[ Aku yang melaporkan kehilanganmu pada polisi tahu! Bagaimana kabarmu? ]
"Benarkah? Aku baik-baik saja! Bagaimana kabarmu?"
[ Sedikit tidak baik-baik saja. ]
"Eh? Kenapa? Apa kau sakit?"
[ Haha, tidak kok. Aku merindukanmu. ]
Yeonjun terkekeh, sedikit tersipu. "Kapan-kapan ayo kita bertemu, Wooyoung."
[ Hei, apa kau tidak akan pulang? ]
Yeonjun terdiam. Senyumnya lalu luntur.
"Haha, pulang?" ia tertawa canggung,"Maksudnya?"
[ Jangan pura-pura tidak paham. Pulang ke rumahmu tentu saja. Setelah itu kita bisa bertemu, mengobrol sambil memakan roti isi seperti yang biasa kita lakukan dulu. ]
Yeonjun mengusap tengkuknya gusar. "Maaf, Wooyoung."
Yang berada di seberang telepon terdengar menghela napas.
[ Masih belum siap, ya? Enggak apa-apa kok. ]
"Maaf.."
[ Enggak apa-apa, sungguh. Oh, kau tak ingin tahu kabar orangtuamu? ]
Raut pemuda Choi itu berubah tak nyaman seketika. "Untuk apa aku menanyakan kabar orang yang tak memedulikanku?"
[ Ah, begitu ya... ]
"Aku lelah, Wooyoung. Mari bicara lagi nanti." lalu Yeonjun segera memutuskan sambungan teleponnya dan melempar ponselnya ke kasur.
Ia merebahkan dirinya, berusaha untuk tidak mengasihani dirinya sendiri. Beberapa temannya kini tengah mengunjungi kerabat mereka sekarang. Hanya satu orang saja yang masih berada bersamanya di rumah pagi ini.
Ia merasa begitu sendirian.
Kenyataan bahwa orangtuanya sama sekali tak mencarinya, bahkan sampai saat ini, membuatnya merasa tak berharga.
Apa dia sebegitu tidak dicintai?
Ia menghela napasnya gusar. Menenangkan dirinya sendiri sembari memberi sugesti bahwa semuanya baik-baik saja. Bahwa ia tak akan membutuhkan orangtuanya, sebagaimana mereka tak membutuhkan dirinya.
Tapi, orang terkuat pun tetap bisa merasakan sakit.
"DIAAAM!"
Suara teriakan yang teredam lapisan dinding itu terdengar lagi. Entah untuk kali ke berapa. Yeonjun lalu duduk di sisi ranjang.
Dia mendengarkan suara teriakan itu makin menjadi lagi. Kemudian suara barang yang terbanting dan pukulan tak beraturan.
"KUMOHON! DIAM!"
Kemudian suara teriakan itu terdengar bergetar, seperti akan menangis.
Saat itulah, Yeonjun pergi keluar dari kamar dan menuruni tangga. Manik kembarnya mencari dimana gerangan adiknya itu berada. Saat hendak masuk ke kamar paling belakang, sebuah buku terlempar ke arah depannya hingga membuatnya berjengit.
"Sunoo-ya?"
Yeonjun melihat ke dalam kamar yang isinya sudah berantakan, sekaligus melihat keadaan adiknya yang sedari tadi berteriak.
Selimutnya terjatuh ke lantai, isi bantal berhamburan, buku-buku pelajaran pula sudah berceceran ke sembarang arah dan halamannya banyak terkoyak.
Sunoo duduk di lantai, di sisi kasur sembari menekuk lutut dan menutup telinganya. Di sekujur lengannya yang tersingkap itu terlihat bekas gigitan. Ia menggigit dirinya sendiri lagi karena kesal.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Gizhi | ft. ENHYPEN and TXT
Fanfic[ a sequel of Niñogiz ! ] Jungwon kira, Tuhan sudah mengizinkannya untuk hidup bebas. Nyatanya, tempat bersandar yang ia anggap aman, telah mengkhianati setiap mimpinya. TW !! this story might contains ; gore, disturbing descriptions, suicidal thoug...