Bagian 2

494 30 5
                                    


Dengan langkah berat , jiwa memasuki Lingkup sekolah. Sedikit takut dengan beberapa pandangan Dari siswa lain yang berpapasan dengannya.

Beberapa gadis tampak berkerumun dan tengah membicarakan dirinya.

"Jadi dia seorang gay??"
"Katanya Ia lahir tanpa seorang ayah. Ah ibu nya saja bukan orang baik baik"
"Semalam bahkan berani memberikan coklat pada Dewa?? Menjijikan!!"

Cukup!!!

Jiwa lebih memilih mendingin kan kepala nya dalam toilet. Jika tetap menuju kelas, cacian tersebut akan terus menusuknya.

Jiwa memandang pantulan nya di cermin. Melihat seluruh tubuhnya.

'apa aku sebegitu menjijikan? '

'apa aku tak bisa bahagia hanya karena disebut anak haram??'

Berbagai pertanyaan terus terlintas dalam benaknya.

"Ji.!!"

Dengan sedikit tergesa Dewa masuk dan segera melihat kondisi Jiwa saat ini.

Dewa sudah tahu dengan berbagai tanggapan siswa lain mengenai Jiwa dan juga sebuah video dimana Jiwa memberikan coklat. Tentu saja ulah Cakra dan dia yang menyebarkan nya.

"You okay??" . Dewa meneliti setiap tubuh Jiwa. Cemas akan teman di hadapan nya.

Jiwa tak lekas menjawab. Namun buliran air lolos dari matanya dan walau tanpa suara, Dewa tahu Jiwa tengah menahan tangis saat ini.

"Maaf kan aku .. telah.. membuat mu malu"
Ucap Jiwa di sela isakannya.

"Hei, kenapa meminta maaf? It's not your fault, okay"

"Mungkin aku akan berjarak dengan mu agar kau merasa nyaman" ucap Jiwa lagi. Tubuhnya ringkih. Kepala nya di tundukkan dan tangannya berusaha menyembunyikan air mata nya yang terus menetes.

"Tidak... Aku baik baik saja berteman dengan mu. Tak usah mempermasalahkan nya. sekarang berhenti lah menangis. Aku tak bisa melihatmu seperti ini"Dewa memeluk Jiwa erat.

Ah nyaman sekali memeluk pria yang lebih kecil darinya ini. Dan sedikit perih mendengar isakan Jiwa yang mulai terdengar saat ia memeluknya.

Menjadi Seorang Jiwa pasti berat. Bagi Dewa Jiwa adalah seorang pejuang. Jiwa begitu sabar dengan segala cobaan hidupnya. Hidupnya begitu keras. Dewa mengagumi keteguhan Jiwa menjalani hidupnya. Biarpun semalam sedikit syok dengan pengakuan Jiwa padanya, tapi Dewa tak memperdulikannya. Sejak awal ia sudah menganggap Jiwa seoranb teman.

"Apa kau lapar?? Ayo kita ke kantin"

Mereka masih berada di toilet melewati jam pertama pelajaran. Dan ini sudah waktunya istirahat. Jiwa sudah tak lagi menangis tapi masih tidak mau memandang wajah dewa. Menyembunyikannya di antara kedua tangannya dan bersimpuh memeluk lututnya .

"Ji... Ayolah!! Aku sudah lapar. Kalau gitu, kau berada di kelas dan aku akan membelikan mu. Kau setuju?" Tawar Dewa.

Jiwa hanya mengangguk pelan dan perlahan berdiri. Dewa mengulurkan tangannya dan membantu Jiwa. Keduanya menuju kelas. Jiwa merasa perjalanan menuju kelas begitu lama sekali. Tatapan merendahkan dari setiap orang yang ia temui selalu didapatkan. Jiwa terus menunduk. Tak berani menatap wajah-wajah penuh hinaan.

Sampai di kelas, tak banyak yang berada dikelas. Hanya sekelompok gadis yang memakan bekal di kelas atau sekedar mengobrol. Semuanya diam saat Dewa dan Jiwa datang.

Jiwa mendesah lega saat berhasil menduduki kursinya sendiri. Membenamkan kepalanya diatas meja.

"Aku akan pergi ke kantin. Kau mau ku belikan apa??"
"Apa saja. Terima kasih" ucap Jiwa sedikit menyembulkan wajahnya menatap Dewa yang tersenyum.

JIWA (BL STORY)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang