Ular besi mengantar berbagai tekad menuju tujuan yang sama, mengemas apik tawa dan beragam cerita yang dibersamainya. Setelah 3 jam perjalanan, akhirnya kami tiba di stasiun tujuan.
Untuk bisa sampai ke Basecamp, kami melanjutkan perjalanan dengan mobil jemputan. Di mana, si empunya adalah teman Bang Teguh- aktivis pecinta alam juga.
"Gue sama anak-anak baru sampe, sip otw parkiran." Bang Teguh terlihat sedang ngobrol lewat sambungan telpon. Entah siapa, tapi sepertinya orang yang akan mengantar ke Basecamp.
"Langsung ke parkiran aja, soalnya kita udah ditungguin!" intruksi dari Bang Teguh setelah selesai dengan telponnya. Kami hanya mengekor seperti anak ayam pada induknya.
"Bang, kita gak nyari makan dulu nih? Perut gue udah kukuruyuk." Adel mengelus perutnya.
"Makan di sana aja ya, Dek. Soalnya temen gue udah nunggu dari tadi, kasian." Mendengar itu, Adel akhirnya mengalah saja.
"Makan di Basecamp, gak apa-apa kan, Gengs?" tambah Bang Teguh.
"Yoi, Bang. Biar sekalian ngopi sama sebat dulu kita, haha..." sahut anak laki-laki bersemangat.
Setibanya di parkiran, terlihat sebuah mobil bak terbuka warna hitam yang sudah menunggu.
Mobil ini biasa dipakai untuk mengangkut hasil kebun para warga yang akan dijual ke kota. Selain itu juga, bisa menjadi alternatif bagi para pendaki yang akan ke Basecamp, tapi terkendala akses angkutan yang tidak sampai ke sana. Harga sewa yang cukup murah menjadi salah satu alasan kenapa mobil ini disebut-mobil sejuta umat. Ramah di kantong karena bayar sewanya patungan.
Berhubung dijemput, jadi kita gak bayar sama sekali, alias gratis. Wkk!
"Del, Ra. Kalian duduk di depan gih!" titah Bang Teguh. Ketika kami sudah mengambil posisi duduk masing-masing.
"Engga, ah. Gue mau dibelakang aja, biar adem. Hehe..." sahutku.
"Lo aja sih, Bang. Lagian kalo kita yang di depan, bakal gak nyaman," timpal Adel.
Seakan mengerti maksud kami. "Hmm... Oke dah, kalo gitu." Bang Teguh berlalu dan duduk di depan.
Mobil mulai meninggalkan pelataran Stasiun, Bang Teguh yang duduk di depan terlibat obrolan hangat dengan temannya, sesekali terdengar tawa lalu asap rokok terlihat mengepul dari keduanya. Sementara itu, kami yang duduk di bagian belakang mulai basa-basi dan memperkenalkan diri satu sama lain.
"Parah lo, Del. Bawa temen, tapi gak dikenalin ke kita?" ucap ketiga laki-laki yang terlihat sangat dekat dengan Bang Teguh, Adel juga pasti sudah kenal mereka cukup lama.
"Oh iya, gue lupa. Haha..." pekiknya merasa bersalah.
"Salam kenal! Gue Kinara, kalian bisa manggil gue, Ara." Aku memperkenalkan diri tanpa diminta. Jangan salah, aku memang sedikit kaku jika berhadapan dengan orang baru, tapi karena mereka asik dan easy going, jadi aku bisa cepat menyesuaikan.
"Gue Miftah dan ini temen gue, namanya Kian."
Mereka adalah dua orang yang datang terakhir waktu di Bandung. Jarak duduk antara aku dan mereka tidak terlalu jauh, jadi mudah saja untuk membalas jabatan tangan yang mereka ulurkan.
Satu dari keduanya, membuat aku terdiam cukup lama. Aku merasakan ada hal lain dalam dirinya, tapi entah apa. Dia lebih kalem dan banyak diamnya tidak seperti mereka.
'Siapa dia sebenarnya?' batinku.
Tibalah giliran ketiga teman Bang Teguh yang berkenalan, mereka terlihat err. Haha absurd percis seperti Adel dan Abangnya-mereka asik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teror di Gunung Cikuray (Hiatus)
Pertualangan"Perjalanan hidup yang bermakna tidak bisa didapat begitu saja. Kamu harus mulai mencari, menciptakan, lalu temukan hal besar yang belum pernah kamu dapatkan." -Kinara Niat hati liburan untuk menikmati alam dan mendapat ketenangan, tapi setibanya d...