"Kalau saya jadi istri Kak Malik berarti boleh ya?" tanya Fatimah spontan.
Malik tersentak. Laki-laki itu tak pernah menyangka pertanyaan itu keluar dari bibir Fatimah. Sejenak, Malik berdehem. Ia menatap Fatimah sekilas. "Bisa dibicarakan dengan orang tua saya."
Mendengar jawaban Malik, Fatimah terkekeh. Perempuan itu menggelengkan kepalanya. "Saya gak ada niat buat melamar Kak Malik, kok. Itu cuma pertanyaan spontan aja."
Malik mengangguk pelan. "Ucapan adalah doa."
Fatimah tersenyum. "Kalau jodoh saya Kak Malik, saya gak masalah. Sekalipun gak ada cinta diantara kita."
"Kenapa?"
"Saya udah terlalu capek sama drama hidup ini. Walau Kak Malik bukan siapa-siapa saya dan saya gak ada rasa apapun. Kak Malik itu suami idaman, bikin hati saya adem setiap kali dengar kajian atau nasihat dari kakak." Fatimah mengulum bibirnya, tampak berpikir. "Apa ya, semacam Kak Malik punya aura positif dan bikin tenang gitu."
Malik hanya tertawa pelan.
"Jadi, kapan saya bisa pergi ke Ponpes Al-Mutawally?" tanya Fatimah.
"Sebisanya kamu saja."
Fatimah mengangguk pelan. "Kak Malik terlalu baik ya. Maaf, saya terlalu merepotkan. Saya mengerti sih kekhawatiran dari orang tua Kak Malik. Jadi, saya gak masalah kalau semisal bantuan dari Kak Malik cukup sampai di sini." Nada bicara Fatimah terlihat melemah, bukan karena berniat menarik simpati Malik. Perempuan itu lebih ke berpikir bahwa dirinya selalu merepotkan semua orang. Entah itu orang tuanya, Ustadzah Nisa, Davian sampai Malik yang baru dikenalnya.
"Jangan menyalahkan diri."
Fatimah tersenyum tipis. "Iya, Kak." Fatimah beranjak dari duduknya.
Malik baru saja keluar dari ruang UKM Aktivis Dakwah. Laki-laki itu, memilih keluar terakhir dari ruangan karena tak mau berdesak-desakan.
"Malik."
Malik berbalik. Menatap seorang perempuan dengan hijab lebar dan niqab yang menutupi sebagian wajahnya. Perempuan itu berjalan pelan menghampiri Malik yang diam menunggu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gapai Aku [TAMAT]
Teen Fiction(#ISTIQAMAHSERIES) Fatimah Az-Zahra tak pernah menyangka akan mengalami masa dimana imannya berada dititik terendah. Bergelut dengan segala pikiran negatif dan cobaan bertubi-tubi yang tiada habisnya. Seolah Fatimah tak diizinkan untuk bangkit baran...