Sementara teman-temannya riuh, berdebat dan meluapkan kemarahan mereka, Jungwon hanya duduk di sofa. Jaket kakaknya masih belum juga ia lepaskan. Netranya tak terfokus, ia sudah diam seperti itu selama beberapa menit sekarang. Pagi sudah terbit, tapi suasana rumah itu semakin kacau.
"Apa benar-benar nggak ada jalan keluar dari rumah ini?" tanya Riki, suaranya bergetar.
Taehyun menggelengkan kepalanya, sudah terlalu lemas. Ia pun mendudukkan dirinya di lantai sambil mengusap wajahnya gusar. "Aku sudah mengecek semua jendela, bahkan ventilasi di loteng. Semuanya terkunci."
"Suster kembar sialan itu sungguhan mengunci kita disini?!" Beomgyu menggeram marah.
Semenjak tadi pagi, mereka menyadari keanehan. Seharusnya sebagian dari mereka bisa pergi ke sekolah hari ini, tapi pintu dan segala akses keluar ternyata terkunci. Dan kuncinya tak dapat mereka temukan dimanapun. Di meja ruang tamu, mereka mendapatkan sebuah catatan dari dua suster kembar yang sedari kemarin mengawasi mereka; Sonia dan Sofia. Seharusnya mereka bisa bertemu Sarah dan mengakui bahwa segala yang dikatakannya benar, kemudian meminta penjelasan padanya.
Tapi sekarang, mereka terjebak. Dan pelan-pelan, mereka mulai dilanda panik. Begitu takut sewaktu-waktu akan ada orang-orang yang menjemput mereka, kemudian mereka akan dibawa ke tempat penelitian atau apalah itu.
Beomgyu yang terlampau marah pun serta merta menendang standing lamp hingga jatuh. Malangnya, standing lamp itu oleng dan menimpa Jungwon tepat di kepalanya. "Argh!"
"Beomgyu hyung, hati-hati dong." ujar Kai sambil menghampiri Jungwon yang memegangi kepalanya.
Beomgyu mendengus, lantas ikut menghampiri anak yang kepalanya baru saja terbentur standing lamp itu. "Ya, ya, maafkan aku."
Tapi Jungwon masih terus mengerang, merasakan rasa sakit hebat di kepalanya, seolah-olah ditusuk-tusuk oleh ribuan jarum. Matanya tertutup rapat, menahan sakit. "Argh.."
"Hei, memangnya sesakit itu?" Beomgyu mengusap-usap kepala anak itu, keheranan. "Jungwon?"
"Sakit! Sakit!" Jungwon setengah berteriak. Dia terus mengerang. "Sakit sekali ... tolong."
Anak bulan Februari itu mencoba membuka matanya, tapi pandangannya terus menjadi kabur dan berkedip-kedip di hadapannya. Ada apa dengan kepalanya? Sejujurnya benturan dari standing lamp tadi tak sekeras itu, tapi kepalanya masih bertambah sakit. "Sakit ... sakit!"
"H-hei, aku minta maaf, okay?" Beomgyu ikut panik melihat Jungwon yang terus meraung sambil memegangi kepalanya bak orang kesetanan itu. "Hei, kamu bisa dengar aku nggak?"
Jungwon membuka matanya lagi, tatapannya menderita dan merana. Ia hampir menangis. Tapi lagi-lagi, tatapannya itu kosong.
✄┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈┈«
Jungwon sudah berkali-kali menggelengkan kepalanya, menolak untuk melakukan percobaan lain. Meski tahu bahwa dirinya sudah kebal dan ia telah melakukannya berkali-kali, tetap saja rasa sakitnya akan terasa, dan ia membenci rasa sakit itu. Walaupun suntikan-suntikan yang dijejalkan dalam tubuhnya tak akan membiarkannya mati.
Tapi ia tak mau merasakan sengatan itu lagi. Bagaimanapun, orang-orang berseragam di balik kaca besar sana tak mau tahu, bahkan tak memedulikan raut pilu dari anak laki-laki itu.
Jungwon menghembuskan napasnya berat dan menunduk. Tak apa-apa. Satu kali lagi saja. Ia mengeratkan cengkeramannya pada pegangan kursi yang ia duduki. Rungunya mendengarkan hitung mundur yang bergema, kemudian ia menutup matanya perlahan.
Tepat setelah hitung mundur itu selesai, dari ujung jemarinya, Jungwon dapat merasakan sengatan listrik. Alirannya masih rendah, tapi sudah cukup membuatnya meringis kesakitan. Dan hal itu berlanjut, semakin lama semakin kuat. Jungwon mengerang dan mulai berteriak. Airmatanya menetes lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Gizhi | ft. ENHYPEN and TXT
Hayran Kurgu[ a sequel of Niñogiz ! ] Jungwon kira, Tuhan sudah mengizinkannya untuk hidup bebas. Nyatanya, tempat bersandar yang ia anggap aman, telah mengkhianati setiap mimpinya. TW !! this story might contains ; gore, disturbing descriptions, suicidal thoug...