3. Briefing

105 55 9
                                    

Waktu menunjukkan pukul 05.00.

Allahu Akbar...
Allahu Akbar...
Allahu Akbar...

Terdengar adzan saling bersahutan, memanggil seluruh umat untuk tersadar dari alam mimpi dan segera menghadap Sang Khalik dengan khusuk. Udara dingin disertai sapuan angin halus memperdaya anak-anak manusia untuk berpaling.

Bagaimanapun juga kewajiban tetaplah kewajiban yang harus ditunaikan.

"Sholatlah sebelum disholatkan, ya ahli kubur!" seru Adel membangunkan kelima anak laki-laki yang masih bergelung nyaman di alam mimpi. Sedangkan, Aku dan Adel baru saja kembali dari mushola. Sekitar pukul 04.30 panggilan alam membangunkan Adel dan tentu saja aku diminta untuk menemaninya ke tandas.

"Eh coy coy, gue masih mau hidup kali." Faisal menggeliat di dalam sleeping bagnya.

"Baru juga jam 10." Bagas menyembulkan kepala untuk membenarkan posisi tidurnya.

"Jam 10, mata Lo!" Adel mendengus kesal menyahuti Bagas.

"Bayangin! Ketika kalian males bangun subuh, tiba-tiba Matahari terbit dari Barat." Aku menegaskan kalimat terakhir.

Tidak ada yang namanya sia-sia, hanya membutuhkan waktu kurang dari lima menit kelima laki-laki tersebut langsung duduk dan menormalkan penglihatannya. Kemudian, pergi Ke Mushola setelah selesai merapikan alat tidur.

"Wait! Kok berlima? Bang Teguh ke mana?" Adel tidak mendapati keberadaan Abangnya.

"Gue baru tidur." Terdengar suara berat Bang Teguh dari dalam balutan kain sarung berwarna biru.

"Dari mana aja sih, Bang?" tanya Adel mendekati Abangnya.

"Semalem, gue ketiduran di pos. Gue baru ke sini waktu kalian lagi di Mushola," paparnya dengan mata yang masih tertutup. "Nyari sarapan dulu gih! Entar jam 07.00 kita siap-siap buat traking," titahnya lalu kembali tidur.

"Yaelah, sholat dulu baru tidur lagi!" titah Adel yang bersiap menarik kain sarung abangnya.

"Udah. Tadi waktu kalian sholat di Mushola, gue sholat di sini." Saking ngantuknya, Bang Teguh menjawab ogah-ogahan. Setelah itu hening, hanya terdengar dengkuran halus dari balik kain sarung.

Kami berlalu meninggalkan Bang Teguh yang kembali berlayar di alam mimpi, merapikan sleeping bag dan mukena ke dalam carrier, tidak lupa memastikan kenyamanan dan keamanan carrier. Setelah dirasa cukup, barulah kami mencari sarapan.

Baru beberapa langkah berjalan, kami berpapasan dengan Eky dan Kian. Mereka datang dari arah Mushola, rambut dan wajahnya terlihat basah, mereka baru selesai mandi.

"Mau ke mana?" tanya Eky.

"Nyari sarapan. Tumben berdua doang?" cerocos Adel.

"Yang lain, lagi pada ngopi di warung. Gue nitip sarapan, ya!" timpal Eky cengengesan. "Satu buat gue dan satu lagi buat si Kian."

"Oh, oke sip!" Adel mengangkat kedua jempolnya.

Sedangkan, Aku dan Kian hanya diam memperhatikan. Pagi yang damai tanpa perdebatan di antara keduanya.

"Yok, Ra! Udah keburu laper nih gue." Adel menarik tanganku untuk berlalu dari mereka.

"Gue duluan ya," kataku sedikit berteriak karena tubuhku sudah lebih dulu ditarik menjauh dari mereka.

Kian dan Eky hanya menggelengkan kepala melihat kebiasaan Adel yang pergi sesuka hatinya.

Pagi yang cerah, matahari mulai bersinar memberi kehangatan. Embun sisa semalam masih terlihat, kabut tipis perlahan menghilang bersama sapuan angin halus yang membuat tubuh sedikit menggigil.

Kami membeli lima bungkus nasi uduk, tidak ketinggalan teh tawar panas yang diberikan si ibu warung. Katanya, nasi uduk dan teh tawar panas adalah pasangan serasi.

"Kita cuma beli ini doang 'kan?" tanyaku memastikan, pasalnya tanpa diduga Adel selalu kalap kalau sudah berurusan dengan makanan.

Alih-alih menjawab, Adel hanya mematung dengan pandangan lurus ke depan. Melihat itu, aku langsung mengikuti arah pandangannya. Bagas dkk. baru saja keluar dari warung kopi, mereka terlihat asik berbincang.

Ada satu yang menarik perhatianku, Bagas tersenyum dengan mata yang tidak lepas menatap Adel. Mungkinkah dugaanku benar atau hanya perasaanku saja, entahlah mereka terlalu abu-abu untuk dibilang saling menyukai.

"Ehemm, jangan bengong, entar kesambet!" Aku menyikut tangan Adel.

"E-eh apaan, Ra?" Adel gelagapan, tersadar dari lamunannya.

"Dahlah, yok buruan! Kasian Bang Teguh udah nunggu makanannya tuh." Aku menunjuk kantong plastik bening yang dibawa Adel.

"Iya, Ra. Gue juga udah laper hehe..."

Kami segera kembali untuk memberikan bungkusan nasi dan sarapan bersama yang lainnya. Benar saja, setibanya di sana Bang Teguh sudah bangun dan langsung menodong bungkusan yang dibawa Adel. Seperti biasa, mereka akan terlibat keributan kecil dan kami yang melihatnya ikut tertawa. Tentu saja, mereka seperti pelebur dalam setiap suasana.

Pukul 07.30 wib.

Sinar matahari mulai menghangat, wajah-wajah tampak berseri, tekad yang kuat mulai tak sabar untuk segera berlayar menjejaki rimba alam. Satu lagi hari yang akan masuk daftar catatan perjalananku.

Simaksi dan surat keterangan sehat sudah diserahkan ke bagian registrasi, daftar identitas dan nama-nama dalam rombongan juga sudah diserahkan. Urusan administrasi selesai.

Kami berkumpul tidak jauh dari pos simaksi, enam orang laki-laki dan dua orang perempuan lengkap dengan peralatan yang sudah disiapkan. Berdiri membentuk lingkaran kecil untuk briefing.

"Assalamualaikum Warrahmatullah Wabarakattu," ucap Bang Teguh memulai briefing.

"Waalaikumsalam Warrahmatullah Wabarakattu." Kami menjawab serempak dengan mata yang berbinar.

"Gengs, hari yang ditunggu akhirnya tiba. Seperti kesepakatan kemaren, pagi ini kita akan mulai traking, tapi sebelumnya gue bakal ngasih sedikit pengarahan dan gue harap kalian berkenan."

"Tentu, Bang. Silakan dilanjutkan!" Eky menyahut cepat mewakili kami.

"Gue tau, kalian udah biasa sama kegiatan alam dan gue percaya kalian bisa menjaga diri dan sesama dalam pendakian. Kita di sini adalah tamu, jadi jaga tatakrama dan tingkah laku. Ikuti aturan yang berlaku dan hormati budaya yang ada. Ingat! Jangan merusak alam," tegas Bang Teguh, lalu kami mengangguk antusias.

"Masing-masing dari kalian udah gue kasih tugas, kalau misal kalian butuh istirahat jangan gengsi buat ngomong. Satu lagi, sebelum jalan mari kita menundukkan kepala dan berdoa untuk keselamatan serta kelancaran kita semua. Berdoa mulai!" intruksi Bang Teguh. Kemudian, kami menundukkan kepala dan berdoa memohon perlindungan dari yang Maha Kuasa.

"Berdoa selesai! Akhir kata, Wassalamu'alaikum Warrahmatullahi Wabarakattu." Bang Teguh mengakhiri briefing dan disambut jawaban salam.

Masih dalam posisi membentuk lingkaran, Bagas inisiatif mengulurkan tangannya lalu kami serempak mengikuti. Kemudian, dia bersuara dengan lantang, "Cikuray via Pemancar sukses..." Kalimat penyemangat menggema disertai tepuk tangan.

Alam menyambut hangat jiwa-jiwa tangguh yang berjalan atas restu Tuhan. Binar kegembiraan tergambar jelas dari sorot mata ke delapan anak manusia yang berjalan antusias di setiap langkahnya.

"Foto dulu yokk! Buat kenangan." Adel mengeluarkan ponselnya. Kemudian, kami semua merapat untuk melakukan foto selfie.

Tiga kali jepretan dengan pose yang berbeda berhasil ditangkap ponsel milik Adel. Di balik foto yang keren, ada misuh-misuh antara Adel dan Bagas. Mereka adalah Tom&Jerry dengan kearifan lokal, itulah julukan yang kami sematkan untuk keduanya.

🌲🌲

Udah siap mendaki gunung?

Coming up :)

Teror di Gunung Cikuray (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang