Jika ada hal yang ingin dihindari Riana seumur hidupnya maka itu adalah jipratan kamera. Memang dirinya terkesan sassy jika sudah bersama orang-orang yang di dekatnya namun percayalah! Wanita itu akan menjadi anak kucing yang tak berdaya jika sudah di depan kamera. Cahaya nya membuatnya takut, seolah ada bencana yang akan menyusulnya bersamaan dengan cahaya-cahaya itu.
"Apa ini masih lama?" tanya nya mendekat pada Alden yang masih setia tersenyum di depan para awak kamera.
"Is something wrong?" tanya Alden balik.
"Tidak, hanya saja aku sedikit pening dan jugaa kaki ku sedikit keram aku rasa," jawab Riana menanggapi.
"Itulah mengapa aku menyuruhmu untuk bangun lebih awal tadi agar kau bisa merenggangkan otot-otot mu bukankah sudah ku beritahu bahwa hari ini akan sedikit sibuk?" tanya Alden kembali.
"Iya tapi..."
"..."
Selanjutnya tak ada lagi jawaban dari Alden karena pria itu sudah kembali menghadapi awak kamera. Tanpa menghiraukan Riana yang mulai banyak menunduk. Beberapa jam berlalu dengan sangat lambat menurut Riana, sedari tadi dirinya sudah sangat ingin istrahat atau lupakanlah kata istrahat karena dirinya hanya ingin menjauh dari jipratan kamera setidaknya mereka bisa lebih menjauh dari cahaya-cahaya yang dIbenci nya itu.
"Pada akhirnya saya ucapkan terimakasih banyak atas kedatangan kalian semua hari ini dan terimakasih untuk doa-doanya untuk saya dan istri, terus doakan kami agar bisa semakin baik kedepannya , terimakasih... terimakasih...terimakasih..."
Bersamaan dengan ucapan terimakasih yang diucapkan Alden, lelaki itu menyeret Riana turun dari podium. Katakanlah lelaki itu menyeret Riana karena wanita itu hanya bisa terseok-seok saat Alden membawanya turun dari podium tempat mereka melangsungkan jumpa pers.
"Aku harap kau tidak selemah itu lain kali, kau tahu aku sangat tidak suka berurusan dengan orang lemah" ketus Alden lalu meninggalkan Riana yang masih duduk di salah satu sofa yang di sediakan khusus untuk keduanya.
"Tuhan, kenapa harus aku yang jadi pasangan si Hitler itu," keluh Riana sambil mengurut kakinya dan melepaskan sepasang heels ber-hak tinggi yang di duganya sebagai salah satu penyebab kebas nya kakinya.
"Permisi."
"Iya, aku lemah tapi pleasee bisakah kau tak memarahiku sekarang. Aku sudah sangat lelah," jawab Riana tanpa menoleh ke arah si pemilik suara barusan.
"Maaf Nyonya, tapi saya di perintahkan Tuan Alden untuk menjemput Anda ," jawab si pemilik suara yang merupakan Thomas, supir pribadi Alden.
"Oh, hai Thomas maaf tadi membentak mu heheh. Aku hanya sedikit lelah," kata Riana sambil terkekeh.
Thomas yang juga tak jauh daripada Alden yakni berwajah datar hanya menanggapi Riana dengan menundukkan pandangannya lalu menujukkan arah yang harus dilalui Riana menuju ke mobil pribadi yang akan mengantarkan Riana ke rumah Alden.
"Gak Tuan gak bawahan semuanya balok es," keluh Riana hampir tak terdengar.
"Apa Anda baru saja mengatakan sesuatu?" tanya Thomas yang tiba-tiba berbalik menghadapi Riana.
Sedikit berjengit kaget, Riana kemudian tertawa dengan garing. "Ahaha! Tidak aku hanya mengatakan bahwa aku kagum dengan bahu mu yang lebar."
Thomas hanya menaikkan sebelah kening nya lalu kembali berjalan di depan Riana. "Silahkan ikuti saya."
Perjalanan di tempuh sekitar 15 menit dari Ashari Corp yang menjadi tempat jumpa pers di adakan hingga ke rumah Alden. Sepanjang jalan Riana hanya mengurut ringan kakinya juga sempat dirinya meminta Thomas agar berhenti di salah satu swalayan untuk membeli sendal yang lebih santai tanpa hak, juga selain itu dirinya bersenandung kecil-kecilan karena jika itu di mobilnya maka musik tak akan pernah berhenti mengiringinya hingga tiba di tempat tujuan. Lain hal nya dengan hari ini, dimana tidak ada musik hanya ada suaranya yang hampir menyamai bunyi anak ayam milik tetangganya di Dewata.
"Kita sudah sampai Nyonya," kata Thomas lalu turun untuk membukakan pintu Riana.
Bertepatan dengan Thomas yang membukakan pintu untuknya Riana memanggil lelaki itu, "Emmm Thomas," katanya sambil menggoyangkan tangannya meminta Thomas untuk mendekat dan mau tidak mau Thomas mendekatinya dengan menundukkan kepalanya.
"Bisakah kau menjadi temanku saja? Maksudku berhentilah berbicara formal padaku, aku merasa asing dan tidak terbiasa dengan itu semua," kata Riana,
"Anda juga nantinya akan terbiasa," jawab Thomas singkat.
"Kumohon. Lakukan ini sebagai perintah dariku kalau begitu," jawab Riana menimpali.
Tak ingin berdebat lebih jauh Thomas akhirnya menutup matanya lalu mengiyakan ucapan Riana dengan mengangguk singkat. "Kalau begitu silahkan turun Nyonya, Tuan Alden sudah menanti Anda di dalam.
"Yes! Terimakasih Thomas."
Tepat di balkon rumah mewah berlantai dua itu seorang lelaki dengan setelah jasnya yang belum sama sekali di lepasnya terlihat melonggarkan dasinya, nampak sedikit tercekik dengan pemandangan yang baru saja di lihatnya.
"Apa aku sedang cemburu? Wahh yang benar saja!" tanya nya dalam hati sambil tersenyum meremehkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SUBTITUTE
RomanceDONT FORGET TO FOLLOW AUTHOR NYA DULU SEBELUM MEMBACA. VOTE & COMMENT EVERY PART JANGAN DILUPAKAN. "Lalu bagaimana dengan hutang-hutang Ayahku?" tanya Riana sebelum mengakhiri perbincangan dengan Alden. "Tentu saja dia sudah terbebaskan, ku akui k...