Bel istirahat sudah berbunyi sejak sepuluh menit yang lalu, menyisakan beberapa anak yang berada di dalam kelas. Regita berdecak sebal ketika mengetahui chat WhatsApp nya sama sekali tak Kirana baca padahal bercentang dua. Rencananya ia ingin mengajak gadis itu ke kantin hari ini.Ia sudah pasti tau Kirana tak sarapan sejak pagi, dan itu sudah menjadi kebiasaan nya. Sudah pasti!
Setiap pagi Rana hanya akan menyuapkan beberapa sendok nasi kemudian berlenggang pergi. Jadi Regita khawatir Rana terserang penyakit gerd.
Sangat tidak cocok jika penyakit itu bersarang dalam tubuh Rana, bukan tanpa alasan Regita menghawatirkan nya. Gadis menyebalkan itu tipe-tipe modelan manusia yang paling bodo amat. Bahkan gadis itu tak mempermasalahkan jika secara tiba-tiba ajal menjemput nya.
"Masa gue harus nyusul ke rooftof! Mana jauh lagi" Regita menggumam bingung.
Kelas nya berada di lantai dua, sedangkan gedung sekolah memiliki 4 lantai. Jadi bisa di bayangkan seberapa lelahnya berjalan dari lantai dua hingga mencapai rooftof.
Sebenarnya sekolah ini menyediakan dua lift dari lantai satu hingga ke lantai 4, lalu tinggal menjamahi beberapa anak tangga untuk bisa menemukan pintu rooftof.
Tapi masalah nya, lift itu hanya bisa di gunakan untuk seseorang yang memiliki kartu keanggotaan. Dan kartu tersebut tidak bisa di buat jika bukan termasuk dalam kategori orang penting. Perlu di garis bawahi, orang penting! Jadi, sudah pasti Regita harus menjamahi ratusan anak tangga.
Gadis itu menghela nafas menatap layar handphone yang menyala terang. Di sana terpampang kontak Kirana.
"Oke, semoga ini bukan hari terakhir gue menghirup udara dunia!"
Pada akhirnya ia lebih memilih untuk memencet tombol telepon pada kontak Rana dengan seribu harapan gadis itu tidak memenggal habis kepalanya dan menjadikan sup bersama potongan wortel dan juga kentang.
*****
"Fuck! Damn it!"
Kirana bangkit dari tidur nya di atas bangku seraya membuang sembarang headset yang semula menempel di telinganya. Dering telepon benar-benar memekik telinga.
Gadis potongan layer itu menatap malas benda pipih di tangan. Yah, mestinya Kirana bersyukur karna handphone nya tidak rusak akibat tak ada yang menelpon. Hanya nomor Regita lah yang setia menghiasi riwayat panggilan itu. Dengan kesal ia memencet tombol hijau yang berada ditengah-tengah layar.
"Kenapa sih, Re?" Kirana bertanya dengan nada yang sedikit ia tinggikan. Alis nya bertaut menandakan ia sedang kesal dengan ulah manusia di seberang telepon.
"Kantin Ra"
"Ck, lo bisa ke sana sendiri!"
"Gue maunya sama lo"
"Gue tunggu di kantin"
"Buruan yaaawww, bye bye"
Tuttt
Sambungan terputus, setelah mengatakan itu Regita langsung buru-buru mematikan panggilan nya sepihak. Jika seperti ini kan Regita menganggap hal itu sudah deal, jadi tak ada alasan untuk Rana menolak.
Paling-paling gadis itu akan datang dengan wajah yang super di tekuk. Tapi jika dia mau, jika tidak ya nasib Regita! Toh ini bukan sekali dua kali selama satu tahun terakhir, jadi Regita sudah kebal dengan apapun reaksinya.
Tapi sepertinya ini hari beruntung Regita, sebab Rana bangkit dari duduk nya dan berjalan mengambil headset yang tergeletak di atas lantai lalu menuju pintu keluar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma: [Kirana dan Lukanya]
Novela Juvenil"Kehidupan adalah penderitaan" -𝒌𝒊𝒓𝒂𝒏𝒂- Dia Kirana! Kirana Aileen Sanusi, nama unik untuk orang yang unik. Gadis jelita dengan tampang jutek nya. Rana tidak pernah berniat untuk merubah kepribadian. Tapi, karna suatu kejadian yang membuat gadi...