"Halo, ayah?"
"Hinata sayang ada apa nak?"
Hinata berdeham pelan, sekali lagi ia memastikan pintu kamar khusus perempuan terkunci. "Ayah, kalau di posko ada yang pacaran emang boleh ya?"
"Kenapa, kamu mau pacaran sama anaknya paman Fugaku ya?"
"Ih ayah enggak, aku sama Sasuke belum pacaran," Kedua pipi Hinata memerah malu. "Hanya saja di sini ada yang deket banget kayak orang pacaran emang gak papa?"
"Sejauh ini pihak kampus gak masalahin sih nak, lagipula itu urusan pribadi, mereka juga sudah dewasa, yang penting KKNnya jalan dan gak nyalahi adat disana."
Helaan napas Hinata terdengar berat, hal ini agaknya membuat pria paruh baya diseberang sana terlihat khawatir.
"Kamu baik-baik saja sayang, ada yang gangguin kamu disana?"
"T-tidak kok, hanya saja aku sedikit keganggu ... em maksudku," Hinata menyandarkan punggungnya pada dinding kayu, sesekali ekor matanya sibuk melirik daun pintu. "Kami disini sedikit keganggu, ayah."
"Apa yang terjadi?"
"Disini ada yang pacaran, namanya ..." Hinata menelan ludahnya perlahan, "S-Sakura dan Suigetsu," bisiknya.
"Lantas?"
"Masalahnya ayah, mereka dekat sekali, kemana-mana mesti berdua. Kami takut kalau terjadi sesuatu, ayah ..." Sejenak Hinata menimbang jalan pikirannya. "Ayah bisa pindahin Sakura ke kelompok lain?" sambungnya lirih.
"Sementara ditegur dulu ya sayang, nanti ayah komunikasikan sama LP3K."
"Tapi ayah jangan bilang kalau aku yang ngomong ya."
"Jangan khawatir, jaga diri baik-baik kalau ada apa-apa segera kasih tau Sasuke atau ketua kelompok."
Senyum Hinata mengembang mendengar pesan ayahnya yang entah kenapa membuat hatinya menghangat. "Siap ayah, aku matiin telponnya ya."
Gadis itu kembali ke ruang tengah posko dan mendapati kondisi teman-temannya yang masih terlelap disiang hari. Dengusan samarnya lolos, meskipun tidur siang bolong begini, nayatanya Sakura tetap saja tak mau jauh-jauh dari Sasuke. Manik peraknya bergerak gugup kala tak menangkap presensi Shikamaru, seketika ia mendesah saat Shikamaru datang dari depan dengan tumpukan jemuran para pria pada kedua tangannya.
"Shikamaru tumben?" tanya Hinata pelan tak ingin mengusik tidur teman-temannya.
Senyum tipis Shikamaru tujukkan. "Gerah aja, rasanya pengen nyebur ke sungai."
"Bentar lagi juga mandi kok," Senyum manis tergores di bibir Hinata. "Aku bangunin temen-temen kali ya biar gak kesorean."
"Baru jam tiga jangan dulu, mereka butuh istirahat."
Hinata mengangguk lantas mendekat ke arah tumpukan baju pria yang baru kering. "Sini aku bantu lipatin, boleh?"
"Kalau lo gak keberatan sih."
"Enggak," Hinata mulai memilah baju yang Sasuke kenakan. "Malahan aku seneng kok, daripada bengong gak bisa tidur."
Diam-diam Shikamaru kembali melirik, dengan jeli iris hitamnya mengamati raut wajah si anak rektor. Ada segaris gurat bahagia tergores di sana, senyumnya yang terlihat mengembang membuat otaknya benar-benar berpikiran buruk sekarang.
***
Pagi ini kelompok empat enam dihebohkan dengan wajah Sakura yang terlihat membengkak. Gatal yang ia sangka biduran kemarin dan tak ada yang perlu dikhawatirkan kata dokter, nyatanya benar-benar sangat memprihatinkan sekarang. Pengabdian yang mereka agendakan di sekolah dasar agaknya menimbulkan sedikit keributan membuat Sakura merasa bersalah karenanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trylogi [✓]
Teen FictionTuhan, kenapa dunianya hanya berputar-putar di sini saja, ia juga ingin keluar negeri. Haruskah ia mencoba kembali apa yang dia tawarkan? Disclaimer @Masashi Kishimoto