QUEEN of the BULLYING • 14 •

21 2 0
                                    

Apa aku sumbernya masalah ?










Hari sudah mulai gelap dan Chelsea baru saja pulang kerumahnya. "Dari mana saja kamu, anak gadis jam segini baru pulang," sindir papi Chelsea, bernama Rian. Dia melihat Chelsea baru saja memasuki rumah.

Rian berdiri dari duduknya menghampiri Chelsea. Dia berdiri tepat di depan Chelsea dengan sedikit gelangan kepala. Melihat penampilan Chelsea yang bisa dibilang tidak baik. Baju keluar dari seragam, rambut acak-acakan, seragam yang terlihat kotor dan bekas cengkraman tangan yang masih terlihat jelas.

"Apakah saya mengajari anak gadisku untuk pulang malam, hm? Saya rasa tidak. Apakah anak gadisku menjadi berandalan di luar sekolah? Sampai-sampai pulang dengan keadaan yang seperti ini? Sangat mengenaskan sekali anda.

Seharusnya anak gadisku yang paling manis ini udah ada di lesnya sedang belajar dan TIDAK PULANG DENGAN KEADAAN SEPERTI INI!

Anak gadis saya sudah melanggar perintah saya. Apa hukuman yang cocok untuk gadis yang nakal, karena semua hukuman yang saya berikan sudah anda coba semuanya dan tidak sama sekali membuat anda jera. Hukuman ini mungkin lebih berat dari yang sebelumnya."

Tanpa henti papi Chelsea berbicara dan dia hanya menundukkan kepalanya takut. Chelsea tau dia salah, makanya dia tak berani menjawab perkataan dan pertanyaan papinya atau hanya sekedar menatapnya. Chelsea tidak salah pun dia sudah takut apalagi dalam keadaan kayak gini.

Dia tidakk menjawab saja sudah salah apalagi sampai dia menjawab, berarti sama saja dia menyerahkan nyawanya sendiri dengan cuma-cuma. Karena dulu, dia pernah menjawab pertanyaan papihnya sekali dan berakhir dikurung di ruangan sempit yang tidak ada ventilasi, minim akan cahaya, serta tidak di beri makan.

Sebelum itu dia di suruh berdiri di luar dengan keadaan hujan yang sangat deras. Satu jam kemudian dia baru diperbolehkan masuk tapi, bukan masuk ke rumah melainkan di ruangan sempit yang berada dibelakang rumah. Dengan kondisi yang basah kuyup dan tubuh bergetar dia melangkahkan kakinya menuju ke ruangan itu.

Selama dua hari dia dikurung, dan tidak di beri makan hanya minum saja, itupun satu kali. Di sana dia hampir saja kehilangan kesadarannya tapi, tiba-tiba pintunya di buka. Bukan papihnya ataupun maminya tapi, kakaknya sambil membawa selimut. Tubuh yang lemah itu diselimuti dan digendong di bawa keluar. Ternyata kakaknya membawanya pergi ke rumah sakit.

Kakaknya tak henti-hentinya mengucapkan untuk bertahan selama di perjalanan. "Kamu harus bertahan, demi diri sendiri atau kalo ga demi kakak," sangat erat pegangan tangannya seperti, tak mau lepas.

Terlihat di raut wajahnya sangat khawatir. Chelsea sudah tak sanggup untuk menahannya lagi, akhirnya dia kehilangan kesadarannya.

Tepat di lampu merah Chelsea kehilangan kesadarannya. Kakaknya sangat panik dengan hal itu. Ketika lampu merah sudah berganti hijau, langsung saja kakinya menginjak pedal gas. Menyalip beberapa kendaraan, saking paniknya dia tak memikirkan resikonya main kebut-kebutan di jalan raya.

Bangunan rumah sakit yang dituju sudah terlihat di matanya. Dia membelokkan mobilnya tepat di depan pintu rumah sakit. Dia mengangkat tubuh adiknya yang rapuh itu dan matanya terus-menerus mengeluarkan air mata. Air matanya seakan tak mau berhenti. Sekarang adiknya sudah dipindahkan, dari gendongannya ke brankar.

Dia juga ikut mendorong brakar itu sampai di depan IGD Dia harus menunggu di luar karena tidak boleh masuk. Nama kakaknya Chelsea, Nawfan Lateef.  Nawfan duduk di salah satu kursi. Tak henti-hentinya dia berdoa di dalam hati agar adiknya selamat.

Semuanya salah papi, mami, serta dia. Dia telah meninggalkan adiknya saat di hukum, disuruh berdiri di luar pada saat keadaan masih hujan lebat. Dan dia lebih mementingkan temannya dari pada adiknya. Temannya pada saat itu habis kecelakaan dan dia ingin menjenguknya. Dia meninggalkan adiknya sendiri, padahal adiknya lebih membutuhkannya.

QUEEN of the BULLYING Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang