"Sebagaimana disebutkan dalam Surah Al – Baqarah, perempuan yang telah di talak tiga tidak boleh rujuk dengan suami yang menceraikannya kecuali setelah dinikahkan laki – laki lain. Jadi, Ibu Mayra wajib menikahi muhallil atau laki – laki lain sebelum rujuk dengan Pak Rio. Begitu.. sampai sini ada yang masih belum paham?" mediator pengadilan agama yang mereka temui siang itu mengakhiri penjelasannya.
Mayra mengangguk tanda mengerti. Sementara Rio masih cemberut. Dahinya tidak berhenti mengkerut. "Bentar – bentar, Pak.. kalau misal saya bayar lelaki lain gitu bisa gak?"
Mayra terbelalak. Bisa – bisanya Rio punya pikiran seperti itu. Bapak setengah baya di hadapannya menghela nafas sembari memperbaiki posisi kacamatanya.
"Tidak bisa, Pak.. jika Bapak ingin rumah tangga Bapak penuh marwah, sebaiknya ambil jalan yang jujur dan benar saja," suaranya yang lembut meneduhkan hati, tapi tidak dengan Rio. Lelaki itu langsung memalingkan muka dari Pak Mediator.
"Ada yang belum jelas?" beliau menekankan lagi, "Iya, Pak.. kami sudah paham.. terima kasih ya, Pak, atas waktunya.. kami pamit dulu.." Mayra beranjak dari kursi sembari mencolek punggung Rio agar segera keluar.
"Iya.. Mbak.. mari.. mari"
Mayra melangkahkan kakinya keluar menuju parkiran mobil. Segala pertanyaan yang tertahan di kerongkongannya ingin segera ditumpahkan pada lelaki bayi itu.
"Kenapa sih kamu nggak bisa jaga perkataan?" Mayra membalikkan badan ke arah Rio. Matanya terkejut melihat reaksi dadakan Mayra.
"Lu tau Bimo? Dia kemarin ke rumah mama minta kerjaan. Tapi mama kan emang lagi nggak butuh orang. Gue pikir kita bisa bayar dia jadi muhallil. Makanya gue nanya gitu tadi. Gua lebih rela elu sama sepupu kampung gue daripada sama lelaki lain,"
"Tapi Bimo kan udah punya istri, Mas.." Mayra menggelengkan kepalanya, tidak mengerti dengan jalan pikiran Rio.
"Iya, sih.. tapi nanti kan kalian cerai juga,"
"Engga.. engga, Mas.. aku nggak mau nyakitin hati wanita lain. Pokoknya aku mau cari sendiri dan jangan pernah ikut campur," sahut Mayra, hatinya kesal memikirkan Rio yang selalu berpikir pendek. Kedua bola mata Rio berusaha membaca pikiran Mayra. Ada perasaan cemburu, tapi mau bagaimana lagi, apapun caranya ia harus rujuk dengan Mayra.
"Terserah kamu, deh.. tapi awas aja lu kalo jatuh cinta sama laki – laki muhallil-mu itu." gerutu Rio, tangan kirinya sibuk merogoh koceknya untuk mengambil kunci mobil.
"Liat aja nanti.."
***
Sebuah mobil wrangler hitam keluaran terbaru melesat dengan gagah ke parkiran hotel bertaraf internasional. Sosok lelaki tampan dengan jambang tipis nan rapi dan berperawakan tinggi kekar keluar dari mobil dan berjalan menuju lobby hotel. Seorang bellboy berseragam rapi membukakan pintunya dan menyambut lelaki itu dengan ramahnya. Hawa dingin menyusup di setiap tubuhnya saat memasuki lobby hotel bernuansa klasik. Ia lalu berjalan ke ballroom yang telah ramai dipenuhi alumni SD Al – Azhar yang saling berbincang membicarakan pekerjaan dan kehidupan rumah tangga masing – masing.
"Pak Raka, apa kabar? Sibuk ngapain nih? Sampe nggak pernah ngeluangin waktu mampir rumahku" sapa Dewa, sahabatnya itu tiba – tiba menyambutnya dengan pelukan hangat.
"Sibuk bangun kerajaan bisnis, dong," belum juga sempat menjawab, Vina, istri Dewa sekaligus sahabat SMA – nya tiba – tiba menyahut Dewa yang membuat senyum Raka kian merekah. Kerinduannya pada dua sahabatnya itu terpancar cerah di garis senyumnya. Sudah dua tahun lamanya Raka tidak pernah mampir ke rumah Dewa saat pulang ke Jogja. Maklum, kesibukannya menjadi General Manager resort mewah di Bali membuatnya tidak punya waktu banyak untuk sekedar bercengkerama dengan mereka.