chapter 3

378 39 2
                                    

Satu bulan berlalu dengan cepat, Jennie merasa seperti baru kemarin ia mulai bekerja dan juga merasa bangga karena hari ini ia akan menerima gaji pertamanya. Wajar bagi Jennie merasa demikian, meski mungkin saja gajinya tak seberapa jika dibandingkan para staf lainnya ia tetap bahagia. Ia sudah bekerja keras, di minggu pertama ia memulai masa magang ia sudah harus mengejar deadline membantu senior yang akan digantikan olehnya. Setiap hari selalu pulang satu jam lebih lambat dari waktunya, dan bulan ini ia benar-benar bekerja sendiri serta mampu menangani fase chaos dilepas oleh senior.

I'm a fast learner, and i'm smart! - slogan Jennie memotivasi diri sendiri.

Sabtu pagi di hari yang cerah ini sungguh membuat gadis itu sumringah begitu ia melihat notifikasi i-banking menandakan gaji pertamanya benar-benar cair ke rekeningnya, jika ia tak sedang berada dalam kereta sudah dipastikan Jennie akan berjingkrak riang. Yap, ia sedang dalam perjalanan pulang setelah satu bulan penuh meninggalkan rumah.

Eomma, ayo kita makan enak! Aku sudah setengah perjalanan menuju rumah. - Jennie mengirim sebuah pesan pada ibunya.

Senyum gadis itu tak pernah luntur, saking senangnya sesekali ia pun menciumi layar ponsel yang menampilkan jumlah saldo rekening yang bertambah. Selain ibunya, tak ada lagi yang ia ingat saat ini. Wanita paruh baya itu akan menjadi yang pertama menikmati gaji pertamanya bersama.

Waktu menunjukkan pukul 10 pagi, Jennie memang mengambil kereta dini hari. Sengaja, ia ingin berada di rumah lebih awal. Begitu ia menginjakkan kaki di stasiun, ia tak mau membuang waktu dan bergegas keluar dari sana setelah memesan taxi online. Tiba di halaman rumah yang sederhana, ia mengedar pandangan mencari sosok ibunya yang biasanya tengah sibuk mengerjakan apapun di rumah. Namun yang ia dapati hanya hening, dan keningnya tiba-tiba mengernyit ketika ia menyadari sebuah mobil terparkir di depan rumah.

"Ada tamu? Siapa?" Jennie bergumam

Dengan tenang ia melangkahkan kaki dan membuka pintu utama, Jennie melihat 2 pasang sepatu milik sang tamu tersusun rapi di raknya. Sepasang sepatu pria dan wanita, kemudian ia ikut menyimpan sepatunya disana dan berganti memakai sandal.

"Eomma.. Nini pulaaang" teriaknya sambil berjalan memasuki ruangan

"Eoh? Kau sudah sampai nak? Aigoo, kebetulan sekali. Kemari lah" eomma Jennie tergopoh-gopoh menghampiri begitu mendengar suara putrinya

"Eommaa" tanpa basa-basi Jennie langsung memeluk ibunya, ia sangat merindukan wanita paruh baya itu.

Tak bisa dipungkiri, meski sebelum meninggalkan rumah seringkali ia bertengkar dengan ibunya karena masalah belum juga mendapat pekerjaan tapi semenjak ia pergi merantau yang satu-satunya ia rindukan adalah wanita itu. Terkadang orang tua hanya tak tahu cara berkomunikasi agar tak menyinggung perasaan anaknya, dan Jennie memaklumi. Tapi, tetap saja hal itu sering kali membuat mereka bertengkar sampai pernah sekali Jennie mendiami ibunya selama satu minggu, tak saling berbicara.

"Aigoo anak eomma, kau rindu padaku huh?" Goda eomma Jennie sambil menepuk-nepuk punggung putri semata wayangnya itu

"Tentu saja, aku rindu berseteru dengan mu eomma.. aku tak ada teman bicara disana setelah pulang bekerja kkkh~" balas Jennie terkekeh, eommanya hanya mendengus sebal

Jennie memang gadis yang tangguh, ia mampu melewati masa sulitnya sejak remaja meski harus terseok-seok dan entah berapa ribu tetes air mata yang ia tumpahkan diam-diam tanpa diketahui Eommanya. Tapi Eomma akan selalu tahu jika Jennie sedang tak baik-baik saja, saat itulah Eomma akan menjadi tempat paling aman untuknya. Jennie pasti akan menceritakan apapun pada Eomma setelah perasaannya berangsur membaik, dan Eomma akan dengan senang hati mendengarkan hingga selesai tanpa menyelah. Merasakan Jennie yang baik-baik saja saat ini, tentu Eomma Kim merasa tenang dan senang. Jennie adalah putri kebanggaannya.

Dream Wedding Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang