S A T U ; Dia dan Jelita

647 35 7
                                    

Bandung. Kata beberpa Insan— terutama Nenek. Kota kelahiran Keandra Nunew Aloka itu amat cantik, apa lagi kalau rembulan sudah menggantikan kerja matahari. Beberapa Insan yang tengah dimabuk asmara akan bersinggah di bawah pepohonan rindang, menemui hembus anala, dan jangan lupakan soto Mang Cecep, walau hanya buka kala malam temeram. Tempat itu selalu menjadi santapan utama bagi mereka, si remaja labil di mabuk asmara.

"Nu, mau makan apa?"

Kejadian klise, Nunew sudah khatam betul Tuan di samping tubuhnya lupa akan pesanan dia. Padahal mereka kerap kali bersinggah di sini, menghabiskan soto, dengan ditemani teh manis serta jeruk nipis hangat.

"Kamu lupa lagi?" hardik Nunew, setelahnya menunjuk deret kalimat 'soto bening ayam'

Tuan di samping terkekeh, "maaf ya, Adek cantik jelita aku lupa pesenan kamu. Soalnya jangka ingatanku pendek."

"Kalau hidung nggak nempel, pun akan ketinggalan."

"Kamu tahu aku, lebih dari diri aku sendiri."

Setelahnya, Tuan dan seluruh atensinya akan tertuju pada satu titik— wajah Nunew. Dia selalu bermonolog, hanya untuk memuja tiap garis tubuh Nunew. Dan berakhir, Nunew akan tersipu seperti anak remaja labil.

"Kamu cantik sekali. Begitu jelita, sampai kedua mata rasa dimanja."

"Aa Zi, kamu berlebihan. Terimakasih."

Raefan Zee Adiyhaksa. Tuan kelahiran Bandung, dengan pahat wajah tak jelita layaknya kota kelahiran. Sebab jelita hanya kepunyaan Mama serta Keandra Nunew Aloka, sementara yang lain tidak.

"Nunew, kamu harusnya masuk ke dalam 7 keajaiban dunia," kata klise. Ditiap pertemuan indera pendengarannya, pastilah dimanjakan untaian kalimat itu.

"Kamu harusnya diam, sebelum aku sembur sambal ke wajah."

"Loh? Kok jadi jahat kitu sama Aa?"

Teh hangat buatan Mang Cecep selalu bisa memenuhi standar rongga mulut Nunew, tak begitu manis seperti buatan Bunda. Menyesap cairan hangat itu, sementara Zee masih dengan kegiatan— menaruh seluruh atensinya pada Nunew.

"Ini Aa sotonya. Satu porsi soto bening dan satu soto bening ayam setengah porsi."

Gurat senyum, serta ungkapan 'terimakasih' menjadi penutup. Mang Cecep kembali disibukkan dengan pesanan Insan lain, pun Zee serta Nunew yang disibukkan bumbu-bumbu.

"Kebiasaan makan setengah gitu, harusnya satu porsi aja," seru Nunew, menaruh satu sendok sambal terakhirnya.

"Nanti nggak habis, kamu memang mau habisin punyaku?"

"Diet kamu ekstrim banget. Aku nggak suka," cecar Nunew.

"Biar badan aku bagus. Kalau bagus, kamu juga pasti akan selalu suka sama aku."

"Kata siapa? Bagaimana pun rupa kamu, aku mah tetap cinta-cinta aja. Lagipun kamu tetap ganteng, mau digimanain juga."

"Kamu ceritanya muji aku?"

"Bukan cerita. Tapi kenyataannya."

Kedua pipi Zee memerah padam, setelahnya deham menjadi pereda degub jantung Zee. Walau tak mereda juga.

"Mang, aku pesen soto setengah porsi lagi," lengan Zee terangkat, jemari telunjuknya mengacung pada Mang Cecep.

Diam-diam Nunew tarik sebuah senyuman, "makan yang banyak ya," gumannya.

Keduanya memakan soto, masih dengan Zee yang bermonolog sebuah lelucon yang sama seperti hari lalu. Namun, ajaibnya Nunew tetap tertawa, sampai terbatuk-batuk dibuatnya.

Bandung [ZEENUNEW] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang