Saat itu Yeonjun berjalan kaki sendirian, isi kepalanya masih tak karuan. Ia dalam perjalanan pulang dari rumah ibunya. Yang Yeonjun lakukan adalah merapikan rumah, menutup jendela, mengobati luka di lengan ibunya dan menyembunyikan gunting di bawah karpet. Mungkin besok dia akan datang lagi, mengecek kondisinya.
Lampu jalanan menyinari ujung langkahnya yang gontai. Sudah dekat, sebentar lagi ia sampai di rumah yang ditinggalinya bersama adik-adiknya. Namun, di dalam kepala Yeonjun, hal-hal ganjil yang ia lihat di rumah ibunya berlalu-lalang dan bertumpuk-tumpuk.
Satu yang ia ingat betul, dari tumpukan berkas dan kertas acak-acakan yang tak sengaja ia senggol itu, terdapat sebuah buku rekening. Dia sempat melihat isinya, entah dorongan dari mana. Dan Yeonjun bisa melihat sejumlah besar uang yang masuk ke rekening ibunya selama beberapa bulan terakhir. Banyak, uang yang sangat banyak. Beberapa juta, bahkan beberapa miliar.
Dahinya lantas mengerut, dapat dari mana ibunya uang dengan jumlah seperti itu?
Lalu kertas dengan simbol burung biru tua yang mencolok, seperti surat imbauan.
"ARGH!"
Suara teriakan senyap terdengar dari rumah yang berjarak beberapa blok dari langkah Yeonjun, membuyarkan si pemuda dari lamunannya. Teriakan Sunoo.
"Aku nggak mau!"
Suaranya berujung merendah, sepertinya anak itu menangis lagi.
Yeonjun mempercepat langkahnya, membuka gerbang rumah, menata sepatunya lantas masuk ke rumah. Napasnya terengah-engah.
Seperti yang diduga, suasana kacau. Rumah berantakan, Sunoo yang tampak menangis dan memohon-mohon; pada entah siapa, lalu adik-adiknya yang lain. Wajah mereka kebingungan, Jay bahkan berusaha menghubungi Sihyuk. Tapi dari wajahnya yang murung itu dapat disimpulkan bahwa Sihyuk tidak menjawab telepon Jay.
"Sunoo-ya, ada apa?" tanya Yeonjun, perlahan mendekat.
Mata anak laki-laki itu berair, menatap milik Yeonjun. Ia tak langsung menjawab, justru memilih untuk menghambur memeluk yang lebih tua.
"Hei, apa yang terjadi?"
"..Mortem." Napas Sunoo terputus sejenak. "Mortem bilang aku akan mati."
Sunoo menenggelamkan wajahnya, menangis lagi. "Aku nggak mau mati.."
Yeonjun memberikan usapan pelan pada punggung adiknya yang satu itu, berusaha memberikan ketenangan. "Dia berbohong. Kamu nggak akan mati kok."
"Tapi dia selalu jujur.."
Taehyun menghela napasnya. "Dari tadi kita menenangkan dia dan bilang kalau dia akan tetap hidup, tapi dia nggak mau dengar."
Di ujung ruangan, terdapat Beomgyu yang menggerutu sebab menurutnya, rumah telah berubah bak kapal yang terkena badaI. "Nanti aku lagi yang beresin ini semua."
Satu helaan napas lolos, Yeonjun bisa melihat wajah adik-adiknya yang tampak kelelahan dan sama kacaunya. Gila, semuanya semakin menggila saja.
"Pergilah tidur, semuanya. Aku akan membereskan ini."
✄┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈«
Akhir-akhir ini identitas anak-anak yang sempat mendekam di Niñogiz makin banyak terbongkar, entah dari mana sumbernya. Semakin banyak yang diolok-olok bahkan dirundung. Tadi pagi, hampir saja Sunghoon meninju wajah teman sekelasnya sebab mencerca Jisung. Beruntungnya Taehyun dan Jay segera menghentikannya.
Kali ini sudah waktunya pulang sekolah, Sunghoon lebih memilih menyendiri di taman belakang gedung olahraga. Tahun ini akan menjadi tahun terakhirnya bersekolah, tapi rasanya ia tak punya hal bagus untuk diingat.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Gizhi | ft. ENHYPEN and TXT
Fanfiction[ a sequel of Niñogiz ! ] Jungwon kira, Tuhan sudah mengizinkannya untuk hidup bebas. Nyatanya, tempat bersandar yang ia anggap aman, telah mengkhianati setiap mimpinya. TW !! this story might contains ; gore, disturbing descriptions, suicidal thoug...