Bagian VIII

91 14 2
                                    

Pangeran Viktor menghampiri Putri Ysabelle yang sedang merapikan rambutnya dibantu Lilianne.

"Putri Ysabelle..." sapanya.

Putri Ysabelle mengangguk.

"Selamat, atas kemenangan Anda hari ini, Pangeran Viktor"

"Terima kasih. Yang Mulia, selamat atas pernikahan Anda." Pangeran Viktor mengulurkan tangan.

"Terima kasih." Putri Ysabelle menjabat tangan Pangeran Viktor.

"Semoga pernikahan Anda bahagia."

Lelaki itu terlihat tulus mendoakannya.

Putri Ysabelle mengangguk.

Pangeran Viktor, teman sepermainannya yang juga teman kakaknya. Ada sesuatu yang belum selesai antara mereka berdua.

"Yang Mulia, Anda harus segera duduk." Lily mengingatkan Putri Ysabelle.

Pangeran dan putri itu kemudian saling mengangguk untuk berpisah ke tempat masing-masing.

Putri Ysabelle menghampiri Pangeran Hugo yang sedang mengaduk cangkirnya.

"Yang Mulia, tidakkah baju Anda basah?" Tanya Putri Ysabelle.

Pangeran Hugo mengangkat wajahnya kemudian menjawab enggan.

"Sebentar lagi kering."

Putri Ysabelle duduk di kursinya. Ia menyadari respon calon suaminya tak terlalu ramah padanya. Dalam benaknya ia menimbang mengapa Pangeran Hugo bertindak demikian. Entah karena kepribadiannya atau ia pun merasa terpaksa menjalani pernikahan ini.

"Yang Mulia, bolehkah saya bertanya beberapa hal pada Anda?"

Putri Ysabelle membuka percakapan.

Pangeran Hugo yang sedang menikmati tehnya menoleh. Agak berdebar karena khawatir pertanyaan apa yang akan dilontarkan calon istrinya.

"Silakan." Jawab Pangeran Hugo, berusaha tenang.

"Apakah Yang Mulia menyukai bunga atau memiliki bunga kesukaan?" Tanya Putri Ysabelle riang.

Pangeran Hugo terdiam sejenak. Apakah ia memiliki bunga favorit?

"Saya tidak terlalu suka bunga. Maksud saya, tidak punya bunga kesukaan. Bagi saya bunga sama saja." Jawab Pangeran Hugo.

Mata Putri Ysabelle membulat. "Ah begitukah? Tapi setiap bunga berbeda. Mereka sama seperti manusia, memiliki kepribadiannya sendiri."

"Hmh, jadi Putri Ysabelle adalah pecinta bunga. Tentu demikian." simpul Pangeran Hugo.

"Apakah begitu terlihat?" Putri Ysabelle menjawab malu-malu.

"Tentu saja. Siapa lagi yang akan mengatakan bunga memiliki kepribadiannya sendiri kalau bukan maniak bunga." sindir Pangeran Hugo.

Putri Ysabelle tertawa, "Ya benar. Saya memang seorang maniak bunga. Saya harap Yang Mulia menerima takdir akan menikahi seorang maniak bunga."

Pangeran Hugo mendengus, menahan tawanya. Sepertinya perkataannya menyinggung perasaan calon istrinya.

"Tidak semua orang suka bunga. Kuharap Putri menerima itu." sahut Pangeran Hugo.

Putri Ysabelle terdiam sebelum menjawab, "Ya tentu. Tidak bisa dipaksakan. Kita tidak bisa memaksa orang menyukai sesuatu," ada jeda sejenak "akan tetapi bunga akan bicara untuk Anda saat kita tak mampu menyuarakannya." sambungnya.

Alis Pangeran Hugo terangkat, mulai tertarik.

"Lalu bunga apakah yang nampaknya bisa mewakili perasaanku hari ini?" tanya Pangeran Hugo.

"Saya harus memahami perasaan Yang Mulia terlebih dahulu."

Putri Ysabelle menoleh, berusaha menangkap mata Pangeran Hugo. Pangeran Hugo yang dipandangi berusaha mengalihkan matanya namun aneh, ia merasa tertahan.

"Yang Mulia, maaf menginterupsi, saatnya Anda menyapa para undangan." Lilianne mengingatkan mereka berdua.

"Mari, Yang Mulia. Kita akan mulai perjalanan panjang." Putri Ysabelle bangkit dari duduknya, menghela nafas panjang.

Pangeran Hugo ikut berdiri. Menatap barisan meja undangan, "Tampaknya sangat panjang."  

The Royal in LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang