Part 5

222 28 7
                                        

Jiwon sempat tergagu melihat nomor seseorang yang meneleponnya pagi ini. Beberapa saat ia baru bisa memproses bahwa itu benar adalah mantan suaminya. Kontaknya belum ia hapus dari dulu. Tapi ia tahu betul bahwa nomor ini malah memblokirnya sejak perceraian mereka waktu itu.

Hatinya sedikit senang, banyak gelisahnya. Senang karena sejujurnya ia masih amat mencintai mantan suaminya itu. Gelisah karena selama ini ia pikir Yeonseok tak akan mungkin lagi menghubunginya jika bukan karena sesuatu yang menuntut. Sementara diantara mereka tidak ada lagi urusan apapun, kecuali sang buah hati semata wayang. Entah pertanda baik atau buruk jika pria itu meneleponnya lagi. Tapi dengan ragu ia memilih mengangkat panggilan itu.

"H-halo?" dia sampai tergugup.

"Halo, Jiwon, ini mas Yeonseok." dan untuk pertama kalinya setelah setahun Yeonseok mau menegurnya dengan nada yang santun lagi. Tidak ada nada bentakan dan bengis lagi. Justru pria itu terdengar lemas.

"Iya mas, aku belum hapus nomor kamu kok. Ada apa?"

Beberapa saat Yeonseok hening mendengar penuturan Jiwon, kemudian menjawab lagi "Kamu lagi sibuk?"

"Kebetulan baru selesai pemotretan."

"Aku mau ngomong sesuatu, tentang Sehun. Kamu bisa ke kantorku sekarang?"

Jiwon seketika syok mendengar nama anaknya disebutkan. Benarkah firasatnya tadi? "Sehun kenapa, Mas? Dia baik-baik aja, kan?"

"Kamu ke sini aja, biar aku jelasin."

***

"Gi, Bapak ada?" tanya Jiwon begitu ia berpapasan dengan sekretaris suaminya di lobi.

Satu-satunya orang luar yang tahu tentang Jiwon dan Yeonseok hanyalah Seulgi. Sekalipun sekarang Jiwon memakai atribut muslimahnya lagi, Seulgi tetap mengenali mantan istri sang bos.

"Ada, Bu. Di ruangannya. Mau Seulgi anter?"

"Ooh gak usah, makasih ya."

"Sama-sama, bu."

Jiwon lantas menaiki lift menuju lantai 7. Seingatnya ruangan sang mantan suami di lantai itu. Jika sudah pindah pasti tadi Seulgi memberitahunya. Tapi sepertinya memang belum.

Dan benar memang, ruangan itu masih dilabeli plat yang sama di depannya. Ruangan Sang penguasa perusahaan ini. Ruangan direktur utama.

Sejenak Jiwon menghela nafas. Entah mengapa, setelah sekian purnama rasanya kembali dag-dig-dug untuk bertemu lagi dengan ayah dari anaknya. Setelah keberaniannya terkumpul, Jiwon mengetuk pintu itu.

"Masuk," pinta seseorang dengan suara berat dari dalam.

Jiwon masuk. Suasana rasa canggung seketika mengitari ruangan itu. Keduanya bahkan gerogi untuk saling bersutatap.

"Duduk." Yeonseok mempersilakan.

Jiwon lantas duduk di sofa sambil menunggu Yeonseok duduk di sana juga.

"Apa kabar?" tanya Yeonseok setelah ia duduk di sofa yang berhadapan dengan Jiwon.

Jiwon tersenyum, dia melepas cadarnya. "Baik mas, kamu dan Sehun baik kan?"

Sejenak Yeonseok terpana melihat wajah cantik Jiwon yang terbalut hijab. Sangat cantik. "Baik, tapi tadi malam Sehun drop."

"Apa?! Jadi gimana, mas? Kenapa gak kabarin aku?" tanya Jiwon. Dia sedang tidak berpura-pura khawatir.

"Udah aman, jadinya dia agak demam tapi tadi sebelum berangkat kerja demamnya udah turun."

Ekspresi Jiwon kembali netral, tapi tatapan gelisahnya jelas tak bisa berbohong. Dia jelas terlihat seperti orang panik yang tetap denial.

Fly Me To the MoonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang