"Halo anak papi, obatnya udh di minum?"
Sehun mencebik wajahnya cemberut lucu, pertanyaan macam apa itu? "Gak mungkin belum."
Yeonseok yang melihat ekspresi putranya terkekeh gemas, "Pagi-pagi udah badmood, kenapa nak?"
"Papi kapan pulang?" bukan menjawab, Sehun justru balik bertanya. Tapi dengan pertanyaan itu Yeonseok jadi memahami mengapa putra semata wayangnya bisa sarkas dihari yang sedini ini.
"Tiga hari lagi, sabar ya. Kangen banget?" goda Yeonseok.
"B aja!"
"Banget aja?"
"Papi kalo pulang langsung ke sini kan, gak ke mana-mana dulu? Awas loh papi kalo pulang langsung terbang ke Kalimantan!"
"Iya, iya.." Lagi-lagi Yeonseok terbahak. Celotehan Sehun selalu terdengar menggemaskan dan menjadi candu tersendiri bagi telinganya. Meskipun kini putranya nampak semakin kurus, pucat, dan sangat tirus, baginya Sehun masih Sehun yang sama dengan sewaktu anak itu masih sehat dan aktif dulu. "Coba telfon mami dulu biar ada yang temenin." Ya, yang membuat Sehun ngedumel sepagi ini adalah karena kesepian. Tidak ada teman cerita.
Biasanya ada pengasuh Sehun juga Ibu Yeonseok, alias omanya Sehun. Sekitar dua jam lagi mereka pasti datang. Tapi setiap bertemu, keduanya hanya berbagi cerita di antara mereka berdua saja, tanpa berniat mengajak Sehun nimbrung. Karena memang tidak nyambung juga obrolan orang tua dengan anak baru gede seperti Sehun.
"Artis satu itu mah sibuk mulu, Pi. Papi kan tau, kalo telfon jarang di angkat. Gak pernah ditelfon balik. Mustahil kan kalo ga tau ada panggilan tak terjawab dari aku? Yakali seharian ga pegang hp!" omel Sehun panjang lebar. Yeonseok bisa menangkap raut kecewa di wajah Sehun saat menceritakan ibunya, meskipun ia tutupi dengan wajah kesal.
Dan Yeonseok sama kecewanya. "Yaudah gapapa, jangan dipikirin. Tunggu papi pulang kita main PS sepuasnya. Oke?"
"Oke!"
"Oke, papi lanjut kerja dulu, ya. Kamu makan yang bener, minum obat, minum susu, jangan males."
"Oke, bye Papi! Assalamualaikum!"
"Wa'alaikumsalam."
Selepas sesi obrolan video itu berakhir, Yeonseok nampak melamun. Pikirannya menerawang jauh pada kondisi putranya yang sekarang sedang sakit, bukan penyakit biasa-biasa.
Dia mengambil semua ajakan kerja sama investor agar bisnisnya semakin berkembang bukan tanpa alasan. Dia terbang ke berbagai kota dan negara, merelakan waktunya yang harusnya ia pakai untuk menemani putranya, juga bukan tanpa alasan.
Perawatan Sehun itu mahal. Obat, susu, fasilitas dan ini itunya. Dan Yeonseok harus memastikan bahwa semua itu terpenuhi. Meskipun uang Yeonseok sekarang lebih dari cukup untuk membayarnya, tapi ia tak tahu ini berlangsung sampai kapan.
Ia kira, jika dia sedang dalam perjalanan bisnis, maka ia dapat bergantian dengan ibunya Sehun dalam urusan menjaga putra mereka. Tapi salah, perempuan itu justru tampaknya tak begitu ambil peduli. Seakan lupa bahwa Sehun, anak yang keluar dari rahimnya itu, kini sedang berjuang melawan penyakitnya. Tak hanya butuh obat, dia juga butuh semangat.
***
"Mas Suho!" panggil seorang dokter laki-laki bertubuh tinggi itu pada dokter lainnya.
Yang dipanggil menoleh. Dia menunggu sampai lelaki tinggi itu menghampirinya. "Panggil dok, Chanyeol." bisiknya lantaran merasa tak enak hati pada kedua perawat yang mendampingi Chanyeol.
Aslinya, Suho dan Chanyeol itu sepupuan. Sehingga meskipun di sini Suho termasuk dokter senior dan berstatus sebagai mentor Chanyeol, pria caplang itu sering keceplosan dengan panggilannya.
"Eh, iya dok."
"Kenapa?"
"Dok, ruang Nuri 204 di mana? Kami ga ada yang tau." tutur Chanyeol. Pasalnya yang mendampinginya hari ini juga para perawat magang yang sama-sama belum mengenali seluk-beluk rumah sakit ini.
"Lurus aja, naik lift ke lantai 2. Nah pas di sebelah kanan lift ruangannya."
"Ok, makasih dok." ucap Chanyeol dan para perawatnya berbarengan.
Setelahnya mereka melanjutkan langkah sesuai arahan Suho.
"Mbak, coba saya lihat bentar." Chanyeol berkata pada seorang perawat yang memegangi clipboard. Perawat itu lantas memberikannya pada Chanyeol.
Chanyeol melihat-lihat sekilas biodata dan riwayat sang pasien yang akan ia periksa. Ternyata seorang remaja laki-laki yang masih belia. Umurnya bahkan belum genap 17 tahun. Tertulis bahwa anak itu sudah hampir dua setengah tahun menjalani perawatannya di sini. Dengan jenis penyakit yang diderita, Limfoma. Cukup tangguh menurut Chanyeol. Mengingat penyakit ini salah satu jenis kanker paling mematikan.
Begitu sampai di ruangannya, anak lelaki bernama lengkap Sehun Afnan Bakhtiar itu terlihat sedang menonton televisi dengan tenang.
"Permisi, saya izin periksa dulu, ya." ucap Chanyeol berbasa-basi.
Sehun berdehem singkat mempersilakan dokter yang asing di matanya itu untuk memeriksanya. Dokter yang biasa memeriksanya adalah dokter Suho, dokter favorit yang sering mengizinkannya meminum bubble tea meskipun hanya sedikit.
Sama halnya pada perawat yang mendampingi dokter tinggi itu. Sehun tak mengenali mereka. Jadi rasanya sangat canggung.
"Nah, selesai. Ada yang mau ditanyakan?" tanya Chanyeol sambil membereskan kembali alat tensinya.
"Dokter Suho mana, Dok?"
Maksud Chanyeol adalah pertanyaan seputar keluhan atau penyakit Sehun. Tapi sebagai dokter yang sabar, Chanyeol hanya tersenyum, "Ada, lagi ada kerjaan."
"Ooh gitu. Emm dok, boleh aku bisikin bentar?" tanya Sehun.
"Oh boleh-boleh." Chanyeol mendekatkan telinganya ke depan wajah Sehun.
"Dokter, nanti siang boleh gak ke sini lagi? Saya mau ngomong sesuatu."
Chanyeol heran sekaligus bingung harus beraksi seperti apa mendengar bisikan itu. Selama beberapa bulan ia magang, belum pernah ada pasien yang membuat permintaan seperti ini padanya. Apalagi pasien laki-laki.
Dia mulai curiga, apa anak di depannya ini seorang gay? Mau ngomong sesuatu apa? Aku cinta kamu? Sebagai seorang pria normal Chanyeol tentu merinding membayangkannya.
Tapi alih-alih menolak, Chanyeol justru mengiyakan. Sehun dengan tubuh seringkih itu bisa ia lenyapkan kapan saja kalau anak itu berani macam-macam. Jadi dia memilih tetap mengupayakan permintaan anak itu.
***
"Hahaha ga gitu, Chan. Santai aja." Suho terbahak memerhatikan ekspresi geli Chanyeol saat menceritakan kisahnya sewaktu memeriksa pasien di Nuri. 204 tadi.
"Gue dulu juga digituin. Dia minta gue balik lagi ke ruangannya sehabis Dzuhur.""Terus lu turutin, mas?"
Suho mengangguk. "Dia tu cuma kesepian. Cuma mau ceritain khayalan dia aja. Namanya masih remaja."
"Emang khayalannya apa?"
"Ya makanya lu ke sana ntar, biar tau."

KAMU SEDANG MEMBACA
Fly Me To the Moon
FanfictionSehun seorang pasien kanker kesepian. Yang bercita-cita ingin terbang ke bulan. Sampai takdir mempertemukannya dengan dokter intern, Chanyeol dan kawan-kawannya. Terjadi dilema yang berat antara fokus membantu kesembuhan Sehun atau mewujudkan cita...