Bagian V

153 27 11
                                    

Tak ada yang istimewa di pesta ulang tahun Pangeran Jenovan (bagi Pangeran Hugo), bahkan undangan malah banyak yang menyelamati dirinya yang akan segera menikah. Sebenarnya Pangeran Hugo tahu, kalau dia datang fokus perhatian pasti akan pada dirinya. Hanya saja ia merasa harus datang memberikan dukungan pada Pangeran Jenovan dan juga berharap bisa bertemu Lady Maureen.

Akhirnya yang ditunggu tiba juga. Lady Maureen masuk didampingi adik perempuannya. Ia terlihat begitu cantik seperti biasanya. Pangeran Hugo merasa perasaannya ingin meluap, jantungnya berdebar lebih kencang, merasa sakit di setiap denyutnya.

"Tahan dirimu, Jacques."

Pangeran Hugo bisa mendengar Perwira Tinggi Yeshaya mengingatkannya.

Lady Maureen menoleh ke arah Pangeran Hugo. Mata mereka bertemu. Pangeran Hugo memberi kode, mengajaknya bertemu di luar. Lady Maureen mengangguk.

"Yang Mulia..."

"Maureen. My beloved." Pangeran Hugo menggenggam tangan Lady Maureen, menariknya dalam sebuah dekapan.

"Yang Mulia, hentikan." tolak Lady Maureen.

"Maureen, kenapa?"

"Kita tidak boleh melakukan ini, Yang Mulia. Bahkan bertemu seperti ini pun kita tidak boleh."

"Maureen, kau tahu tak ada yang kucintai selain dirimu. Teganya kau melakukan ini."

"Yang Mulia, Anda akan segera menikah."

"Tapi aku tidak menginginkannya." Pangeran Hugo terlihat begitu putus asa. "Maureen, kau tahu, harus tahu bahwa aku tidak menginginkan pernikahan ini. Sampai sekarang hatiku masih menolak pernikahan ini. Tidak ada yang memiliki hatiku selain kau, Maureen. Maafkan aku."

Lady Maureen terdiam memandang pemilik hatinya, hatinya sama hancurnya, hanya saja ia tahu bahwa ia tak berhak untuk menentang pernikahan ini.

"Yang Mulia, jangan berkata seperti itu. Anda harus menikah untuk negara ini. Anda harus mencintai ratu di kerajaan ini kelak."

"Teganya kau berkata seperti itu, Maureen!" seru Pangeran Hugo.

"Yang Mulia, Anda adalah Putra Mahkota kerajaan ini. Calon ratu kerajaan ini tentunya harus yang layak pula."

"Tapi bagiku, kau lah yang pantas Maureen."

Lady Maureen tersenyum getir. "Terima kasih, Yang Mulia. Saya doakan yang terbaik untuk pernikahan Anda. Dan saya harap kita tidak perlu bertemu lagi seperti ini. Ini tidak baik dan tidak benar."

"Tapi Maureen, bagaimana bisa aku tak bertemu denganmu. Maureen...."

"Harus, Yang Mulia. Mohon pikirkan posisi saya, nama baik keluarga saya."

"Maureen. Kau harus tahu, aku tidak pernah menginginkan pernikahan ini, aku tidak pernah mencintai wanita lain selain dirimu. Semua ini di luar kehendakku. Aku hanya menjalankan perintah raja. Aku tak pernah mengkhianatimu. Yakinilah itu."

"Saya mengerti, Yang Mulia. Terima kasih atas segalanya." Lady Maureen tersenyum.

"Maafkan aku Maureen, sungguh maafkan aku." Pangeran Hugo memeluk Lady Maureen, "tolong biarkan aku untuk terakhir kalinya."

Lady Maureen dan Pangeran Hugo saling mendekap, memendam perasaannya masing-masing. Sungguh betapa sakit hatinya menghadapi perpisahan yang tak diinginkan. Ingatan mereka kembali pada janji-janji pernikahan, impian dengan calon putra-putrinya nanti. Semua hanya akan menjadi kenangan.

Perwira Tinggi Yeshaya menepuk kepala Pangeran Hugo yang termenung. Tatapannya kosong.

"Kalian akan baik-baik saja." hibur Perwira Tinggi Yeshaya.

The Royal in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang