7. Menuju Camp Area

80 47 6
                                    

Jam di pergelangan tangan menunjunkkan pukul 16.00 wib. Kami sedang istirahat di pos 4. Menggelar matras, lalu duduk sembari membuat kopi dan susu coklat panas.

Oh iya, karena Kian dan Miftah berperan sebagai koki, jadi urusan masak-memasak diserahkan pada mereka. Walaupun begitu, siapa saja boleh membantu tanpa paksaan.

"Siniin cangkir lo, biar gue tuangin aernya!" titah Eky.

Aku menyodorkan cangkir. "Nih! Makasih ya."

"Yoi, santai." Dengan hati-hati Eky membuat coklat panas untukku. "Nih! Awas masih panas."

"Yummy. Kalo ditemenin roti, makin enak nih." Aku menghirup aroma coklat panas, lalu setelahnya menaruh cangkir, berniat mengambil roti di dalam Carrier, tapi Eky sudah lebih dulu mengeluarkan roti dari Sling bagnya.

"Nih! Biar gak kesepian," lawak Eky. Roti rasa coklat itu seperti melambai-lambai padaku.

"Sa ae, lo. Btw, thanks ya." Aku meraih roti dari uluran tangannya.

"Makasih mulu, entar aja lebaran." Eky meniup-niup kopinya.

"Serah lo dah." Aku terkekeh.

Adel yang semula duduk di dekat Bang Teguh, ikut nimbrung bersama aku dan Eky.

"Cielah dua sejoli." Adel mengambil posisi duduk dekat Eky. "Kita harus jalan berapa jauh lagi, sih?" lanjutnya bertanya.

"Cuma dua belokan lagi." Eky menjawab dengan tawa jahil.

"Kiri dan kanan haha...." kataku, ikut menambahkan.

"Gue serius, Tukiyem."

"Masih ada 3 pos lagi, nanti di pos 7 ada camp area, kita bisa buka tenda di sana," papar Eky, dia menjeda sebentar. "Tapi, kalo banyakan gini mah gak bakal kerasa, tau-tau udah nyampe."

Eky nyeruput kopinya yang sudah dingin. "Nah, kalau ngecamp di pos 7, kita bisa summit sebelum subuh."

"Estimasi summit berapa lama, Ky?" tanyaku.

"Kurang lebih satu jam." Eky menyembunyikan senyumnya. "Capek dulu, seneng kemudian."

Aku dan Adel mengangguk dengan seksama. Mendengarkan Eky yang menjelaskan jalur dan tempat apa saja yang akan kami lewati setelah dari pos 4 ini. Menurut penuturannya, setelah pos 4 - pos 5 - pos 6 - pos 7 - barulah sampai di Top Puncak Cikuray.

Begitu kata puncak disebut, semangat kami kembali utuh. Energi yang semula hampir habis, seketika menjadi penuh dan tentu saja kami kegirangan karena sudah membayangkan dapat menikmati lautan awan yang terlihat seperti samudera.

"Eky, sini lo!" Miftah memberi isyarat agar Eky mendekat.

"Ah elah, mau ngapain?" Eky nyeruput sisa kopi miliknya. "Gue, ke sana dulu ya."

"Hus, jauh-jauh sonoh." Adel terkikik.

Eky mendengus. "Kampret lo."

Sepeninggal Eky. Aku dan Adel berbincang tentang segala hal. Mulai dari bagaimana bisa dapat izin secara kilat, pendaki yang sempat berpapasan, tingkah konyol mereka di jalur pendakian dan bahkan kelakuan Abang masing-masing. Kalau sudah ngobrol, pastinya ngalor ngidul.

"Ra!" Adel menyuapkan wafer ke mulutnya.

"Kenapa?" Aku membenarkan posisi duduk agar menghadapnya.

"Menurut lo, Bagas baik gak?" tanya Adel tiba-tiba.

Aku terdiam sesaat. "Baik, dia juga peduli sama temen." Aku tersenyum melihat perubahan ekspresi di wajah Adel. "Keknya, dia suka sama lo."

"Serius?" Adel tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya. "Ma-maksud gue, masa sih?"

Teror di Gunung Cikuray (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang