"Thom......" panggilan itu menyapa gendang telinga Riana dan Thomas yang mengikuti wanita itu sambil menyeret beberapa koper miliknya.
"Iya Tuan," jawab Thomas patuh.
"Ke ruangan ku sebentar, " kata Alden lalu meninggalkan keduanya.
Riana mendengus jengkel melihat kelakuan Alden yang benar-benar tidak ada rasa bersalahnya setelah menigggalkannya sendirian di lokasi jumpa pers tadi. Pandangannya kemudian lari ke arah Thomas, menatap pria itu dengan iba, karena sebentar lagi akan berhadapan dengan Hitler.
"Kuharap kau di beri kekuatan Thom, semangat!" katanya sambil mengangkat kepalan tangan kecilnya ke arah Thomas.
Thomas kembali menanggapi nya dengan hanya mengangukkan kepala, "Kalau begitu, saya antarkan koper Anda dulu hinga ke-"
"Thomas, bukankah sudah ku katakan agar kau berhenti bersikap formal padaku? C'mone jangan seperti ini, ahhh untuk koper biarkan aku membawanya sendiri. Hitler ohh maksudku Alden pasti sudah menunggumu."
"Baik, akan saya usahakan dan jangan memaksakan diri jika Anda tidak mampu biar saya bawakan nanti selepas menemui Tuan Alden," jawab Thomas lalu meninggalkan Riana menuju ke ruangan tempat Alden memintanya untuk bertemu.
***
Seperi biasanya, Thomas berjalan dengan langkah tegap menuju ke meja kebesaran Alden, di mana pria itu sedang mengetikkan sesuatu di laptopnya.
"Maaf mengganggu waktu Anda Tuan, saya kesini atas perintah Anda 2 menit yang lalu," kata Thomas masih dengan posisi berdiri tegapnya.
"Kenapa kau menatapnya?" tanya Alden tiba-tiba.
"Maaf Tuan?" Thomas bertanya balik, karena jika biasanya dia akan langsung paham arah pembicaraan Alden maka sekarang dia sama sekali tidak paham dengan pertanyaan Alden barusan."Ohhh ayolah Thom, sejak kapan kau jadi selambat ini?" tanya Alden mulai gusar.
"Saya memohon maaf jika saya melakukan kesalahan Tuan."
"Hell! Apa wanita itu sudah memenuhi otak mu hingga kau mati akal begini dan hanya bisa memohon maaf?" tanya Alden lagi.
"Maaf Tuan, tapi saya kurang mengerti siapa dan apa yang Anda maksud jadi saya hanya bisa memohon maaf," jawab Thomas.
"Damn! Ada apa denganku huuh kenapa ini sangat sempit," kata Alden sambil membuka beberapa kancing bagian teratas kemejanya.
Thomas masih menunduk dengan posisi berdiri tagaknya, tidak menatap ke arah Alden.
"Aku hanya bertanya padamu, kenapa kau menatap istri orang dengan tatapan kurang ajarmu itu?! Lalu kenapa kau harus berjongkok dengan posisi seperti itu di mobil?! Kenapa? Apa kalian sedang berciuman? Atau apa? Sudah sejauh mana hubungan kalian? Apa kalian sudah saling mengenal sebelumnya? Atau? Atau, kau-"
Thomas mulai paham arah pembicaraan Alden. Senyum samar terukir di kedua sudut bibirnya. Satu hal yang bisa disimpulkannya sekarang adalah 'Tuannya sedang cemburu padanya, karena berani menatap istrinya'. Timbul sedikit niat untuk mengerjai Tuannya dalam pikiran Thomas untuk melihat sejauh mana Tuannya itu cemburu.
"Maafkan atas keteledoran saya Tuan, saya berjanji untuk mencoba tidak melakukannya lagi," kata Thomas berhati-hati.
"Apa?!" Alden murka, benar-benar murka. Amarahnya sudah di ujung tanduk dan Thomas masih berani mengujinya.
"Maafkan saya." Kata Thomas tersenyum-senyum.
"Aku perintahkan untuk MENJAUH bukannya MENCOBA MENJAUH, tidak kah kau sadar dia sudah bersuami? Atau-" jeda sesaat, "Jangan bilang kau menyukai istriku?!"
Thomas tidak mampu untuk tidak tertawa, tawanya menyembur begitu saja melihat wajah merah Alden beserta gurat-gurat kekesalan yang menghiasinya.
"Tertawa? Apa kamu baru saja menertawakan ku?" tanya Alden berapi-api
"Sepertinya Anda perlu menenangkan pikiran Anda Tuan," jawab Thomas terkekeh.
"Berani-beraninya-"
"Saya akan menikah bulan depan Tuan, jadi sekalian saya ingin mengantarkan undangan Anda beserta istri," kata Thomas masih dengan senyuman terukir di wajahnya.
"Ap-apa? Menikah?" tanya Alden dengan canggung setelah ketahuan terbakar api cemburu yang entah darimana datangnya.
"Yep, dan... saya juga ingin-"
"Tenang aku akan memberikan apa saja yang kau inginkan di hari pernikahanmu," kata Alden menimpali.
"Apa saja Tuan?" tanya Thomas memastikan.
"Tentu, sekarang katakan apa yang kau inginkan untuk pernikahan mu?" tanya Alden kembali sambil berkacak pinggang.
Thomas kemudian mengeluarkan selembar amplop dari balik jas nya.
"Wow sepertinya cukup banyak, apa itu pocket list?" tanya Alden tersenyum miring.
"Saya hanya ingin Anda menandatangani surat ini," kata Thomas kemudian menyodorkan amplop yang tadi di pegang nya.
Dengan ragu-ragu dan tatapan masih tertuju pada Thomas, Alden akhirnya membuka amplop polos itu. Matanya terlihat sedikit terkejut saat melihat kepala surat tersebut.
'SURAT PENGUNDURAN DIRI'
Begitulah rentetan kata yang dilihat Alden saat pertama kali membuka amplop tersebut. Itu adalah surat pengunduran diri Thomas, setelah mengabdikan diri di keluarga Ashari selama 12 tahun terhitung sejak dirinya masih di bangku perkuliahan dan dirinya di angkat menjadi anak oleh Ashari, ayah Alden.
"Apa sekarang kau ingin meninggalkan ku karena sudah akan beristri?" tanya Alden sambil memandangi Thomas.
Thomas menganggukkan kepalanya ragu, "Bisa dibilang begitu."
"Hey dude! Dimana kesetiaanmu?" tanya Alden sambil menepuk bahu Thomas.
"Aku hanya ingin menjadi diriku sendiri," jawab Thomas dengan pasti.
"Selama 12 tahun aku merasa bukan menjadi diriku sendiri, kendatipun demikian aku tetap bahagia aku bersumpah-"
"Sudah tentu kau bahagia, ayah ku menghabiskan banyak uang untuk mu sama seperti dia menghabiskan nya untukku, yah... bisa dibilang kau juga sudah menjadi anak ayah-"
"Tapi aku tidak pernah menjadi diriku sendiri."
Alden terdiam.
"Selama 12 tahun sejak memutuskan untuk menerima tawaran beasisiwa dan tinggal di apartemen Ayah mu, aku teruss menjadi bayangan mu. Tidak sehari pun aku menjadi driku sendiri, menjadi Thomas Al-ghiwani yang sesungguhnya, aku hanya bayangan dari Alden Ashari. Setiap yang kulakukan hanya untuk Alden Ashari, sekarang aku hanya ingin menjadi diriku sendiri juga mengenal kembali siapa diriku," jeda sesaat. "Apalagi setelah aku bertemu dengan wanita ini, dia istimewa entah kenapa aku seperti melihat gambaran diriku di matanya, dia juga-"
"What the hell bro? Apa sekarang kau telah menjadi pujangga? Aku jadi penasaran sejauh mana wanita itu telah mengubah mu," kata Alden tersenyum miring lalu meletakkan kembali surat pengunduran diri milik Thomas.
"Begitulah jika berjodoh, kau akan berubah dengan sendiri nya tanpa kau sadari. Seperti hal nya kau berubah sangar hanya karena aku menatap istrimu," kata Thomas sambil mengedikkan bahunya.
"Bawa surat mu kepada Ayah jika ingin mengundurkan diri, bagaimana pun kau dipekerjakan olehnya bukan olehku. Dan selamat atas pernikahan mu, aku pastikan untuk hadir," kata Alden berusaha mengalihkan pembicaraan.
"Pastikan Anda membawa serta istri Anda juga, aku rasa itu adalah kado terindah untuk penikahan ku."
"Sebenarnya berapa stok nyawa yang kau miliki Thom?"
***
CIEEEE MULAI CEMBURUAN SI ABANG.
NEXT GUYS, MAKIN SERU DI SEBELAH
KAMU SEDANG MEMBACA
THE SUBTITUTE
RomanceDONT FORGET TO FOLLOW AUTHOR NYA DULU SEBELUM MEMBACA. VOTE & COMMENT EVERY PART JANGAN DILUPAKAN. "Lalu bagaimana dengan hutang-hutang Ayahku?" tanya Riana sebelum mengakhiri perbincangan dengan Alden. "Tentu saja dia sudah terbebaskan, ku akui k...