Setelah selesai kunjungan ke sekolah dasar, kelompok empat enam menyusuri jalanan berbatu untuk kembali ke posko. Tegur sapa antara mereka dan warga desa yang bersantai di depan rumah atau pulang dari ladang terdengar hangat. Para pria minus Sai bahkan tak segan mengambil alih gerobak besar berisi kayu bakar lantas mendorongnya ke rumah warga.
"Kami pulang!" teriak Kiba dan Naruto serempak.
"Selamat datang."
Keduanya saling melirik mendengar suara yang menyambutnya. Ekspetasinya, mereka akan mendapat sambutan riang dari pada gadis, realitanya malah Sai dengan ekspresi anehnya yang muncul.
Kiba duduk melantai lantas melepas sepatunya. "Kenapa jadi lo yang nyambut, mana yang lain?"
"Apa yang kalian harapin?" Sai bersedekap dada. "Kita pulang terlalu siang, Sakura sama Shion bantuin masak yang piket, Temari lagi bantuin Karin ngetik laporan hari ini sekalian jagain Hinata di kamar, lemes katanya," jelasnya panjang lebar.
"Itu anak rektor emang beneran lemes, yakin?" celetuk Suigetsu.
Tatapan Kiba sedikit melotot. "Ssstt jangan keras-keras Sui, nanti kalau dia denger terus lapor bapaknya kelar kita."
Suigetsu memutar bola matanya malas. "Ya kita bilangin balik kalau anaknya kek gitu."
"Sudahlah, dia juga gak piket hari ini kan," Naruto berusaha menengahi, pasalnya ini posko dari kayu kalau ngomong sedikit bakalan kedengeran hingga ujung dunia. "Biarin aja istirahat, beda lagi kalau dia piket aku yang bakalan nyuruh langsung."
Sasuke mengangguk setuju, sementara Shikamaru terlihat tak mau masuk dalam pembicaraan yang lumayan sensitif. Pria itu memilih melepas ikat rambutnya lantas merebahkan tubuh lelahnya setelah dikerjai mereka menarik gerobak penuh kayu bakar tanpa gaya dorong apapun di belakangnya. Yah meskipun Sasuke tak ikut-ikutan, tapi diamnya pria itu menyiratkan kalau dia benar-benar mendukung penuh.
"Mau kita bikinin es?" Sakura datang lantas meletakkan wadah besar penuh nasi mengepul.
"Wah kelihatannya seger Ra," Shion menimpali setelah meletakkan sepiring sosis goreng dari ketua kelompok desa sebelah yang masih lengkap dengan tusukannya. "Toko yang kita lewati tadi ada jual es batu gak ya?"
"Yang dipertigaan arah ke sekolah?" tanya Naruto.
Shion mengangguk. "Kalian ada yang mau beramal gitu buat ngecek ke sana."
Keterdiaman para pria membuat Sakura mengulum senyum. Gadis itu tanpa suara beranjak berdiri, melangkah masuk ke kamar khusus perempuan lantas keluar dengan balutan cardigan hitam selutut dan topi senada membuat sebagian penghuni posko di ruang tamu mengernyit heran.
Suigetsu yang semula rebahan bergegas mendudukkan tubuhnya. "Mau kemana bu dokterku?"
Lirikan sinis Sasuke layangkan, namun kekebalan Suigetsu agaknya sebelas dua belas dengan Naruto. Pria itu berdecak kala menangkap respon akrab Sakura.
Sakura mengulurkan tangan kanannya. "Sini kunci motornya Nar biar aku beli, tadi udah dikasi uang Temari juga."
Naruto melirik sekilas Sasuke lantas merogoh kunci motor pinjaman pak kepala desa dari kantung almamaternya. "Emang bisa naik motor bergigi?"
"Bisalah," ujar Sakura percaya diri.
"Awas saja nyungsep."
Gadis bersurai merah muda itu mencebik pelan, ia hendak mengambil alih kunci motor namun terhenti kala tangan lain menyerobot dengan cepat.
"Heh Sasuke, gak sopan lo," tegur Suigetsu.
Mengabaikan dumelan Suigetsu, Sasuke melangkah santai dan terhenti diambang pintu posko. Tubuhnya menoleh separuh menatap kekasihnya yang masih terdiam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trylogi [✓]
Teen FictionTuhan, kenapa dunianya hanya berputar-putar di sini saja, ia juga ingin keluar negeri. Haruskah ia mencoba kembali apa yang dia tawarkan? Disclaimer @Masashi Kishimoto