6. Artis Dadakan

21 13 60
                                    

"Kenapa? Kaget karna gue tau!" Ucap Regita.

"DIAMMM!" sentak Maya. Gadis itu mengacak rambut nya frustasi, salah satu kelemahan Maya adalah mengungkit masa lalu nya. Ia tak suka dirinya di sebut sebagai perusak kebahagiaan orang ataupun perebut. Mereka lah yang merebut nya, bukan ia.

"Sampai kapan pun lo gabisa lari dari kenyataan May"

"LO─"

"Berani sentuh dia, itu artinya lo siap mati!" ucapan itu sontak membuat ketiganya menoleh ke arah pintu. Di sana sudah terdapat Rana yang bersandar pada pinggiran pintu dengan tangan yang ia masukan ke dalam saku rok sekolah.

Wajah Maya pucat pasi. Ia seperti gadis ketakutan yang di datangin malaikat pencabut nyawa. Sedangkan Sasa sudah buru-buru mundur beberapa langkah, posisi nya yang berada di dekat pintu membuatnya jarak nya dengan Rana tak begitu jauh.

"S─sejak kapan lo ada di situ?" tanya Maya takut, ia takut Rana mendengar semua ucapan Regita barusan. Sungguh, ia tak ingin ada lebih banyak manusia yang mengetahui identitasnya.

Alih-alih menjawab, lantas Rana hanya mengedikkan bahu nya acuh dengan tatapan datar. "3 detik"

Cepat-cepat Maya dan Sasa segera berlenggang pergi dari dalam toilet melewati Rana. Meskipun ucapan gadis itu sangat singkat dan tanpa penjelasan, namun mereka berdua sudah cukup paham dengan apa yang di maksud.

Sepergianya Maya dan Sasa, Rana beralih menatap datar Regita.

"Uks!"

Hanya itu yang terucap dari mulut Rana, tanpa berniat membantu Regita berjala ia lantas berlenggang pergi meninggalkan toilet. Dan sekarang ruangan yang ia tuju adalah uks.

Regita mengulum senyum nya. Meskipun Rana berbicara tanpa ekspresi tapi ia tau bahwa gadis itu peduli terhadap nya. Regita senang Rana menghampiri nya, apa lagi jika bukan untuk mencarinya hingga ke toilet. Ia bahkan terbilang sangat jarang mengunjungi toilet, hanya saat berganti pakaian olahraga lah Rana mau ke tempat ini.

Tak ingin berlama-lama berada di dalam toilet, Regita sesegera mungkin menyusul langkah Rana yang sudah lumayan jauh. Ia terlalu kesenangan hingga melupakan kepala nya yang nyut-nyutan akibat benturan tadi. Pasalnya baru kali ini lah Rana perhatian terhadap nya sampai mencarinya hingga ke sini padahal jarak kelas ke toilet terbilang jauh untuk Rana yang mageran.

*****

"Senyum mu sungguh menawan... Ayu mu sungguh rupawan... Kemana mata memandang..."

"HANYALAH DIRIMU YANG SELALU TERBAYANGGGGGGGGGGGGGGG"

"ASEKKK!"

"Ay-ya-ya... Sungguh mempesona"

"Ay-ya-ya... Saat memandangmu, kumisku bergetarrrrrrrr"

"Ay-ya-ya... Kau sungguh jelita"

"Ay-ya-ya... tak dapat kulupa"

"Ay-ya-ya... Padamu, aku benar-benar cintaaa AAAAAAAA"

Gema bersenandung dengan lagunya seraya memegang buku yang ia gulung seakan benda itu adalah microphone. Dengan pantat yang ia egol-egol kan Gema menari dengan sangat lihaii. Inilah yang di sebut dengan bakat terpendam, Gema sudah mirip seperti artis papan atas yang terbuang di pinggiran kota. Sangat mirip!

"HA-AH-EH-EH-EH-EH-EH"

"Gema setan, bisa diem ga lo!?" Sentak Ale yang bangun dari tidurnya.

Saat ini tak ada guru yang memasuki kelas XII-2 sejak bel masuk pertama tadi, artinya kelas mereka sedang jamkos, dan saat seperti ini lah yang menjadi surga dunianya para murid termasuk Gema, ia jadi dengan bebas bernyanyi tanpa takut guru menegur. Sementara yang lain sibuk dengan dunia nya masing-masing, termasuk Ale yang memilih untuk tidur dan Denta yang sibuk menonton kompetisi-kompetisi memanah para atlet-atlet.

Enigma: [Kirana dan Lukanya]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang