Chapter 12

270 28 0
                                    

Haechan merebahkan tubuhnya di atas kasur sambil menghelakan nafasnya panjang. Hari ini adalah hari yang panjang untuknya. Ia tersenyum mengingat reaksi abangnya saat ia meneleponnya tadi. Ia senang Taeyong bangga dengannya. Ia bertekad harus bisa terus-menerus membuat keluarganya bangga padanya.

Pintu kamar terbuka menunjukkan pria surai biru yang akhir-akhir ini jarang ia temui di kamar, masuk dengan bunga di tangannya yang membuat Haechan sedikit mendengus.

"Hyuckieeee, semangat untukmu~
Kok lo tadi buru-buru banget? Renjun ampe manggilin terus tadi."

Haechan mengigit bibirnya pelan. Kalau dipikir-pikir tindakannya tadi itu sangat memalukan.

"Tadi Taeyong-hyung telepon, jadi gua buru-buru pergi buat jawab."
Haechan menjawab sambil memalingkan wajahnya dari Jaemin dan berpura-pura sibuk dengan ponselnya. Ia tidak ingin pria yang lebih tinggi itu menyadari kebohongannya.

"Ahh.. I see. Oh ya, lo ingat Ji-Ah? Dia ngajakin makan malam bareng trus dia nyuruh gua buat ngajak lo juga, mau ga?"

Haechan menyernyitkan dahinya sambil tetap membelakangi Jaemin. Ia tidak tau mengapa ia merasa kesal dan mendengar ajakan pria lebih muda itu malah membuatnya semakin kesal.

"Lo aja pergi, gua capek."

Jaemin sedikit kecewa mendengar penolakan Haechan. Ia ingin menghabiskan waktu bersama Haechan.

"Ayolah, kita makan malam ba-"

"GUA BILANG GUA CAPEK, JAEM."
Haechan berbalik badan menatap Jaemin kesal.

Jaemin terkejut mendengar Haechan meninggikan suaranya. Ia tidak pernah melihat Haechan yang kesal atau marah seperti ini, apalagi padanya.

Haechan yang menyadari apa yang baru saja ia lakukan segera mengambil ponselnya dan berjalan keluar kamar. Ia tidak tau apa yang terjadi dengan suasana hatinya, namun kini ia butuh waktu untuk mendinginkan kepalanya.

Jaemin yang masih terkejut hanya menatap pintu kamar yang sudah kembali tertutup. Ia sangat sakit hati melihat Haechan yang marah padanya.

Ponsel Jaemin tiba-tiba berdering, menyadarkannya dari pikirannya.

"Lo dimana? Cepetan gua dah nungguin nih! Jangan lupa ajak Haechan!"

Jaemin terdiam sejenak sebelum menjawab orang di seberang telepon.
"Gua pergi sendiri."

Ji-Ah yang mendegar suara Jaemin yang bergetar tidak menjawab apa-apa. Ia sadar pria dengan surai biru itu sedang dalam suasana tidak baik.

***

Jaemin membuka pintu kamar yang ia tempati bersama Haechan dengan perlahan, tidak ingin membangunkan pria beruang yang bisa saja sedang tidur. Namun, ia hanya tersenyum miris melihat tempat tidur milik pria manis itu kosong.

Ia benar-benar tidak mengerti mengapa Haechan sangat marah padanya. Selama ia makan bersama Ji-Ah tadi, ia tidak bisa berhenti memikirkan Haechan yang marah padanya. Ia berharap bisa segera berbicara dan menyelesaikan masalah mereka. Ia sudah merindukan pria manis itu.

***

Haechan menatap pantulan dirinya di cermin ruangan latihan tempat ia menghabiskan malam. Ia terlihat sangat berantakan dan penuh dengan keringat. Perasaannya sudah membaik setelah menghabiskan seluruh pikirannya untuk latihan. Ia masih tidak mengerti mengapa ia merasa kesal namun yang pasti, menaikkan suara pada orang yang tidak bersalah itu adalah tindakan yang kekanak-kanakan. Ia harus minta maaf pada Jaemin.

"Haechan?"

Haechan terkejut saat namanya dipanggil di tengah-tengah kesunyian ruang latihan.

"Mark hyung."

Haechan segera merapikan pakaian dan rambutnya yang berantakan setelah menyadari kehadiran yang lebih tua.

"Lo sepagi ini udah latihan? Rajin banget."
Mark tertawa kecil sambil merapikan rambut Haechan yang lepek karena keringat.

Wajah Haechan memerah malu mendengar pujian dari yang lebih tua.

"Tunggu, jangan bilang lo semalaman latihan disini???"
Mark melihat sekeliling ruangan latihan itu dengan teliti. Ruangan itu terlihat terpakai dalam waktu yang cukup lama.

Haechan yang mendengar tebakan Mark menundukkan kepalanya.

"Lo gapapa? Ada masalah?"
Mark bertanya sambil menatap pria manis itu dengan khawatir.

Haechan yang memang merasa bingung dengan suasana hatinya kemarin, memutuskan untuk menceritakannya pada Mark. Ia merasa mungkin pria lebih tua itu bisa membantunya.

Mark tertawa pelan setelah mendengar cerita Haechan membuat pria lebih muda itu menatap Mark kesal.
"Kok ketawa sih?"

"Sorry sorry. Lo innocent banget."
Mark mengusak rambut Haechan pelan karena gemas.

"Lo tuh suka sama Jaemin. Lo cemburu karna Jaemin dekat sama Ji-Ah."

Wajah Haechan memerah mendengar perkataan Mark. Dia??? Pada Jaemin???

"Tap-Tapi kan gua sukanya ama Mark-hyung.."
Haechan berbisik pelan pada dirinya sendiri. Namun ruangan sunyi itu membuat Mark masih bisa mendengar perkataan pria beruang itu.

Mark tersenyum lembut. Ia tidak bodoh untuk tidak menyadari sikap Haechan padanya. Namun..
"Lo yakin?"

Haechan menatap Mark bingung.

"Lo yakin suka sama gua?"

Haechan terkejut karena Mark ternyata mendengar bisikannya, namun wajahnya berubah bingung setelah mendengar pertanyaan Mark.

"Yang lo rasain itu, bukan suka. Tapi mengidolakan."
Mark menjelaskan.

Haechan terdiam. Ia yakin ia menyukai pria di depannya.

"Mau gua buktiin?"

Sebelum Haechan mencerna pertanyaan Mark, pria lebih tua itu mendekati wajahnya. Ia bisa merasakan nafas hangat pada kulitnya. Sebelum bibir mereka bertemu, bayangan wajah Jaemin yang kecewa semalam membuat Haechan memalingkan wajahnya. 

BRAK

Haechan dan Mark terkejut mendengar suara pintu ruangan yang mereka tempati terbanting tutup. Haechan bersumpah ia melihat bayangan surai biru yang sangat ia kenal berlari meninggalkan ruangan yang mereka tempati.

Mark yang menyadari ia baru saja memperparah masalah adik-adiknya menggaruk lehernya dengan canggung.
"I f*cked up.."

---

Sampai sini dulu, makasih yang udah nungguin story ini, sorry kalau ada salah-salah, see you next update~

Dream High || • NahyuckTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang