9. Gangguan

70 35 6
                                    


Happy reading ❤️


Ketika tengah malam, aku terbangun karena merasakan udara di dalam tenda yang begitu pengap seperti tidak ada pasokan oksigen. Mencoba untuk memulihkan kesadaran, aku berusaha mengatur pernapasan, tapi tetap saja terasa sesak.

Berbalik badan, hendak tidur menyamping agar berhadapan dengan Adel. Namun, aku tidak menemukan keberadaan sahabat baikku di sana.

Grrrrrrrrr roarr

Suaranya begitu dekat. Dari hembusan napasnya, aku langsung menebak kalau itu adalah macan.

"Del!" Aku memanggil Adel dengan suara khas bangun tidur, berharap mendapat sahutan, tapi ternyata nihil.

Srek srek srek

Suara-suara yang ada di luar tenda membuat aku tersentak, debaran jantung berpacu begitu cepat. Padahal di Camp Area ini tidak ada semak belukar, akan tetapi aku bisa mendengar dengan jelas bahwa itu adalah suara gesekan seseorang yang melewati semak-semak.

"Hihi..., Hihi...." Lengkingan suara seorang perempuan terdengar lirih dan begitu menyayat hati. Sejurus kemudian, tangisan itu berubah menjadi suara tawa yang membuat siapa pun akan bergidik ngeri ketika mendengarnya.

Bulu kuduk meremang, buliran keringat sebesar biji jagung membasahi kerudung yang aku kenakan.

Mencoba menepis hal-hal buruk, aku menenggelamkan kepala ke dalam gulungan sleeping bag.

"Ya, Allah. Tengah malam begini, Adel pergi ke mana? Apa dia kebelet? Tapi kenapa gak bangunin aku?" Aku bermonolog. Berbagai pertanyaan memenuhi isi kepala. Aku berharap, pagi datang lebih cepat.

Tidak sampai di situ saja. Terdengar langkah kaki yang berjalan mondar-mandir mengelilingi tenda. Bukan hanya itu, tenda yang aku tempati seperti sedang diguncang oleh seseorang.

Terus berperang melawan pikiran buruk di kepala, aku yang sudah tenang berhasil menepis pikiran itu dan memutuskan untuk melihat keadaan di luar.

"Bismillah," ucapku yang sudah tidak lagi bergelung di sleeping bag dan bersiap menyingkap pintu tenda.

Aku menajamkan indera pendengaran, suara-suara di luar sudah hilang bahkan serangga malam pun tidak lagi terdengar. Kali ini, suasana hutan menjadi sangat hening seperti tidak ada kehidupan di dalamnya.

Pintu tenda terbuka, aku menemukan siluet seseorang yang sedang berdiri membelakangi. Aku mengenali perawakan itu, bukankah Bang Teguh sudah memperingatkan untuk tidak keluar, tapi kenapa dia berdiri di sana?

Mengambil senter dari dalam Carrier, setelahnya aku melangkah keluar.

"Lho! Tadi dia berdiri di sana, tapi kenapa sekarang gak ada?" tanyaku pada diri sendiri.

Sekarang, rasa penasaran lebih besar daripada rasa takut sehingga aku mencari sosok itu tanpa ragu. Mengarahkan senter ke segala arah, berharap menemukannya.

Aku berjalan di sekitaran Camp Area, tapi tidak ada siapa pun. Hening dan terlalu tenang untuk hutan yang dihuni banyak satwa.

Wushhhh

Sekelebat bayangan hitam melintas begitu cepat, buru-buru aku mengarahkan senter mengikuti arah datangnya. Tidak ada apa pun.

Kali ini, hembusan angin membawa serta aroma bau masakan. Aku melirik jam di pergelangan tangan, di mana menunjukkan pukul 02.00.

"Siapa yang masak jam segini?" Aku bergumam.

Tap Tap Tap

Langkah kaki itu terdengar lagi. Tulang-tulangku serasa lepas semua, bahkan untuk berkedip saja rasanya aku tidak bisa.

Teror di Gunung Cikuray (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang