Naruto©Masashi Kishimoto
_
_
Tiga puluh menit setelah bel terakhir. Gedung sekolah benar-benar sepi. Meski beberapa orang memilih singgah sebentar, entah bosan dengan suasana rumah, atau butuh sedikit lebih lama untuk menenangkan diri. Kecuali bagi mereka yang memiliki jadwal klub setelah pelajaran terakhir usai.Temari menaruh siku di jendela koridor yang sengaja ia buka. Mengamati jalanan menuju gerbang dari lantai dua sekaligus menikmati cahaya lembut matahari yang menembus kaca, menerpa gedung dan apapun di dalamnya selagi bisa dijangkau. Dia sedang menunggu Ino, gadis itu terus mengeluh sakit perut sejak menuruni tangga. Maka dia berlari cepat menuju toilet. Membuatnya menunggu di kosongnya lorong. Temari tidak keberatan. Toh, ia sedang malas pulang cepat karena di rumahnya tak ada siapa pun. Seluruh keluarga kecuali dirinya pergi mengunjungi kota kelahiran sang ayah, neneknya menelpon dan mengabari kalau dirinya sakit. Karena masih harus bersekolah, Temari ditinggal sendirian. Lidahnya kembali berdecak.
"Kau belum pulang?"
Sapaan tiba-tiba itu cukup menyentak Temari. Namun dia segera mengenalinya. Suara itu milik Hinata.
"Kau juga masih di sini? Bagaimana keadaanmu?" gadis berkuncir empat itu menghadap Hinata dengan tatapan khawatir. Tadi dia memang tidak bisa ikut dengan Ino ke UKS. Hari ini adalah jadwal piketnya. Maka dia menyuruh Ino pergi lebih dulu untuk mengantarkan tas Hinata. Namun gadis itu kembali ke kelas dengan ekspresi berbeda. Temari dibuat diam saat mengetahui kejadiannya. Dia cukup curiga kali ini.
Hinata menghela napas di tengah langkah pendeknya, ia menuju ke sisi Temari, menggeser jendela dan menyembulkan kepalanya keluar. Keduanya mengambil posisi yang sama. "Sudah membaik. Ino menceritakan sesuatu padamu?" itu sudah pasti. Hinata begitu hapal bagaimana Ino dengan mudahnya membeberkan apa pun pada mereka.
Temari melirik dari ekor mata, siap mengatakan kalimat yang ada di kepalanya. "Iya. Ino menghampiriku dan memberitahu semuanya. Dia datang dengan wajah bingung."
"Apa saja yang dia ceritakan?" Hinata hanya ingin memastikan Ino benar-benar tidak mendatangi UKS. Bahaya kalau gadis itu sampai melihatnya menangis. Apalagi Naruto ada di sana. Bisa dipastikan pemuda itu dituduh yang tidak-tidak.
"Tentang Naruto yang meminta tasmu dari Ino."
"Hanya itu, 'kan?"
Temari menatap sahabatnya cukup lama. Nyatanya ia mengetahui lebih dari itu. Ino memberitahu semuanya. "Memang apa saja yang terjadi? Kau kelihatan takut."
Hinata bergeming. Dia menyadari tatapan Temari yang tidak biasa. Seolah tahu bahwa dirinya sedang menutupi sesuatu. Matanya beralih ke depan. "Tidak ada. Takut saja Ino melebih-lebihkan. Dia bisa bilang macam-macam tentang aku dan Naruto." Sungguh, Hinata belum siap jika Temari memojokkannya. Mengingat gadis berkuncir empat itu begitu teliti dan mudah membaca tingkah orang lain.
"Kau yakin tidak menangis di UKS?"
Kepala indigo Hinata menoleh ke posisi di mana wajah Temari berubah datar. Di titik ini dia menyadari sesuatu, Ino melihat semuanya, dan, Naruto berbohong? Hinata tidak bisa lagi menyembunyikan rasa gelisahnya. "Ti-tidak sama sekali. Kenapa kau menanyakannya?"
Temari menghela napas. Dia tak lagi melihat seberapa tegangnya wajah Hinata. Kini pandangannya jatuh pada jalanan yang masih saja kosong. "Aku hanya bertanya. Sakura pernah bilang waktu di mana Naruto menghampirimu ke lapangan dan kau menangis. Takutnya itu terjadi lagi saat di UKS. Meskipun kami tidak tahu apa penyebabnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
NUMBER ONE
RomansaPeringkat satu bukan sekedar ambisi untuk Hinata. Dia rela menggunakan jam makan siang untuk belajar, mengunjungi perpustakaan lebih sering setiap harinya, bahkan selalu bergelut dengan berbagai buku penuh rumus. Dan itu semua untuk satu hal kecil...