"Saya mengambil engkau Jennie Kim untuk menjadi istri saya, untuk saling memiliki dan menjaga, mulai detik ini sampai selama-lamanya. Pada waktu susah maupun senang, pada waktu kelimpahan maupun kekurangan, pada waktu sehat maupun sakit, untuk saling mengasihi dan menghargai, sampai maut memisahkan kita, sesuai dengan hukum Allah yang kudus, dan inilah janji setiaku yang tulus."
Kalimat janji yang diucapkan Liam terdengar lugas dan jelas di telinga gadis itu, bahkan di setiap pasang telinga hadirin yang ada dalam aula. Sorot mata tegas pria itu menatap miliknya dengan teduh, lengkap dengan seutas senyum yang terukir di wajahnya yang terlihat begitu tulus. Untuk sesaat Jennie merasa sulit untuk sekedar bernafas, dengan degup jantung yang kian menggebu ia balas mengucap janjinya.
“Liam Manoban, saya menerima engkau suami saya. Saya berjanji setia kepadamu dalam untung dan malang, di waktu sehat dan sakit, dan saya mau mencintai dan menghormati engkau seumur hidup.”
Dengan sekali nafas Jennie berhasil menyelesaikan kalimat janjinya, ada perasaan lega namun juga beban dalam hatinya. Masih ia dapati Liam tersenyum memandangi dirinya, mata pria itu memerah dan mulai berkaca-kaca. Jennie tak tahu jenis reaksi macam apa itu, ia terlalu buruk untuk menerka. Namun keadaan serupa juga tak jauh berbeda dari dirinya, rasanya ia ingin menangis untuk berbagai alasan.
Bulir air matanya tak lagi bisa ia tahan, namun dengan sigap Liam menghapusnya. Dengan lembut ia menyentuh pipi Jennie menggunakan ibu jarinya, mengusapnya pelan. Pria itu masih tersenyum, hingga sesaat kemudian ia mendekatkan wajahnya hingga kedua bibir mereka bersentuhan.
Liam mengecup bibirnya, setelah pastor mempersilakan keduanya. Gemuruh sorak sorai tamu tamu undangan bersahutan, suasana suka cita mendukung mereka.
"Terimakasih" bisik Liam tepat di depan wajahnya, Jennie hanya balas menatapnya
Liam kembali mempertemukan bibir mereka, membuat Jennie terkejut dan semakin dikejutkannya lagi ia ketika pria itu memperdalam ciuman mereka. Sorakan para tamu undangan semakin heboh, terutama dari pihak keluarganya. Keempat kakak laki-laki Jennie berada disana, tentu saja ini adalah hari penting adik kecil mereka.
Jisoo yang bahkan paling jarang pulang turut hadir disana, ia yang bersorak paling kencang.
"Wooow!!! Go get the room you love birds!"
Mereka tertawa
Liam melepas tautan bibir mereka ketika Jennie terengah, pria itu terkekeh. Ia mengusap bibir gadis itu setelahnya. Ia merasa gemas, istri kecilnya terlalu menggemaskan.
#flash back, on.
Sehari setelah Jennie bertemu dengan Liam, ia kembali bekerja seperti biasa, tak ada yang benar-benar berubah. Hari itu berjalan begitu cepat, hingga ia tak sadar apa yang sebenarnya telah mereka sepakati. Lalu pada sore hari sepulang kerja ia mendapat panggilan dari Eomma Kim. Orang tua itu begitu heboh, dari suaranya jelas eomma Kim terdengar bahagia.
"Nini, uri aegi.. kau tahu? Liam baru saja datang ke rumah kita, dia baru saja mengunjungi eomma.. Nini, eomma sungguh senang kau menerimanya. Dia pria yang baik, eomma merasa lega. Gomawo Nini-ah.. chukhae.. eomma memberi restu sepenuhnya untuk kalian"
Jennie merasa lututnya lemas, ia baru menyadari jika Liam tidak hadir di kantor hari ini. Ia mendesah pasrah, pria itu benar-benar bergerak cepat. Ia benar-benar tak bisa melangkah mundur.
"Eoh.. eomma akan menghubungi kakak-kakak mu. Mereka pasti senang mendengarnya, apalagi Jisoo.. bla.. bla.. bla.. "
Suara eomma Kim terdengar seperti dengungan nyamuk di telinganya, Jennie cukup kewalahan untuk mencerna semua yang terjadi. Sementara eomma Kim masih berbicara dengan antusias, pikirannya melayang pada seseorang yang ia temui kemarin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dream Wedding
FanfictionLight story. Boleh langsung aja. Terimakasih untuk kesediaan baca, beri vote dan komen :) kalo berkenan tolong baca cerita yang lainnya juga ya.. hehe