Naruto©Masashi Kishimoto
_
_
"Sai-san?"Lelaki yang baru saja batuk dari jarak dua meter menoleh. Ah, gadis itu mengenal dirinya?
Hinata tentu sering mendengar cerita tentang Sai sebelumnya, dia tahu dari Ino, karena memang sahabat pirangnya diam-diam mengagumi pemuda pucat itu.
Sai berdehem pendek, mendekat, menyisakkan jarak satu meter diantara mereka. "Hinata-san? Kau tinggal di sini?" yang satu ini cukup membuatnya penasaran, siapa tahu Hinata hanya datang berkunjung ke salah satu apartemen.
Hinata mengangguk tanpa melepaskan tarikan bibir. "Ya. Tepat di sebelah apartemenmu." Telunjuknya menuju pintu di belakang punggung.
Sai menggaruk tengkuk. Gadis itu salah mengira ternyata. "Bukan aku. Tapi Kiba. Dia mengundangku untuk membantu beres-beres." Terdengar menyebalkan. Faktanya dia hanya direpotkan di sini. Wajah Sai berubah tanpa ekspresi. Tentu, tanpa dipaksa dia tidak akan datang, menuntaskan lukisan setengah jadinya jelas lebih menyenangkan dari ini.
"Kiba? Dia temanmu? Aku pernah mendengar namanya beberapa kali. Tapi aku tidak tahu wajahnya seperti apa." Tepat setelah mengatakannya, mata lavender Hinata menangkap sosok lelaki di belakang Sai dengan kardus didekapannya. Bahkan dia berdiri dan berwajah kaget sambil melihat ke arah mereka.
"Dia memang kurang terkenal." Senyum menyebalkan Sai sudah pasti menjengkelkan di mata Kiba yang kini sudah bergabung dengan keduanya.
"Kau tidak tahu aku?" pertanyaan dadakan Kiba berhasil membuat bingung gadis itu.
Hinata menggeleng kaku. "Kau Kiba?"
Kiba menghela napas kecewa. Padahal dia lumayan terkenal karena pekerjaannya dalam menjual informasi. Tapi nyatanya masih ada yang tidak mengenalnya.
Lelaki pucat itu menepuk bahu Kiba. "Sudah jelas, aku lebih terkenal darimu."
"Kata-katamu yang tadi masih belum aku maafkan." Matanya mendelik Sai jengkel.
"Maaf sebelumnya. Aku terlalu sibuk mengerjakan berbagai hal. Jadi tidak begitu tahu," kata Hinata.
Kiba tertawa, digaruknya kepala bagian belakang. Reaksinya tadi hanya sekedar gurauan saja. "Jangan dipikirkan. Lagipula kita akan lebih mengenal setelah ini." Senyum modus Kiba terus dipantau oleh Sai.
"Buang saja sampahmu." Bola-bola kertas hingga barang yang sudah usang berdiam dalam kardus didekapan Kiba. Sampah-sampah itu seharusnya sudah sampai di tempat pembuangan jika Kiba bergerak lebih cepat. Sedari tadi kebanyakan Sai yang membereskan barang, sementara pemiliknya malah berleha-leha. Sama saja, Kiba minta dipukul. Tentu dengan senang hati Sai akan melakukannya.
"Suka sekali memerintahku!" nada bicaranya terdengar menahan kesal.
"Kerjamu lambat. Aku yang dibutuhkan di sini. Sebaiknya bersikaplah baik padaku."
Kiba melengos tanpa bicara, membawa kejengkelannya. Hinata hanya bisa memperhatikan tanpa berkomentar apa pun. Menurutnya, kedua lelaki itu terlihat cukup menyenangkan, bibirnya tertarik tipis.
• • •
Pintu tertutup. Hinata kemudian melepas sepatu dan menaruhnya di rak. Tersisa kaos kaki putih yang membalut jemari kakinya hingga betis. Dilangkahnya yang pertama, aroma kue panggang yang mengedar di udara tertangkap oleh penciumannya. Hinata mencoba menebak, sekiranya siapa yang tengah berkutat di dapur? Dan saat berhasil mencapai area itu, dia mendapati Hikari sedang mengeluarkan nampan berisi kue kering dari oven. Tidak biasanya wanita itu berada di apartemen pada jam seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
NUMBER ONE
RomancePeringkat satu bukan sekedar ambisi untuk Hinata. Dia rela menggunakan jam makan siang untuk belajar, mengunjungi perpustakaan lebih sering setiap harinya, bahkan selalu bergelut dengan berbagai buku penuh rumus. Dan itu semua untuk satu hal kecil...