Jangan lupa vote & komen yg banyak ya😘
•
•
Happy Reading 🕊️
Jakarta, 2015.
Suasana lapangan SMA Trisatya--pagi itu--sangat tenang. Upacara berlangsung dengan khidmat. Banyak siswa siswi baru hari ini yang tentu saja telah siap lahir dan batin menerima pelajaran.
"Lo kenapa lesu gitu, Ndi?" Tanya salah seorang siswi.
"Lemes. Lo nggak liat jadwal mapel hari ini?" Jawab gadis itu. Bernama lengkap 'Indira Faleesha'.
"Liat. Biologi, Matematika dan Fisika kan?"
"Lo nggak lemes dengernya, Lin? Gue aja lemes"
"Lemes kenapa, Ndi?" Ya. Si Alin. Alin yang sedikit lemot. Bernama lengkap Alin Adhinanta. Teman Indira sejak Sekolah Dasar.
Indi menghela napas. Sejujurnya ia ingin sekali mencekik temannya itu, namun urung sebab pembina upacara hendak menyampaikan amanat. Tentu saja membuat gadis itu kembali letih, lemah, lesu dan lunglai sebab amanat tersebut akan disampaikan berjam-jam lamanya.
Tapi Indi akan merasa baik-baik saja mendengar amanat berjam-jam ketimbang mengikuti pelajaran Matematika!
*
Namun naas, amanat tidak tersampaikan lebih dari 15 menit. Sekarang Indira harus duduk di kelas sembari menunggu guru mapel matematika yang sangat dia benci. Bukan benci gurunya, tapi benci mapel-nya. Kadang Indira berpikir, kok bisa ada yang suka matematika? Aneh.
"Assalamualaikum anak-anak!"
Indira dan teman sebangkunya--Alin, menatap seorang guru berparas cantik nan glowing masuk ke kelas. Kelas X-D.
"Saya izin waktunya Pak Edho sebentar, ya" ucapnya.
"Pertama, perkenalkan saya guru bahasa indonesia. Nama saya Ibu Raden. Saya kesini mau menunjuk beberapa siswa untuk ikut seleksi Paskibra" lanjutnya.
Ekspresi satu kelas sama semua. Mereka menganga heran. Memang, sebentar lagi 17 agustus. Dan SMA Trisatya adalah salah satu SMA yang siswa-nya selalu lolos seleksi Paskibra Kabupaten tiap tahun.
"Gavandhi!" Ucap Ibu Raden. Si empunya nama pun mengangkat tangannya.
Indira sama sekali tidak tahu dan tidak mengenal orang yang di sebut itu. Indi hanya tahu Alin Adhinanta. Teman sejak Sekolah Dasar dan kini teman sebangku-nya pula.
"Alisha!" Lanjut Bu Raden.
"Bhanuresmi!"
"Citra!"
"Chandra!"
"Indira!"
Mata Indi melotot ketika namanya disebut. Begitu pun dengan Alin yang langsung memukul lengan Indi--pelan.
"Lo kepilih, Ndi!" Ucap Alin. Terlihat girang. Sekaligus tidak percaya.
Indira tak bisa berkata apa-apa. Dia saja heran mengapa dirinya terpilih.
KAMU SEDANG MEMBACA
ARKA DEVANTARA (Suara Hati Indira)
Ficção Adolescente"The star is beautiful isn't it?". Mungkin kalimat itu yang lebih tepat menggambarkan kisah cinta Indira Faleesha. Tentang bagaimana gadis itu ingin mengungkapkan perasaannya namun tidak sanggup. Indira Faleesha. Gadis remaja SMA yang ceria. Memilik...