Jika ada hal yang kutahu dengan pasti, maka itu adalah fakta bahwa akhir hidupku berada di tangan adik perempuanku. Secara figuratif, tentunya. Aku tak yakin jika dia bisa menjadi orang yang akan mengakhiriku secara literal. Adikku, Terra, adalah sosok yang pendiam. Versi lebih baik dariku dalam hal visual maupun dalam berperilaku. Dia memiliki fitur lembut yang membuatnya tampak seperti boneka malaikat, sama sekali tak sepertiku yang kasar dan keras, baik dalam fisik maupun mental. Tidak heran banyak yang tak menyukaiku.
Kuputuskan untuk menulis ini atau aku akan jadi gila. Aku benci terkurung di fasilitas terkutuk ini. Aku tak suka mendapat tanggung jawab untuk menjaga Terra. Dia tidak butuh perhatian dariku, justru sangat tak mengharapkannya. Hanya saja orang-orang di sekeliling kami selalu mengawasi, selalu menghakimi. Mereka berharap aku tahu yang seharusnya kulakukan. Aku geram dengan orang-orang di tempat ini yang pura-pura peduli dan bertanya banyak hal seperti,
"Selamat pagi, Jove, bagaimana keadaanmu pagi ini?"
Yang kubalas dengan, "Seratus persen lebih baik kalau kau tutup mulut."
Kemudian, "Bagaimana keadaan orang tuamu, Jove?"
"Bagaimana kelihatannya? Kau pikir aku masih tetap di tempat busuk ini jika orang tuaku sudah sembuh?"
Lalu, "Jove, hanya ingin menyampaikan kalau sebaiknya kau minta Terra untuk bersosialisasi. Kasihan dia selalu sendirian."
"Well, dia di sana," kutunjuk tempat Terra duduk, "Bicara saja dengannya sendiri."
Dan masih banyak omong kosong lainnya.
Bertentangan dengan kepercayaan orang-orang, aku tidak selalu tahu apa yang harus kulakukan. Kehilangan orang tua di usia labil sangat merusak mental. Bukannya orang tuaku selalu memanjakan, hanya saja kehadiran mereka menenangkan. Sekarang, mereka sudah tiada. Aku harus menjaga diri sendiri dan juga Terra.
Tidak ada yang mengatakan aku adalah kakak yang baik. Dari dulu memang tidak. Sejak kecil aku menjaga jarak dari siapapun, termasuk keluargaku. Aku belajar untuk menyalurkan emosi dalam bentuk kemarahan. Terra membenciku karena itu. Yah, itu bukan salahnya. Aku memberinya banyak alasan untuk membenciku. Namun aku tak keberatan karena memang itu tujuanku.
Aku hanya ingin melindunginya.
Meskipun Terra tak di sini, aku bisa mendengar dia bertanya dengan nada merendahkan, "Melindungiku dari apa, Jove?"
Kuberitahu kau, Terra. Aku ingin melindungimu dari dunia. Kau sadar bahwa dunia ini kejam, bukan? Bahwa dunia tidak memberimu apa-apa? Dunia mengambil segalanya. Dunia senang melihat kita menderita sebelum kita memutuskan untuk menyatu kembali dengan tanah.
Maka dari itu, ketika Terra menangis saat orang tua kami meninggal, kutegaskan padanya untuk menghapus air mata karena menangis tak akan membawa Mom dan Dad kembali dari kematian. Aku mungkin terdengar begitu sinis dan kasar. Aku tak peduli.
Bagiku inilah kebenarannya dan inilah kisah hidup kami dari sudut pandangku.
•••••
p.s : cerita ini menggunakan dua p.o.v! dari sudut pandang Terra dan Jove. saya harap readers tidak kesulitan membedakan "suara" kedua karakter tersebut. enjoy!
KAMU SEDANG MEMBACA
MORS
General Fiction"Kemana kita pergi saat kita mati?" Aku tidak mengharapkan jawaban, tentu. Tapi kakakku, Jove, membisikkan jawaban tanpa ragu-ragu. "Ketiadaan." Saat itu Jove menjawabku berdasarkan logika. Aku jadi ingin tahu, bagaimana jawabannya sekarang seandain...