S E P U L U H ; Ending

275 30 3
                                    

Nunew's pov

Aku nggak akan sangka hari kepergiannya tiba begitu cepat. Kemarin kami masih saling memberi kabar, bertelepon sampai kantuk memisahkan.

"Nu, kalau benar ada nama Zee... kamu nggak apa-apa?"

Bodoh kalau aku bilang nggak apa-apa, karena kenyataannya sakit membelengguku. Tapi Bunda berkata, setiap Insan ciptaan sang pencipta akan mengalami perpisahan paling menyakitkan, yaitu kematian abadi.

"Iya," ujarku, pada Mama.

Kami— aku, Bunda, Ayah, Mama, Papah, beserta Nat, berlari menuju papan bertuliskan nama korban pesawat. Dengan teliti mataku mencari nama Zee, namun, nihil. Aku tak menemukan namanya. Apakah Zee belum ditemukkan?

Pikiranku amburadul, otakku seakan hilang kendali. Tubuh yang ku paksa untuk senantiasa tegar, luruh ke dinginnya permukaan lantai.

"Nama Zee nggak ada, Mama," gumamku, saat Mama berjongkok.

Mama mendekapku, "Mama yakin, Zee akan segera ditemukkan."

Air mata membasahi pipiku, bagaimana keadaan Zee dialam lepas. Apakah jasadnya akan ditemukkan utuh? Pikiran negativ mengambil alih otakku, begitu sakit hingga aku pun berakhir tak sadarkan diri di pelukkan Mama.

Netraku perlahan terbuka, dapat aku saksikan bagaimana tubuh yang paling aku kenali tengah duduk di bawah tempat tidur rumah sakit. Apakah ini sebuah mimpi? Atau aku tengah berhalusinasi? Kepalaku pusing hebat, ketika memikirkan segala kemungkinan.

Dengan lirikkan mata, aku dapat melihat jarum jam menunjukkan pukul dua dini hari. Sepertinya ini hanya mimpi, mungkin aku sedang berada di alam bawah sadar.

Tangan berhiaskan selang infus aku gerakkan menuju permukkan wajahnya. Ini begitu nyata, tiap sentuhanku begitu membekas. Tangisan tak bisa aku elakkan. Aku mendadak sangat cengeng, selepas kepergian Zee.

"Nunew," suara itu begitu paruh, wajah kantuk senantiasa terpancar dari wajahnya.

Aku menahan napas, mencoba mengembalikan kesadaran yang tengah mengawang-awang. Namun, sosok itu senantiasa memperhatikkan diriku, seakan ini bukan lah mimpi belakang.

"Nunew, ini aku Zee Pruk."

Tanganku tergerak memukul kepala, mencoba mengembalikkan kesadaran. Ini hanya sebuah khayalan, dirinya telah pergi untuk selama-lamanya, aku tak mungkin bertemu dengannya lagi. Sebuah tangan menahan pergerakkanku, netra itu masih sama saat mengetahui aku terjatuh akibat berlari.

"Nu."

"Ini hanya mimpi, kamu nggak nyata! Jangan memperdaya aku!" seruku, mencoba melepaskan cengkramannya. Walau nihil, sebab kekutan dia begitu besar.

"Ini nyata, Nu. Aku Zee Pruk, pacar kamu. Ternyata aku salah memberitahu kamu, seharusnya pesawatku berangkat jam sepuluh malam hari ini, bukan pagi kemarin."

Aku geming, raut wajahku melongo. Apakah aku barus saja dikerjai?

"Kamu jahat! Aku kira kamu benar-benar meninggalkanku! Kenapa sih kamu masih saja ceroboh? Aku hampir gila kehilangan kamu," ujarku, masih menangis."

Dia menangis, memelukku begitu erat, membubuhkan kecupan di puncak kepalaku. "Maaf, seharusnya aku lebih teliti. Tapi kemarin pekerjaanku begitu padat," paparnya.

Aku menangis dalam dekap hangatnya. "Aku khawatir."

"Iya, sayang. Selepas ini kita akan bahagia bersama ya? Aku akan melamar kamu. Kita akan hidup bahagia bersama, aku janji akan hal itu."

"Tidak mau! Nanti kamu lupa kalau aku suami kamu, kalau kita sudah menikah," gurauku, sembari cekikikan.

Ia melepaskan pelukkannya, menaikkan daguku menggunakan jemarinya, "jadi sudah tidak menangis lagi?"

"Aku lelah menangis, dari kemarin aku sudah menangis— aku memang pingsan berapa lama?"

"Dua hari. Aku kelabakan karena kamu! Aku sampai di olok-olok Nat sebab terlalu lama menangisimu!"

"Kita impas."

"Kalau begitu. Nunew Chawarin, pemuda jelita asal bumi Pasundan. Maukah kamu menjalin suatu hubungan serius dengan Zee Pruk? Maukah kamu menikah denganku? Aku memang tak bisa menjanjikanmu segala hal, tapi aku akan berusaha memberikan suka cita sampai kematian menjadi perpisahan kita," Zee berujar, sembari berjongkok di hadapanku.

Dia itu bodoh atau bagaiman? Tidak romantis sekali melamarku di ruang rumah sakit, dengan aku yang berbaring lemah sebab lelah. Tapi tetap saja aku menganggukan kepala, menyetujui permintaan menikahnya. Semoga selepas ini, kebahagian selalu membalu kami. Semoga takdir berbaik hati, melimpahkan segala suka cita.

END

NOTE: Hallo, akhirnya kita mencapai ending ya hehe. Sebelumnya aku ucapkan terimakasih sekaligus maaf jikalau selama membaca ada kata atau kalimat yang tidak berkenan. Maaf juga kalau semisal narasiku membosankan, akan aku perbaiki dalam cerita selanjutnya. Semoga kita dapat bertemu kembali di cerita selanjutnya! Sampai ketemu kembali teman-teman!

Bandung [ZEENUNEW] ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang