chapter 4

315 37 5
                                    

Semua mata tertuju pada si gadis bermata kucing setelah ia secara spontan menggumamkan nama sosok seseorang dalam foto, sebuah kejutan yang membuat para orang tua itu senang dan penasaran sekaligus. Positifnya, bagi Halmoni dan Haraboji tak perlu repot-repot lagi untuk mengenalkan cucunya dengan si calon cucu menantu. Garis takdir kadang memang tak terduga, bisa tiba-tiba begitu dekat dan membentang jauh secara bersamaan.

"Omo! Kau mengenalnya? Yeobo, ini luar biasa bukan? Bukankah ini artinya mereka mamang berjodoh?" heboh Halmoni terlampau senang, ia bahkan bertepuk tangan

Eomma Kim menatap putrinya meminta penjelasan, membuat Jennie yang sempat melamun menjadi gelagapan.

"A-ah, a-anu.. i-itu, sebenarnya.." gadis itu bingung bagaimana ia harus menjelaskan, ia masih cukup terkejut dengan satu fakta yang baru saja ia ketahui. Liam Manoban? Dijodohkan dengannya? Astaga! Jennie bahkan tak pernah berani bermimpi tentang itu sama sekali.

Ia akui, Liam Manoban adalah sosok yang nyaris sempurna. Masih muda, baik, mapan dan tampan. Benar-benar lulus kategori calon menantu idaman, tapi yang ia lihat belum tentu semuanya benar bukan? Ada banyak sisi manusia yang tak akan pernah diketahui orang lain selain dirinya sendiri, Jennie bukannya berlagak sok suci bahkan dirinyapun memiliki banyak hal yang hanya ia simpan sendiri. Itu juga berlaku untuk si Manoban bukan? Semua penilaian baiknya dan orang-orang pada pria itu, hanya sebatas yang terlihat di permukaan. Jennie tidak benar-benar mengenalnya.

"Bicaralah dengan jelas, Nini!" tegas Eomma Kim, oh ia tidak marah hanya sedikit kesal karena putrinya begitu lambat.

"Emm, sebenarnya Mr. Liam adalah bos ku di kantor. Ia Branch Manager di divisi kami, jadi tentu saja aku mengenalnya sebagai anak buah. A-aku, hanya terkejut ternyata Mr. Liam adalah cucu mu, halmoni, haraboji" jujur Jennie

"Kkkh~ begitu ternyata, dunia benar-benar sempit. Dan itu bagus! Kalian bahkan telah saling mengenal sebelum kami mengatur apapun." Kekeh Haraboji

Pembicaraan di antara orang tua berlangsung lama, Jennie yang cukup merasa lelah memilih berpamitan dan pergi ke kamarnya untuk beristirahat. Para orang tua tak keberatan, mereka mengerti Jennie baru saja tiba.

"Liam Manoban.."

Jennie bergumam dengan memandang kosong langit-langit kamarnya yang tak besar, ia merebahkan diri di atas single bed tua yang menjadi saksi bisu betapa kerasnya ia belajar untuk ujian masuk perguruan tinggi dan belajar untuk seleksi pekerjaan. Ia menghela nafas lemah, niatnya pulang ke rumah setelah satu bulan lamanya merantau dengan tujuan beristirahat sejenak sebelum mulai kembali bekerja, Jennie malah mendapat kejutan yang membuatnya sakit kepala.

"Tunggu, mungkin saja dia menolak jika tahu yang dijodohkan dengannya itu aku bukan? Aahh benar, benar! Untuk apa aku pusing sendiri? Huuhh"

Jennie berguling kesana kemari mencari posisi ternyaman, ia hanya ingin tidur sekarang. Sebenarnya ia bukanlah tipikal morning person, hanya karena tuntutan pekerjaan saja ia terpaksa harus bangun pagi dan akhir pekan adalah waktu pembalasan untuk ia habiskan dengan tidur seharian atau bermalas-malasan. Seperti mayoritas perempuan lajang kebanyakan, Jennie juga tak akan repot-repot mandi jika tak ada agenda dan tak jarang membiarkan kamarnya berantakan. Hehehe

Entah berapa jam lamanya ia tertidur, Jennie mulai tersadar dan mengerjap-ngerjapkan matanya. Dengan lunglai ia beranjak keluar kamar menuju kamar mandi, ia berniat membasuh wajah agar lebih segar dan perutnya mulai meronta minta diisi, ia ingin makan.
Selesai dengan membasuh wajah, Jennie memandang lekat pantulan dirinya di cermin yang hanya sebatas dada. Ia memasang wajah tersenyum, cemberut, sedih, bahkan marah. Berbagai ekspresi ia tampilkan disana, dan bersenandung

Dream Wedding Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang