14 : Bukan Manusia Sempurna

206 22 0
                                    

Ini kali kedua Malik memaksakan diri untuk menjemput Elisha

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ini kali kedua Malik memaksakan diri untuk menjemput Elisha. Bukan tanpa alasan, ditengah kesibukannya sebagai anggota di UKM Aktivis Dakwah di kampus, sekaligus terkadang mengisi kajian dibeberapa tempat membuat Malik terkadang tak sempat menjemput sang adik. Lagi pula Elisha juga memaklumi kesibukan kakaknya, jadi Malik tidak merasa terlalu terbebani.

Helaan napas keluar begitu Malik turun dari mobil, ini bukan mobil miliknya, melainkan mobil milik Abah Yusuf.

Tak lama murid SMA Nusantara baru saja keluar dari gerbang, sebab bel baru saja berbunyi. Malik yang sedang bersandar di mobil, menajamkan penglihatannya. Mencari keberadaan Elisha sekaligus Fatimah.

Malik menunduk sebentar, mengacak rambutnya. Sejujurnya ia merasa sedikit terbebani oleh permintaan Abah Yusuf, soal ia yang harus menanyakan penyebab Fatimah tak pernah mampir ke Ponpes Al-Mutawally selama 2 minggu ini. Padahal biasanya paling tidak Fatimah akan ke ponpes seminggu sekali.

Awalnya Malik memang iba dengan Fatimah yang tampak hopeless dengan hidupnya. Ia berniat membantu. Sayangnya sejak orang tuanya mengatakan kalau Malik akan meminang Hilya. Secara naluriah, Malik merasa harus membentang jarak dengan Fatimah. Meski sebenarnya Hilya juga tidak tahu Malik akan melamarnya.

"Kak Malik!" Seruan dengan nada cempreng itu membuat Malik mengukir senyum, balas melambai pada Elisha.

Elisha langsung masuk ke mobil. "Ayo, Kak."

Malik menatap Elisha. "Kakak mau ke dalam dulu sebentar, ya." Malik kemudian menutup pintu mobil, lantas melangkah memasuki area SMA Nusantara.

Malik nekat masuk bermodalkan bertanya pada murid-murid SMA Nusantara yang melintas. Karena memang, baik Fatimah mau Malik tak pernah sekalipun bertukar nomor telepon. Fatimah yang pasti hanya menyimpan nomor Abah Yusuf yang memang bertanggung jawab untuk membimbing Fatimah.

Setelah menanyakan kesana kemari, Malik akhirnya menemukan sosok Fatimah yang tengah mengobrol dengan seorang laki-laki di dalam kelas. Malik bergegas masuk ke dalam kelas. "Fatimah."

Tawa Fatimah dan laki-laki itu terhenti begitu ada suara yang mengintrupsi. Fatimah berbalik. "Eh, Kak Malik." Raut wajah Fatimah seketika bingung. "Kenapa, Kak?"

"Bisa bicara sebentar."

Meskipun bingung, Fatimah mengangguk setelah pamit sebentar pada Davian.

Begitu keduanya berada di luar kelas, Malik langsung bertanya pada intinya. "Kenapa kamu gak ke ponpes selama 2 minggu ini?"

"Saya sibuk belajar."

"Abah nanyain, setidaknya tolong jangan membuat orang lain repot. Baiknya kamu memberitahu pada Abah jika memang tidak bisa ke sana," jelas Malik panjang dengan nada dibuat selembut mungkin. Meski tetap saja, ada beberapa kata yang ditekankan oleh Malik yang secara tak langsung menyindir Fatimah.

"Baiklah. Terimakasih sudah repot-repot kemari, Kak," balas Fatimah tak kalah santai, meski begitu Malik dapat menangkap nada sindiran balik.

"Fatimah udah?" tanya Davian yang sekarang menyenderkan tubuhnya di kusen pintu kelasnya.

Fatimah mengangguk sekilas, kemudian menatap Malik lagi. "Kak Malik tenang saja, setelah ini saya akan pamit sama Abah. Saya gak akan merepotkan siapapun lagi."

Untuk pertama kalinya, Fatimah melihat sisi menyebalkan sosok Malik Al-Fatih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Untuk pertama kalinya, Fatimah melihat sisi menyebalkan sosok Malik Al-Fatih. Sosok yang dulunya ia kagumi karena kehalusan dan kehati-hatian dalam bertutur kata. Tetapi, memang ini salah Fatimah, ia terlalu memuja sosok Malik. Karena walau bagaimana pun Malik juga manusia yang punya kurangnya.

Entah kenapa Fatimah tetap saja merasa kecewa. Ditambah lagi suasana hatinya yang semula ceria mendadak mendung, sejak Malik mengatakan kalimat menyebalkan tadi di sekolah.

Fatimah menatap pada langit malam. Merenungkan tentang hidupnya. Apa yang harus ia lakukan ke depannya? Fatimah masih bingung. Meski begitu, kehadiran Davian cukup membuat Fatimah bersemangat lagi. Dan Fatimah berharap ia akan selalu merasa begini.

"Lo masih belum mandi?" tanya Davian begitu memasuki kamar Fatimah.

Davian duduk di tepi kasur menatap Fatimah yang masih berbalut seragam. Tatapan Davian kemudian beralih pada jam dinding yang tertempel di atas meja belajar. "Ini udah mau jam setengah tujuh loh. Tumbenan banget, lo udah shalat kan?"

Fatimah mengambil handuknya yang digantungkan di pintu. Lantas ia mengambil beberapa pakaian di lemarinya. "Belum, emang kamu udah?"

Davian tertawa. "Wah, ngeremehin. Udah dong."

Fatimah melangkah keluar kamar. Di rumah ini memang kamar mandi letaknya di dekat dapur, tidak disetiap kamar. "Lain kali, ketuk pintu dulu. Untung aku masih pake kerudung."

Setelah mengatakan itu, Fatimah sudah benar-benar keluar. Menyisakan Davian yang sibuk memainkan HP-nya, sesekali ia juga mengamati interior kamar Fatimah yang dominan berwarna mocca.

Davian menatap bingkai foto di atas nakas. Itu adalah foto saat Fatimah dan Davian masih kecil. Sesaat ia menatap foto itu sendu. Sebelum kemudian menggelengkan kepalanya. "Fokus, Dav!" tegas Davian pada dirinya sendiri.

See you next part guyss❤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

See you next part guyss❤

08/05/2023

Gapai Aku [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang