Bab 11.

15.1K 1.8K 131
                                    


4 hari berlalu.. Lena sudah berada di mansionnya. Sementara Dewina masih rawat inap karena dia belum sadar.

Selena duduk sembari menggigit kukunya. Seharusnya tidak seperti ini, seharusnya Rena tidak melukainya, seharusnya ayahnya menghukum Rena berat karena melukainya.

Tetapi dia harus menelan pil pahit ketika semuanya berubah. Tidak ada Rena yang di pukul, tidak ada Rena yang di bentak. Kenapa semua berubah?

Seharusnya juga Arthur menjadi miliknya, tetapi bahkan sebelum dia bertindak, tidak ada perubahan besar di kehidupannya.

Lena menggeleng cepat. Dia tidak mau tau, segala yang dia inginkan harus dia dapat.

Tetapi apa yang salah dari rencananya kali ini? Rena yang tak pernah melawan kenapa melawan kali ini? Dan Arthur yang seharusnya berada disisinya malah sama sekali belum kenal dengannya.

Apa yang salah? Apa ada sesuatu yang dia lewati?

Dari arah luar,Vyn berjalan sembari bersenandung. Dengan menggandeng tangan Rena, Vyn merekahkan senyumannya.

Semuanya sudah aman, idolanya pun aman. Alur sudah berantakan. Dia tidak peduli, selama Rena baik-baik saja dia tidak peduli dengan alur.

Kali ini ia tinggal menikmati nya saja, karena Lena takkan berani lagi memfitnah Rena. Selain karena Rena berubah, ada Lucci yang biasa memarahi Rena malah berbalik melindungi idolanya.

Siapa yang tak senang.

Setelah masuk kedalam, Vyn menghentikan langkanya ketika melihat Selena yang menggigit kukunya.

Gadis itu seolah gelisah.

"Kak Len kenapa?" entah kenapa dirinya mendekat untuk menanyakan hal itu.  Rena hanya menatap datar.

Lena yang mendengar sebuah suara pun mendongak. Matanya melotot kaget.

Ya. Semua berubah setelah bocah di depannya ini ikut campur.

Keinginannya hancur karena bocah yang saat ini menatapnya.

Dia benci. Dia benci Vynni. Karena nya, rencana yang ia susun rapi hancur.

Dia berdiri dan langsung mencekik Vyn.

Vyn yang tak mampu mengelak pun harus merelakan dirinya di cekik oleh Selena.

Gadis itu bahkan mendorong tubuh Vyn, hingga bocah itu jatuh. Lena menduduki dirinya di atas tubuh Vyn dengan tangan yang masih mencekiknya.

Vyn menepuk-nepuk tangan Lena. Berharap gadis itu melepaskan cekikannya.

Air matanya mengalir merasakan dadanya terhimpit. Lena benar-benar berniat membunuhnya.

Rena?

Gadis itu mengangkat kakinya begitu tinggi dan menendang kepala Selena kuat hingga gadis itu terpental begitu jauh dan menubruk meja.

Duakk!

"Ugh!!"

Vyn terbatuk hebat ketika cekikan Selena terlepas..

"Uhukk!!"

"Uhukk!!"

Bocah itu meraup udara rakus. Air matanya masih mengalir. Pandangannya memburam. Terakhir kali yang ia lihat, Selena di siksa oleh Rena dan seseorang yang datang memanggil namanya.

Dia pingsan.

Alaric berlari dengan cepat menuju adiknya. "Vyn! Vyn!!"

Pemuda itu mengangkat tubuh adiknya dan berjalan melewati Lucci. Sebelum benar-benar pergi, Alwric berkata "Papi, pastikan gadis kurang ajar itu berada di ruang bawah tanah."

Lucci memijit pelipisnya, "Ck, setelah kehilangan satu putri. dan sepertinya aku harus kehilangan patner sex? Sial! Orang-orang bodoh ini!" geramnya.

Dia menatap nanar Rena yang tetap menghajar kembarannya meski Lena udah tak sadarkan diri sejak tadi.

"Rena cukup!"

Kaki Rena mengambang di udara sebelum dia menghentikan acara menendangnya. Dia meludah tepat di muka Lena. Dia berjongkok lalu berkata, "Kau benar-benar salah berurusan dengan kesayanganku, my twins."

.

.

"Arghh Sial! Sial! Sial!!" Arven marah besar. Ya Arven, dia pulang setelah mendapat kabar dari bawahannya jika sang adik bungsu kesayangannya tengah berbaring di brangkar rumah sakit.

Saat ini dia tengah menghajar dokter yang menangani sang adik.

"Katakan.. KATAKAN PADAKU, SEJAK KAPAK CEKIKAN BISA MEMBUAT ORANG KOMA BRENGSEK!" marahnya.

Dia tak terima, dia marah ketika dokter menjelaskan jika adiknya saat ini koma. Maka dari itu dia memberi pelajaran pada dokter abal-abal yang berada di lantai, tergeletak mengenaskan.

Luke duduk dengan wajah yang tak enak dipandang.

Begitu pula dengan Alaric yang saat ini tengah duduk mendampingi sang adik yang tengah memejamkan mata.

"Buka matamu Vyn. Katakan yang di ucapkan dokter sialan itu adalah hal kebohongan."

.

.

"Anjir gw balik?" Vyn meraba-raba tubuhnya. Dia berdiri dan menatap kaca.

"Gw beneran balik?"

"GW BALIK COYY!!!"

Vyn berjingkrak kesenangan. Memang dia senang bertemu dengan idolanya. Tetapi dia lebih senang jika berkumpul lagi dengan ibunya.

"Oh iya!"

Vyn mencari novel yang dia baca dan ingin mengetahui alurnya. Berubah atau tidak?

"Anjir ngeri kali, si Lena mati di tangan Rena cok. Emang badass kali lah idolanya gw," ujar Vyn bangga.

"Pfft si Dewina isdet?"

"Tunggu, terus Renaya mana?" Vyn membolak balikkan layar di hpnya dan tak menemukan nama Renaya.

Bahkan gadis yang terakhir kali dia tabrak bernama Kanaya harus berakhir tragis akibat  kecelakaan beruntun yang di rencanakan.

"Ini si Arthur mana? Kok belom ada part lain?"

"Ini juga kenapa keluar mga Luis tidak di nampak kan?"

Vyn terus berkomentar, "Anjing sejauh mana alurnya berubah cok!" Bocah itu menguasak rambutnya frustasi.

"VYN BANGUN! BERSIAP UNTUK SEKOLAH. MAMA SUDAH NYIAPIN NASI GORENG DI MEJA MAKAN. MAMA MAU KEPASAR DULU!"

Teriakan menggelegar yang begitu Vyn sukai. Dia tersenyum dengan air mata yang sedikit mengali, "Aku rindu suasana ini."

Dia menoleh jam yang menujukkan 6:45 pagi. Dia melihat tanggal dan langsung terkejut. "ANJING GE BERBULAN BULAN DI NOVEL DAN HANYA SEMALAM SAJA DISINI!???"

"BANGSAT!!! JANGAN BILANG APA YANG GW ALAMIN HANYA MIMPI?"

"Tapi.. Alurnya aja beda, dan sesuai keinginan gw?"

"Argh tau ahh.. Yang penting, idolanya gw bahagia."









End....



















Tapi boong akwowkwkwkwkk..







Figuran Extra. ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang