First-Person POV: Jade
Here i am. Berdiri dihadapan kepala sekolah dan dijaga oleh ketua asrama Slytherin dan Hufflepuff dibelakang. Ruangan kepala sekolah tidak terlalu buruk, bahkan ini sangat bagus.
Well... berhenti memperhatikan suasana sekitarmu, Jade, statusmu sebagai siswa disini berada diujung tanduk.
"Miss Meadow, apa benar kau menodongkan senjata api pada Miss Parkinson?" tanya kepala sekolah memulai pembicaraan sejak tadi aku berdiri hampir setengah jam.
"Benar, sir—maksudku profesor," jawabku. Bodoh, entah kenapa aku merasa bodoh didalam ruangan ini.
"Apa alasannya?" Kepala sekolah kembali bertanya. Aku bersumpah janggutnya mengganggu penglihatanku. Mungkin karena pemandangan janggutnya aku merasa bodoh disini.
"Dia mendorongku hingga jatuh, profesor, jika kau tidak percaya kau bisa lihat sendiri," aku mengangkat sedikit rokku menunjukkan luka yang sudah diobati oleh madam Pomfrey. "Jika kau masih tidak percaya kau bisa bertanya pada madam Pomfrey kalau ini luka tergores lantai."
"Aku memaklumi alasanmu untuk membela diri, tapi kenapa senjata api? Itu bisa melukai temanmu, Miss Meadow."
Aku mengeluarkan pistolku. "Ini kosong, profesor, tidak ada peluru," ucapku mencoba menembakkan pistolku yang kosong.
"Kami akan menyita senjata apimu sampai orang tuamu datang dan menyerahkan padanya. Sekarang kau boleh melanjutkan pelajaranmu."
Shit. Pistol ini bahkan belum seratus persen jadi. Disita? Ide buruk, sangat buruk karena ayah akan mengembalikannya padaku. Pistol ini milikku, ayah tidak pernah mau menyimpan barang yang bukan miliknya.
Aku meletakkan pistolku diatas meja kepala sekolah lalu berkata, "Terima kasih, profesor."
————————
Aku melanjutkan semua kelas yang kuambil hari ini. Mantra, Transfigurasi dan terakhir Astrologi.
Hari ini cukup membosankan karena Evan tidak pergi kekelas. Dia mendapatkan izin untuk latihan Quidditch bersama tim Slytherin yang lain.
Aku tidak suka berteman dengan Hannah dan Susan karena yang mereka bicarakan hanya laki laki, pakaian, dan bagaimana cara mendapatkan kekasih.
Sejak aku kecil, aku diajarkan untuk mandiri oleh ayahku. Berhati dingin adalah salah satu dari pelajaran itu. Diusiaku yang sekarang sudah memasuki 17 tahun hampir 18, aku belum pernah merasakan bagaimana jatuh cinta. Boro boro jatuh cinta, ciuman pertama pun aku tak pernah merasakannya. Memikirkannya saja membuatku ingin muntah.
"What you read, love?" Seseorang duduk disampingku. Aku tahu betul suara itu datang dari siapa.
Aku sedang tidak membaca tapi dia bertanya buku apa yang sedang kubaca. Well.. karena aku sedang memegang sebuah buku yang baru saja kupinjam dari perpustakaan.
Aku memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Riddle. Dia akan sangat menyebalkan jika aku mulai membuka suaraku.
"Kau tahu Helga Brandt?" tanyanya, lagi! Aku benar benar muak dengan laki laki ini. Dia ada dimana mana!
"Tentu aku tahu, aku sudah menonton semua film James Bond," jawabku menaikkan nada suaraku tak tertarik menatap wajahnya saat bicara. Karena jika aku menatap wajahnya, jantungku akan berdegup sangat kencang seperti hari itu.
"Menonton? Aku sudah membaca novelnya." Aku bersumpah wajahnya sangat menyebalkan, seperti dia tahu semuanya.
James Bond adalah karakter fiksi favoritku, aku tidak tahu aku suka James Bond dari siapa. Ayahku? Dia selalu merasa bosan menonton James Bond bersamaku. Karena ayah bilang jika itu hanya fiksi, sedangkan James Bond asli adalah dirinya. Yeah.. ayahku kadang sangat narsis.
KAMU SEDANG MEMBACA
Defouted || Mattheo Riddle
FanfictionSlytherin boys series #2 Ini bukan tentang The-boy-who-lived. Ini tentangku yang harus menggantikan posisi saudari kembarku untuk bersekolah disekolah sihir terbesar di Inggris. Dia menyembunyikan banyak rahasia tentang dirinya sebelum dia pergi. Tu...