"Pangeran Hugo" tiga orang pemuda berusaha menyusul Pangeran Hugo yang sedang berjalan di taman istana.
"Hah, rupanya Yang Mulia di sini." Pemuda satu lagi terengah.
"Kami sudah mendengar berita pernikahanmu dari Ibu Ratu." Akhirnya ketiga pemuda itu tuntas bicara bergiliran.
Pangeran Jeshava, Gabriel, dan Harrison berdiri tegak di depannya. Adik tiri dan sepupu-sepupu Pangeran Hugo.
"Kata ibu Ratu pertunanganmu akan diselenggarakan 2 minggu lagi. Cepat sekali." Pangeran Jeshava mengatur nafasnya yang masih tersengal karena mengejar kakaknya.
"Oh ya?" Pangeran Hugo mengangkat alisnya, setengah kaget, setengah tak tertarik karena lebih cepat dari perkiraannya.
"Kami juga dengar calon istrimu putri mahkota kerajaan Halstead, dari negeri Frowles yang jauh dari sini." Sahut Pangeran Harrison.
"Kami berencana datang ke sana, melihat langsung calon istrimu bersama Perwira Tinggi Yeshaya yang berangkat mendahului membawa surat dari Raja, sambil menilai apakah dia layak untukmu" Pangeran Gabriel nyengir, "Kami kurang baik apa lagi?"
"Heh, buat apa?" Tanya Pangeran Hugo, heran dengan ide gila sepupunya.
"Kami akan menunda kedatangan mereka kemari bila ternyata Tuan Putri itu tak layak untukmu." Kata Pangeran Jeshava.
Pangeran Hugo tertawa. Hanya menunda, tidak membuat pernikahannya batal.
"Kalian tidak lupa kan kalau negara Frowles jauh dari negara kita? Perjalanan kalian sekian hari tidak akan menimbulkan pertanyaan Ayah raja atau Paman dan Bibi?"
Pangeran Jeshava terbahak. "Pangeran Hugo harus tahu bahwa Ayah Raja mengizinkan aku berangkat bersama rombongan kerajaan, begitu pula Gabriel dan Harrison."
"Kakak tahu kan, kalau aku memiliki kebebasan yang berbeda denganmu karena tak punya tanggung jawab penting terhadap kerajaan. Maksudku, aku bukan putra mahkota?" Pangeran Jeshava meledek sang kakak.
Pangeran Hugo hanya diam. Pangeran Gabriel dan Harrison ikut tertawa bersama Jeshava. Memang benar, Pangeran Jeshava yang merupakan anak dari istri kedua ayahnya setelah kematian istri pertama Raja Armand, memiliki tanggung jawab yang berbeda dengan dirinya.
Sistem kerajaan yang mengharuskan putra pertama raja menjadi penerus tahta telah membedakan tanggung jawab para pangeran. Pangeran Hugo merupakan putra tunggal raja dari mendiang permaisuri Evelyn. Pangeran Jeshava dan Putri Abigail adalah putra-putri raja dari istri kedua, permaisuri Charlotte. Pangeran Jeshava boleh menikah dengan perempuan bangsawan sesuai pilihannya dan bahkan boleh tinggal di luar istana utama. Walau demikian seluruh keluarga kerajaan mendapat pendidikan yang sama, hanya saja kelasnya berbeda. Putra Mahkota memiliki kelas khusus bersama guru-guru terbaik di kerajaan.
"Kalian yakin mengunjungi kerajaan Halstead untuk melihat calon istriku bukan karena ingin jalan-jalan ke negara itu?" Pangeran Hugo balas meledek saudara-saudaranya.
Mereka kembali tertawa. "Tentu saja untuk membantumu, Putra Mahkota."
***
Di kerajaan Halstead, di sebuah kastil yang terletak agak dekat sungai, nampak Putri Ysabelle sedang mengamati bunga daisy yang mulai berbunga. Senyumnya mengembang karena bunga-bunga indah itu mulai bermekaran memeriahkan hatinya.
"Yang mulia" pelayan Putri Ysabelle yang ikut berjongkok di sebelahnya, mulai bersuara.
Putri Ysabelle menoleh pelayannya sedikit penasaran.
"Menurut berita yang saya dengar, Yang Mulia Putra Mahkota Hawkins bukan orang yang ramah. Nama beliau, Yang Mulia Pangeran Hugo. Bagaimana mungkin Baginda Raja menikahkan putri yang disayanginya dengan pangeran dari kerajaan yang bahkan belum pernah dikunjunginya. Belum lagi rumornya tidak begitu baik. Apa yang harus saya lakukan tanpa Yang Mulia di sini." Pelayan itu terdengar khawatir dan sedih.
"Terima kasih, Lily. Kau sungguh baik sudah mengkhawatirkanku, tapi aku yakin, Ayah punya perhitungannya sendiri."
"Pertunangan Yang Mulia 2 minggu lagi, setelah itu saya akan jarang bertemu Yang Mulia. Sekian belas tahun kita bersama, akhirnya tiba saat saya tidak melayani Yang Mulia lagi. Mereka tahu apa tentang kebiasaan, makanan kesukaan ataupun makanan yang tidak bisa makan, bagaimana nanti Yang Mulia Putri tanpa saya" pelayan yang bernama Lily itu semakin murung.
"Lilyanne yang baik, kita tidak tahu apa yang akan terjadi nanti. Aku berjanji, di pesta pertunanganku, kau akan ikut bersamaku menggunakan pakaian yang cantik sambil menemukan laki-laki tampan seperti yang kau inginkan itu." Putri Ysabelle tertawa, menghibur pelayan yang hampir seumuran dengannya.
"Kalau kau sesedih itu, memangnya kau mau bila kuajak ke negeri asing itu?" Tanya Putru Ysabelle lagi.
"Tentu saja Yang Mulia! Melayani Anda adalah kewajiban utama saya. Apakah saya diizinkan tetap melayani Yang Mulia di sana nanti?" Lilyanne terlihat bersemangat kembali.
"Aku tidak tahu apakah keluarga Raja Hawkins mengizinkan aku mengajakmu di sana. Kuharap mereka bermurah hati untuk itu." Pandangan Putri Ysabelle menerawang jauh.
Lilyanne memahami kegundahan tuan putrinya. Tentunya setelah menjadi istri Putra Mahkota Hawkins, beliau akan ditemani pelayan kerajaan Hawkins. Itulah yang dipikirkan Lilyanne, dia tak tega melihat tuan putrinya sendirian di negeri asing. Sungguh dia berharap bisa menemani beliau di kerajaan itu saat sudah menikah nanti. Entah berapa malam, terkadang Lilyanne menangis sendiri di kamarnya, membayangkan berpisah dengan tuan putri yang dilayaninya hampir separuh hidupnya. Sungguh dia berharap pernikahan ini tidak akan menghilangkan senyum hangat tuan putrinya.
"Yang mulia, lalu bagaimana dengan Yang Mulia Arthur? Saya dengar beliau masih belum menerima pernikahan ini?" Tanya Lilyanne sambil berjalan perlahan mengikuti Putri Ysabelle yang juga sudah melangkah lambat menuju istana.
Putri Ysabelle termenung, mengingat kembali perkataan kakaknya yang masih berusaha membujuk ayahnya agar menunda pernikahan ini. Pangeran Arthur juga menjelaskan pada Ayahnya bahwa, Pangeran Victor, teman baiknya dari kecil adalah calon suami yang baik untuk adiknya. Putri Ysabelle sangat berterima kasih pada kakaknya yang berusaha untuk menolongnya, tapi dalam hatinya dia tahu, ayahnya tak akan berubah. Ada yang lain, yang membuat Raja Armand dan Raja Alexander akan tetap melangsungkan pernikahan ini.
***
Pangeran Hugo yang akan menuju perpustakaan istana berpapasan dengan Perwira Tinggi Yeshaya.
"Selamat pagi, menjelang siang, Yang Mulia." sapa Perwira Tinggi Yeshaya.
Pangeran Hugo mengangguk. "Kau akan bertemu ayah atau sudah akan pulang?" tanyanya.
"Saya baru saja bertemu Baginda Raja. Besok rombongan kami akan berangkat ke Kerajaan Halstead membawa surat dan beberapa dokumen persiapan penikahan Yang Mulia. Ah, dan izinkan saya mengatakan ini, selamat atas pernikahan Anda, Yang Mulia." Perwira Tinggi Yeshaya berucap dengan tulus.
"Melihatmu seperti ini membuatku berpikir seakan kita tidak tumbuh bersama dan sering berebut mainan sejak kecil."Pangeran Hugo terlihat agak muram.
"Ah, maafkan aku Jacques- maksudku Yang Mulia. Kini status kita sudah berbeda. Aku tak boleh sembarangan memanggilmu" Perwira Tinggi itu mulai melunak.
"Boleh bila hanya sedang kita berdua." tegas Pangeran Hugo. "Kita sudah membuat perjanjian tentang ini."
"Baiklah." Perwira Tinggi Yeshaya terdiam sejenak. "Kuharap ... kau dan Lady Maureen baik-baik saja. Sebentar lagi berita pertunanganmu akan tersebar ke luar istana. Tentu kau tak ingin Lady Maureen mendengarnya dari orang lain bukan?"
Pangeran Hugo semakin murung. "Kata Ayah Raja sebaiknya aku diam karena sudah seharusnya keluarga Lady Maureen akan paham dengan posisinya."
Mereka saling memandang.
"Tapi kau tahu aku tak akan kehilangan akal untuk bisa bertemu dengannya kan?" Pangeran Hugo tersenyum penuh makna.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Royal in Love
FanfictionPutra Mahkota Hugo Jacques Hawkins dijodohkan dengan putri dari negeri lain, Ysabelle Jasmine Halstead karena persahabatan kedua Baginda Raja. Berita pernikahan mereka mengejutkan banyak pihak karena sudah menjadi rahasia umum bahwa Pangeran Hugo be...