julia tau sekali dia mengiyakan permintaan eric, seterusnya akan terus seperti ini. tapi apa boleh buat, selagi kerjaan selesai yang penting julia harus segera pulang. dia juga gak berniat berlama-lama di ruangan ini.
ia keluar sambil merapikan pakaiannya, bersiap-siap untuk pulang. hari mulai gelap dan julia masih berada di satu ruangan bersama eric.
julia menemukan eric sedang duduk santai menonton tv dengan sehelai pizza di tangannya dan pop corn. mata mereka bertemu, julia dengan canggung menutup pintu kamar eric lalu berjalan mendekati cowok itu.
"gue pamit pulang dulu—"
"nonton sini temenin gue," eric membuka tempat di sebelah lalu menepuk-nepuknya. julia menatapnya bingung, enggan ikut duduk bersama cowok itu.
"udah malem gue pulang aja," kata julia menatap jam di tangannya.
"justru udah malem lo gak bisa pulang,"
julia gak tau lagi harus respon apa. ini memang cukup malam tapi mana mungkin dia bermalam di apart eric, kan. lagi pula, pasti masih ada ojek online yang mau menerima orderannya di jam segini.
"di bawah kalo udah jam 9 ditutup. buka lagi nanti jam 3 pagi," ujar eric dengan santai.
"kenapa gak bilang daritadi?"
"coba cek hape lo,"
julia segera merogoh ponsel di tas selempangnya. benar aja, eric mengirimanya pesan mengenai hal itu. julia gak sadar karena ponselnya dalam mode 'jangan ganggu'. pantes aja eric selalu kembali subuh-subuh, mungkin karena ini.
julia berdecak, membuka tasnya dan duduk di seberang (bukan di sebelah eric). nafasnya sedikit memburu akibat rasa kesal pada dirinya sendiri.
"gak usah kesel, tungguin aja," mendengar itu jelas julia makin kesal. bisa-bisanya eric bilang begitu.
"lo suruh nunggu sampe jam 3?" dengan gak peduli eric mengedikan bahunya ke atas.
"lagian besok lo ke sini lagi kan ngelanjutin kerjaan," bener sih, tapi kan gak gitu konsepnya.
"dari pada duduk disitu pegel, sini samping gue bisa senderan,"
dahi julia langsung berkerut. gak menangkap maksud eric apa.
"senderan gini nih," eric tiba-tiba memperagakan dirinya bersandar pada sofa(meluruskan bukan bersandar padanya). karena gak ada pilihan lain, julia pindah ke sebelah eric.
"kenapa lo gak samperin aja untuk kasih tau?" tanya julia masih geram. eric dengan pop corn di tangannya mengedikkan bahu ngeselin.
"siapa suruh gak buka hape," begitu jawabnya. julia rasanya mau lempar pop corn itu ke muka nyebelin eric.
dengan mengumpulkan segala keberaniannya, julia menarik pop corn dari pangkuan eric lalu memakannya. jika eric bisa bersikap seenaknya, maka julia juga bisa. bahkan walau mereka adalah partner kerja sekalipun.
sayangnya eric gak keliatan terganggu dengan itu, dia malah melanjutkan nontonnya dengan khidmat. entah apa yang ditonton eric, julia gak tau.
"gue ulang dari awal ya filmnya," ujar eric, seakan memang ingin nonton bersama julia.
"jangan kartun—"
"INI ANIME BUKAN KARTUN!" protes eric tiba-tiba mengagetkan julia.
"ya santai... gue gak ngerti,"
"lo harus nonton. ini judulnya 'kimi no nawa', bagus banget serius,"
"hah apa judulnya?"
"judulnya kimi— 'your name',"
KAMU SEDANG MEMBACA
partner | lia, eric
Fanfiction𝐨𝐧 𝐠𝐨𝐢𝐧𝐠. "why not just make it real?" eric asked.