memprovokasi remaja itu "Hanya karena aku memukul kepala mu, kau menarik kembali kata-kata mu. Kau sungguh tidak jantan"

Remaja itu menoleh kebelakang "apa yang aku ingkari?"

Yeonjun menjawab dengan percaya diri "kau memberiku tumpangan, jadi kau harus mengantar ku sampai di tujuan"

Remaja itu menutup mulutnya, dibalik tangan tersebut dia berusaha untuk tidak tertawa.

"Jika kau membiarkan aku membalas, aku akan kembali mengantar mu" kata remaja itu

°
°
°
Please support and follow me guys!!
See you next chapter!

To Be Better (Soobin X Yeonjun) Bl!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang