Selamat membaca, semoga suka!
---
Hari ini keluarga Soleh kedatangan tamu keluarga ayah. Sebenarnya dibalik kesuksesan semua ini tidaklah menjamin mendapatkan keluarga yang rukun. Sekarang keluarga ayah memang memiliki eksistensi, namun hal tidak bisa menghindari dari ketidaksukaan dari orang-orang, salah satunya keluarga kakak ayah.
“Setelah sekian lama, Uwa, Om, dan Tante main ke rumah kita,” ujar Jandra.
“Ngomong-ngomong, udah hafal belum anak-anak Soleh?” ujar Heksa. Ia sengaja berkata seperti itu untuk menyindir pamannya, Pian, yang dulu salah mengira dirinya dan Justin.
“Jangan sampai salah lagi,” lanjutnya.“Kamu Heksa, kan?” imbuh Roji.
“Kali aja, Uwa ngira saya Jandra,” jawab Heksa.
Roji tertawa mendengar penuturan ponakannya lalu berkata,“Ada-ada kamu ini.”
Mereka duduk mengempar beralaskan karpet besar langganan digunakan tamu. Mereka duduk melingkar mengelilingi suguhan yang telah bunda siapkan.
“Satu lagi anakmu mana, Leh?” tanya Roji, kakak ayah.
“Malik ada tugas ke Singapura,” jawab Ayah Soleh.
“Wah seriusan A’? Udah sampe luar negeri?” tanya Heni, adik ayah.
“Iya, dia dapet tugas dadakan. Kemarin Senin malam berangkatnya.”
“Kerja dimana dia? jabatannya udah tinggi dong? Gajinya gede dong?” pertanyaan beruntun itu keluar dari mulut Pian, adik ayah, yang merupakan seorang manajer.
“Kerja di Naindo company Alhamdulillah, rezeki Malik.”
“Naindo? Perusahaan besar itu?”
“Iya, Yan.”
Pian merasa tersaingi bahwa keponakan yang ia anggap merepotkan dulu, kini menjadi bekerja di perusahaan multinasional besar.
“Reno masih di Firma hukum Adilah?” tanya Roji.
“Masih, A,” jawab bunda.
Mereka semua mengangguk mendengar jawaban bunda. Jujur saja mereka masih tidak menyangka bahwa keluarga adik dan kakaknya, yang dulu sering mereka lihat sebelah mata sudah menjadi orang-orang sukses. Iri hati tentu ada. Tapi mereka berusaha menutupinya agar tidak terlihat kalah dimata Keluarga Soleh.
“Yang lainnya?” tanya Roji kembali.
“Saking gak pedulinya dulu, sampai-sampai gak hafal tentang keponakan sendiri,” ujar seseorang yang baru saja datang. Dia Reno. Reno bahkan masih berdiri tengah pintu dengan menenteng tasnya.
“Gak biasanya, Uwa, Om dan Tante silaturahmi ke keluarga kita, bukannya keluarga kita itu ngerepotin, ya?” tanya Reno berhasil membekap mulut keluarga saudara ayahnya.
Sudah dibilang bukan, Reno sangat pandai bercakap. Kata ayah mulut Reno itu berbisa. Mulut Reno itu kelebihan sekaligus kekurangannya. Kelebihan karena dengan Reno yang pandai berucap ia menjadi pengacara kondang muda yang cukup ternama. Namun kekurangannya, mulut Reno terkadang mengeluarkan kata yang membuat sakit hati lawan bicaranya sekaligus menjadi sumber dosanya.
“Nenek yang ajak mereka kumpul,” ujar Nenek-nenek berumur sekitar 70 tahunan yang terduduk di atas sofa. “Jaga bicaramu, Reno. Dia itu Uwamu.”
Bahkan setelah melihat kesuksesan keluarga anak keduanya, Ibu masih mementingkan keluarga Roji, si tentara berbintang tanjung tiga.Ayah menarik nafas dalam. Jujur saja ia juga kesal melihat tingkah anak-anaknya yang seakan tidak sopan-santun. Ayah malu dan takut di saat yang bersamaan. Takut jika tingkah anak-anaknya itu adalah buah dari kegagalannya dalam mendidik mereka. Tapi mengingat ke belakang, ia bisa memaklumi sikap anak-anaknya. Rasa sakit hati mereka pasti lebih besar dari pada dirinya. Karena mereka melihat orang tuanya dihina oleh keluarganya sendiri. Siapa anak yang tidak marah orang tuanya dipandang rendah?
KAMU SEDANG MEMBACA
Anak-Anak Soleh (NCT DREAM)
FanfictionSebuah kisah keluarga beranggotakan seorang ayah, bunda, dan ketujuh putranya dalam menggapai cita-cita dan cinta. "Ketika dunia memaksa kalian untuk bertekuk lutut padanya, bukankah itu waktu yang sempurna untuk berdoa?" Cast: Siwon Choi as Ayah S...