E M P A T ; Mantu si Mama

100 22 3
                                    

Satu mangkuk chuangky kembali tandas tak bersisa, bahkan wadahnya seperti baru saja dicuci menggunakan air bersih. Pelaku malah ingin lebih, hasrat menggebu-gebu meminta untuk di kabulkan. Akan tetapi ia baru saja menghabiskan mangkuk ke dua, kalau tambah lagi pasti sosok tampan di samping tubuhnya mengolok-oloknya.

"Tambah aja kalau mau, jangan malah pasang wajah mupeng," belum juga pesan lagi, pelaku sudah diolok 'mupeng' atau muka pengen oleh sosok di sampingnya.

Pelaku mencebik, kemudian menyerahkan mangkuk bergambar ayam kepada pemiliknya. "Aku nggak mau tambah, sudah kenyang banget," dustanya.

"Alah. Mau punya aku nggak?"

"Kamu pasti belum makan dari siang, jadi habisin aja."

Sosok itu kembali menikmati baksonya. Namun, raut wajahnya seperti menggoda pelaku, memasukan perlahan sepotong tahu kuning, dengan dua netra tertutup-terbuka. Memperlihatkan betapa nikmatnya sajian di dalam wadah.

"Sudah cepat makan! Kalau keburu malam, aku mending pulang," ujar pelaku.

Selepas itu, sosok di samping tubuhnya melahap bakso begitu cepat. Bahkan food blogger yang biasa ia lihat di jejaring sosial, kalah cepat oleh tiap suapannya.

"Sudah!" serunya, sembari mengembalikkan mangkuk yang hanya tersisa kuah pada pemiliknya.

Nunew menggeleng-gelengkan kepala, lantas mengeluarkan uang dua puluh ribu satu lembar, diikuti sepuluh ribu satu lembar untuk membayar bakso keduanya. Selepas ini, dirinya berniat singgah di warung Bu Ceceh. Warung yang hanya berjarak beberapa meter dari rumah sosok tampan— siapa lagi kalau bukan, Zee Pruk. Lelaki beralis tebal, amat ia damba-dambakan tiap malam. Kalau si Bunda menaruh seluruh cintanya pada Ayah. Pun Nunew, bedanya ia bukan menaruh cintanya pada Ayah. Melainkan si tampan, Zee.

"Sudah bayarnya?"

"Sudah. Tapi aku mau mampir ke warung Bu Ceceh."

Sebelum mempekerjakan vespa hitamya, Zee terlebih dahulu memakaikan Nunew helm bergambar Doraemon, menyatukan tali penautnya, setelah itu gurat senyum terpancar dari belah bibirnya, "kesalamatan kamu nomor satu," ujar sosok Zee, sembari menepuk-nepuk kepala berlapiskan helm milik Nunew.

"Heits, kenapa bengong gitu? Nanti kesambet penghuni sini loh," Zee melakukan gestur layaknya tengah menarik sesuatu, tepat di hadapan wajah Nunew.

Nunew memukul bahu Zee, kemudian menaikkan tubuhnya guna ikut menunggangi si hitam. "tolong antar saya ya, Mas."

"Walah, aku berubah jadi tukang ojek nih?"

Saat alunan tawa mengisi anila, kedua roda si hitam malah geming— tak dapat berputar. Sontak saja, netra Zee berkeliaran— dari ban, kedua pedal, berakhir pada simbol yang sedar tadi kelap-kelip warna merah. Waduh, bensi si hitam habis.

"Sayang."

"Ada apa? Kok malah diam aja? Nggak mau langsung jalan? Atau ada barang kamu ketinggalan?"

"Anu, mototku habis bensin. Kita dorong aja ya?"

Raut melongo terpancar dari wajah Nunew, pemuda baru saja menghabiskan dua mangkuk bakso, niat awalnya ia ingin menyimpan sampai waktu makan malam tiba.

Bandung [ZEENUNEW] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang