Sasuke dengan cekatan menyusun piring yang sudah selesai Sakura bilas, ia harus benar-benar bicara dengan gadis ini sekarang atau tidak sama sekali. Ekor matanya melirik sekilas sisa piring kotor di dekat kaki Karin yang tersisa dua biji, dan ia mendesah lega.
"Akhirnya selesai juga." Sakura merentangkan kedua tangannya, senyum cerahnya agaknya menular pada rekan piketnya hari ini.
Wajah yang biasa terlihat judes kini tersenyum kecil membuat Suigetsu yang sedari tadi duduk jadi mandor sedikit terkesiap karenanya. Tidak mungkin, gadis incarannya si cantik calon dokter bukan si judes calon perawat.
"Perasaan yang makan cuma tiga belas orang, tapi cucian piringnya banyak juga ya Ra."
"Salah kita juga sih, sebagian gak dicuci tadi pas selesai masak," Gadis bersurai merah muda itu beranjak berdiri, agaknya hal ini membuat Sasuke siaga pasang badan jika kalau kekasihnya hendak pergi. "Nanti kalau kita piket lagi kali ya Rin."
"Oke gadis-gadis, waktunya tidur," Bola mata Suigetsu mengerling pada keduanya. "Senang piket dengan kalian berdua."
"Jelas senang orang gak ngapa-ngapain, cih," cibir Karin.
Suigetsu mendengus pelan, benar ia tidak mungkin naksir dengan gadis judes seperti Karin. Pria itu menepuk pelan bahu Sasuke sebelum melenggang pergi meninggalkan mereka.
"Karin ayo—"
Sasuke buru-buru mengambil langkah. "Kita harus bicara ingat," tegasnya sembari mencekal erat pergelangan tangan kekasihnya.
"Ngobrolnya jangan lama-lama sudah malam," Ruby Karin menyorort sesal ke arah Sakura. "Aku duluan."
Sepeninggalan Karin, Sasuke menunutun Sakura duduk pada satu-satunya kursi plastik yang tersimpan di dapur lantas ia sendiri menekuk lutut di depannya. Ia menyadari hembusan kasar dari kekasihnya hingga gurat tak nyaman tercetak jelas di wajah ayunya.
"Sakura, aku tahu jika sekarang bukan waktu yang tepat, tapi kita—"
"Ku pikir kamu bukan tipe orang yang suka basa-basi, jadi langsung saja."
"Aku minta maaf, sumpah aku gak ada maksud nuduh kamu siang tadi," Sasuke menghela napas pelan. "Aku kesel sama yang lain dan bodohnya malah ngelampiasin ke kamu."
"Sudah?" Dengan perlahan Sakura melepas gengaman Sasuke pada tangannya membuat pria dihadapannya mendesah pelan. "Lain kali cari tahu dulu latar belakangnya sebelum ngatain orang lain."
Sakura beranjak berdiri berniat istirahat sekarang juga. Tubuhnya sudah kepalang lelah ditambah Sasuke yang membawa pembicaraan mereka menjelang tengah malam dipojok dapur, mana harum sesajen di belakang posko begitu menyengat lagi.
"Kamu gak pengen tahu latar belakang kenapa kita backstreet?"
"Aku selalu ingin tahu, tapi itu dulu," Langkah Sakura terhenti, ia memutar sedikit tumitnya dan mendapati Sasuke masih dengan posisi serupa. "Sekarang gak ada lagi alasan—"
"Mamaku sakit, beliau pernah kena serangan jantung," Tubuh Sakura sepenuhnya berbalik menghadap Sasuke yang kini berdiri memunggunginya. "Dia ... pulang sama pacarnya dalam kondisi hamil dua bulan."
Sakura meneguk ludahnya kasar mendengar penuturan pria di depannya yang sarat akan emosi. Batinnya berkecambuk, siapakah gerangan dia yang dimaksud Sasuke, mungkinkah papanya, saudara perempuan atau saudara laki-lakinya. Selama mereka bersama, pria itu bahkan tak pernah sedikitpun menyinggung kondisi keluarganya.
Sementara pria dibalik kain jarik pembatas dapur itu senantiasa berjaga, ia bahkan tak mengindahkan siapapun yang hendak gosok gigi atau sekedar cuci muka. Urusan sohibnya harus kelar dulu jika ingin KKN mereka berjalan lancar tanpa hambatan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Trylogi [✓]
Ficção AdolescenteTuhan, kenapa dunianya hanya berputar-putar di sini saja, ia juga ingin keluar negeri. Haruskah ia mencoba kembali apa yang dia tawarkan? Disclaimer @Masashi Kishimoto