XI. Kedai Bersaudara

11 5 2
                                    

Selamat membaca kawan!!!!

------

Terhitung sejak sore lalu, anak-anak Soleh mulai berhemat dan mengumpulkan modal untuk membangun usaha mereka bersama. Setelah pembicaraan mengenai masa depan, mereka berpikir untuk mencari peluang lain agar memperoleh penghasilan.

Heksa, Naja, Chandra, dan Justin berpikir mereka tidak boleh terus merepotkan orang tua dan kakak-kakaknya mengenai biaya hidup dan pendidikannya. Karena Malik, Reno, dan Jandra juga memiliki kepentingan tersendiri yang harus mereka bayarkan.

Di samping itu bahan overthinking mereka mengenai kesalahan tentang jurusan kuliahnya bisa sedikit sirna jika nanti mereka bekerja tidak sesuai kejuruannya.

Sore itu mereka sepakat untuk membuat sebuah kedai kopi dan makanan lainnya sebagai usaha bersama. Kedai itu mereka rencanakan berada di jalan Surya Kencana, dengan menggunakan bangunan tua usang yang disewakan.
Sebenarnya Reno mengusulkan untuk meminjam uang ke bank dengan jaminan sertifikat rumah mereka agar cepat memiliki modal dan cepat pula membangun usahanya. Namun, usulan itu ditolak oleh Malik melalui telepon. Malik ingin sebisa mungkin dari uang pribadi dan jangan merepotkan ayah dan bunda. Sekaligus mewanti-wanti jika nanti terjadi kegagalan dalam usahanya.

Sebenarnya mereka memang punya penghasilan tambahannya sendiri. Seperti Malik dari komisi penjualan buku hasil karyanya. Heksa dari freelance menyanyi dan crew dari sebuah event organizer milik kenalannya. Naja dari jasa joki tugasnya. Chandra dari asisten sensei  karaktenya. Disamping itu mereka juga memiliki sebuah Channel YouTube berisi video cover musik mereka yang baru memiliki lima ribu subscribers.

“Entar konsep usahanya mau pakai nama kedai?” tanya Malik. Tadi malam ia pulang setelah dua Minggu berkutat dengan kesibukannya. “Kenapa gak cafe aja?” lanjutnya.

“Cafe udah sering, kalo kedai kayak klasik gitu. Jadul.  Lagi pula bangunannya gak bakal kita bagusin banget kan?” imbuh Chandra.

“Enggaklah, gak cukup duitnya. Lagian kan kita nyewa bangunan, kalo dibagusin enak banget pemiliknya,” ujar Reno.

“Iya Bang, kita cuman benerin beberapa sisi bangunan yang sekiranya parah aja,” ujar Jandra.

“Tema kedainya?” tanya Justin.

“Gimana biar irit kita buat kayak unfinished building?” Usul Heksa.

“Maksudnya?” tanya Naja.

“Jadi tempatnya kayak bangunan belum selesai aja. Tembok yang ancur robohin terus rapihin. Gak usah bangun tembok lagi biar aesthetic. Anak sekarang pada suka yang aesthetic-aesthetic buat di upload ke media sosialnya,” jelas Heksa.

Justin menggebrak meja sebagai reaksi dari perkataan Heksa. “Boleh tuh, bagus.”

“Oke deh, soal tenpat kita serahkan aja sama si anak arsitektur,” ujar Malik yang mendapat sorakan dari yang lainnya.
“Siap, Hek?” lanjutnya.

“Siap! Akhirnya ilmu gue terpakai juga. “

-----

Heksa terduduk di bangku pinggir danau Universitas Cahaya Bangsa. Sambil menunggu kelas selanjutnya lebih baik ia memikirkan konsep dan hal-hal yang dibutuhkan untuk kedainya nanti. Suasana kampus siang ini yang tidak terlalu terik dan suasana kampus yang tenang membuat pikirannya sedikit tenang.

Ia ingin kedainya nanti digemari banyak orang. Dengan modal seratus juta rupiah ia harus bisa meminimalisir biayanya. Sebenarnya tabungan usaha mereka baru terkumpul delapan juta. Namun, tiba-tiba saja ayah memberikan uang seratus juta kepada mereka setelah mengetahui niat anak-anaknya. Hak yang mereka hindari justru ayah yang lakukan. Menggadai sertifikat rumah.
Sekarang tinggal mereka yang mengusahakannya agar cukup untuk modal awalnya. Heksa juga harus menekan biaya arsitektur bangunannya.

Sedang asik membayangkan bentuk kedainya. Ketenangan Heksa terusik oleh suara gaduh di belakangnya.

“Slide ke-13, itu kurang rapi, Mar.”

Heksa memutar kepalanya, menatap ke arah pelaku kegaduhan itu. Senyum Heksa terbit setelah melihat pujaan hatinya berada di sana.

“Itu yang slide ke-15 hurufnya gedein dikit, Mar.”

“Lun, elah lu bawel banget!” gerutu Teni yang berada di samping Rimar yang sedang berkutat dengan laptopnya.

“Iya, Lun, bentar. Ini juga mau gue benerin, kok,” ujar Rimar.

Luna mendengus malas, argh! ia kesal menjadi seorang perfeksionis.

“Mar, ada Heksa tuh, lagi jalan kesini,” ujar Luna ketika netranya melihat sesosok lelaki berjalan ke arah mereka.

“Halo eneng-eneng anu geulis!” sapa Heksa.

“Hai!” jawab Teni dan Luna.

“Berisik banget sih, ada apa?”

“Gak ada apa-apa,” jawab Rimar yang masih fokus pada laptopnya.

Heksa melipat bibirnya ke dalam dan mengangguk-angguk. “Mar, malam sibuk gak?”

“Sibuk. Gue ada tugas.”

Heksa menganggukkan kepalanya. Sungguh ia bingung untuk melakukan perbincangan degan gadis itu. Padahal jika sedang berkhayal banyak sekali yang jngin ia katakan. Tapi kenapa saat bertemu langsung ia bingung sendiri?

Belum sempat puas berdekatan dengan Rimar, si bangsat Deri menelepon dan memaksanya untuk ke warung Inem di kantin fakultas Bahasa. Ia meminta di temani untuk bertemu gadis yang disukainya disana.

Dasar Deri, mau PDKT tapi gak ada nyali!

-----

Anak-anak Soleh sedang berada di ruang tengah. Mereka kembali membahas mengenai keperluan apa saja yang diperlukan untuk kedai mereka.

“Buat hiasannya, gimana pakai lukisan Mas Reno? Terus hasil jepretan Naja?” ujar Jandra.

“Oh iya boleh tuh,” jawab Malik
Heksa mengeluarkan sketsa gambarannya ke tengah-tengah mereka. Dan menjelaskan apa saja yang akan ada dan apa saja yang dii perlukan.

“Bagus, gue setuju,” ujar Reno setelah mendengar penjelasan Heksa.

“Gue juga setuju,” imbuh Malik yang disetuju pula oleh semua adik-adiknya.

“Nama kedainya apa?” tanya Justin.

Anak-anak Soleh tampak berpikir, mereka menerawang langit-langit rumah yang di sebagian sisi chat-nya luntur itu. Terlalu sibuk keuangan dan konsep bangunan sampai melupakan nama usaha yang penting itu.

“Kedai Marendra Hekna Chantin.” Usul Heksa sambil terkekeh. Idenya sungguh tidak jelas.

“Apaan tuh artinya?” tanya Jandra.

“Dari nama kita. Malik Reno Jandra Heksa Naja Chandra Justin,” jawab Naja yang mendapat hadiah tepuk tangan dari si pengusul.

“Ribet anjir!” sanggah Jandra yang disetujui oleh Malik, Reno, Naja dan Chandra.  Kalau Justin sih dia mah mengikut aja. Malah dia senang dengan kata Chantin. Menurutnya unik dan lucu.

“Kedai Bersaudara,” ujar bunda baru saja datang dari dapur yang berhasil mendapat seluruh atensi putra-putranya. Bunda Membawa sepiring pisang goreng ke tengah-tengah anak-anak Soleh yang sedari sibuk bermusyawarah.

“Boleh tuh, usulan Bunda,” ujar Reno.

“Udah itu aja,” imbuh Naja.

Anak-anak Soleh lain langsung menganggukkan kepalanya. Mereka setuju dengan usulan bunda. Akhirnya mufakat telah tercapai.

Kedai Bersaudara. Bukan hanya sebatas perwakilan usaha Soleh bersaudara, juga diharapkan nama tersebut menjadi pengingat jika sewaktu-waktu nanti terjadi ketidakakuran dalam menjalankan usahanya. Pengingat bahwa pemilik dan pendiri kedai merupakan sebuah saudara. Juga menjadi harapan terciptanya rasa persaudaraan antar pemilik, pegawai, dan customer.

----

Sekian part kali ini, terima kasihhh !!

Jangan lupa vote, comment, dan follow!!!

Anak-Anak Soleh (NCT DREAM)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang