Bel pulang sudah berbunyi sejak setengah jam yang lalu, namun Rana masih setia berada di dalam ruang perpustakaan. Sejak pergantian jam Agaska mengajar, gadis itu tak pernah beranjak dari pojok perpustakaan dengan tiga buku yang ia pegang. Seolah tenggelam dalam dunia nya sendiri Rana lupa akan waktu, ia terlalu menikmati suasana. Hanya dirinya yang tersisa di dalam perpustakaan, semua siswa maupun siswi yang semula ada bersamanya pun sudah melesat pulang.
Perpustakaan luas dengan banyak tempat nyaman untuk duduk membuat siapapun pasti betah berada di dalam sana. Perpustakaan ini adalah hasil ide Rana, dulu saat pertama kali merencanakan membangun sekolah Rana kecil berumur delapan tahun meminta papa nya untuk menyediakan ruang perpustakaan yang besar agar nanti ia puas bermain di dalam nya. Dan ini lah perwujudan dari permintaan Rana kecil, perpustakaan megah nan luas dengan segala buku yang ada di dalam nya.
Sementara di luar, Denta baru saja selesai berlatih panah. Cowo itu memang tidak langsung pulang saat bel berbunyi, ia akan menyempatkan pergi ke ruang panah untuk sekedar berlatih paling tidak satu atau dua kali. Pada umumnya, sebagian anak akan lebih bahagia menghabiskan waktu di rumah, namun berbeda dengan Denta, ia justru lebih menyukai berada di sekolah bahkan berhari-hari sekalipun jika bisa.
Cowo itu menghentikan langkah, dahi nya sedikit mengernyit heran. Matanya menatap curiga ke arah ruang perpustakaan yang masih menyala terang, bukankah seharusnya ruangan itu sudah padam? Merasa penasaran, lantas Denta beralih mematri langkah nya menuju ruang itu.
Perlahan, ia membuka pintu marmer yang terlihat sangat elegan secara hati-hati. Takut-takut ada penyusup yang masuk, pasalnya didalam sana juga terdapat hiasan-hiasan mahal seperti lukisan, patung miniatur yang terbuat dari emas, dan juga pajangan mewah lainya
Denta melangkahkan kakinya perlahan agar sebisa mungkin tak menimbulkan suara. Matanya menyelidik, setelahnya ia bernafas lega. Tepat di samping pintu pak Toni sedang berjaga di pos penjaga dengan menopang dagu serta mata yang sudah sayup seakan meminta untuk di tutup. Tanpa berlama-lama, Denta segera menormalkan langkah kakinya menuju pos penjaga perpus. Ia sedikit takut ingin bertanya, sepertinya pak Toni sudah benar-benar lelah hingga tak menyadari kehadirannya.
"Pak Toni, kok masih di sini?" Pada akhirnya Denta memilih untuk bertanya saja. Ia merasa kasian melihat pak Toni yang seperti nya sudah kelelahan.
Laki-laki paruh baya itu lalu mendongak kan kepala, matanya menyipit menganalisis sebelum memasangkan kacamata minus ke di kedua netra tua itu.
"Ohh, nak Denta toh. Ada apa?" Tanya pak Toni ramah, meskipun usianya yang tergolong sudah tua. Tetapi beliau adalah petugas terbaik yang pernah ada. Jika tak ada beliau, mungkin perpustakaan tak akan sebersih dan senyaman ini.
"Bapak yang ada apa, kenapa masih di sini?" Tanya Denta sekali lagi.
"Anu, masih ada non Rana lagi baca buku" jawab pak Toni, Denta mengangguk paham. Rupanya Rana lah yang membuat pka Toni hingga tertidur di meja kerja nya. Seharusnya kan beliau sudah pulang ke rumah dan beristirahat.
"Dimana dia pak?"
Pak Toni lalu menggerakkan kedua tanganya tanganya mengarah pada ruangan pojok perpustakaan yang terhalangi oleh beberapa rak buku.
"Di sana nak Den" ucap pak Toni seraya tersenyum sopan.
Setelah mengetahui posisi Rana, Denta mengangguk seraya membungkukan sedikit badan nya yang terlampau lebih tinggi dari pak Toni apalagi dengan keadaan beliau yang masih terduduk.
"Terimakasih pak" ucap nya lalu segera melangkahkan menuju tempat yang di tunjuk pak Toni.
Denta menghela nafas pelan. Tepat di depan nya Rana tengah duduk manis seraya membelakangi dengan headset yang bertengger di kedua telinga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma: [Kirana dan Lukanya]
Novela Juvenil"Kehidupan adalah penderitaan" -𝒌𝒊𝒓𝒂𝒏𝒂- Dia Kirana! Kirana Aileen Sanusi, nama unik untuk orang yang unik. Gadis jelita dengan tampang jutek nya. Rana tidak pernah berniat untuk merubah kepribadian. Tapi, karna suatu kejadian yang membuat gadi...