#3| Careless

122 27 12
                                    

Naruto©Masashi Kishimoto

_

"Terkunci."

Ini kedua kalinya Hinata menggerakkan knop pintu. Dan benda itu memang tidak bisa dibuka. Padahal, biasanya Hanabi sudah pulang sebelum dirinya, karena itu Hanabi yang memegang kunci apartemen. Lalu sekarang, Hinata justru tidak bisa masuk.

"Seharusnya dia menghubungi dulu jika ingin keluar."

Tidak ada cara lain kecuali menunggu kunci datang, Hinata menyandarkan punggung yang masih berbalut seragam sekolah ke tembok di samping pintu. Menilik keadaan di luar sana yang dapat terlihat dari balkon apartemen.

"Lain kali kita pergi bertiga dengan kakak. Sudah lama juga kalian tidak pergi bersama."

Itu suara Hanabi. Hinata menoleh ke kanan di mana dua orang menuju ke tempatnya berdiri. Ternyata di sana juga ada Hikari dengan tangan penuh tentengan barang. Sepertinya mereka baru saja belanja bersama. Apa benar? Hinata kembali mengingat pesan Hikari dua hari lalu. Dia langsung menekuk wajah, tapi masih mampu tersenyum. Dia tidak boleh berpikir negatif.

"Kakak?" Hanabi berhenti di jarak setengah meter. Di sampingnya ada Hikari yang terlihat begitu tenang.

"Kalian habis pergi berdua?"

Hikari terdiam sebentar. Dia terlihat agak kikuk. "Kau sudah menunggu lama? Kenapa tidak menghubungi?" wanita cantik itu berjalan ke depan pintu dan membuka kunci.

Hinata hanya memeperhatikan. "Ponselku mati."

"Aku juga lupa memberitahu Kakak." Cengiran tidak bersalah Hanabi malah membuat Hinata jadi kesal.

"Masuklah. Ganti baju kalian dan bersiap makan. Ibu akan memasak." Hikari masuk lebih dulu sambil membawa belanjaan ke pantry, siap memasak menu favorit mereka.

"Perlu aku bantu?" Hinata langsung menawarkan diri. Ikut masuk dengan Hanabi di belakangnya.

Hikari tersenyum. "Ibu saja. Cepat ganti seragam kalian dan makan."

Kedua gadis itu mengangguk.

• • •

Ruangan dengan warna ungu pudar ini memang sunyi. Kosong namun tertata tapi. Hinata selalu menjaga kondisi kamarnya dengan baik.

Tas oranye penuh buku itu mendarat di atas tempat tidur, kini tubuh Hinata ikut merebah di atasnya. Dia hanya ingin mengulur waktu. Mengingat hal tadi membuatnya ingin marah. Ini yang selalu Hinata benci.

Hanabi memang pintar, dia bahkan meraih nilai tertinggi kedua dari seluruh angkatannya. Wajar jika orangtuanya memberi perhatian lebih pada adiknya. Karena hal ini juga Hinata mati-matian merebut peringkat satu, hanya untuk diperhatikan. Cuma hal kecil, kan? Tapi Hinata sangat menginginkan itu. Terlebih ayahnya terus menuntut keduanya meraih nilai tertinggi. Hiashi ingin mereka melebihi dirinya, memiliki otak pintar dan hidup lebih baik di masa depan. Meskipun dia tidak benar-benar yakin. Apa salahnya mencoba?

Memang, menjadi seorang kakak harus mengalah. Menurut Hinata sudah sangat cukup. Rasanya dia mengalah disegala hal. Selalu dinomorduakan. Ia tidak ingin perhatian orang tuanya berkurang hanya karena sudah dewasa.

NUMBER ONETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang