BAB 7

4 1 0
                                    

"Kok cepet amat, Mas?" tanya Safira mulai curiga.

"Mas udah lama pacaran sama Mayra, lagipula Mas pengen cepet – cepet punya anak. Biar kamu ada kesibukan bantuin ngurus ponakan, nggak main game terus," semua tertawa, namun tidak dengan Mayra yang hanya tersenyum tipis, lalu tertunduk lesu. Ia merasa bersalah tidak mengungkapkan dari awal bahwa dirinya mandul. Hatinya semakin bersalah manakala keluarga Raka sangat mengharapkannya menjadi bagian dari keluarga mereka. Selamanya.

"Ibu ndak nyangka lho akhirnya Raka bisa kepincut sama cewek.. ibu sudah putus asa sekali mengenalkan cewek – cewek ke dia, tapi ndak ada satu pun yang dia mau.." ujar Ibu Raka, yang langsung diiringi anggukan mantap Safira. Mayra tersipu malu. Tanpa disadarinya, hatinya meramal sesuatu. Mungkin kah Raka menganggap pernikahan ini serius?

"Oya.. orang tua kamu dateng, kan?" tanya Ibu Raka, wajah keriputnya terlihat berseri – seri merasakan kehangatan suasana sore itu.

"Orang tua saya udah meninggal, Bu" mata teduh Mayra tiba – tiba memerah. Sementara Raka yang sedang minum segelas air putih langsung menoleh ke arah wanita itu. Ia baru tahu kalau Mayra adalah anak yatim piatu. Ibu Raka menghela nafas dalam – dalam, lalu mengelus lengan Mayra dengan penuh kehangatan.

"Almarhum suami saya juga yatim piatu. Dulu kata temen – temen kerjanya bapak, dia suka melamun dan murung sebelum menikah dengan saya. Tapi setelah menikah dengan saya, dia seperti orang yang dilahirkan kembali. Ibu harap setelah kamu bergabung menjadi keluarga kami, kamu juga bisa seperti bapak ya, nak.." Mayra hanyut dalam perkataannya Ibu Raka. Tak terasa air matanya lolos begitu saja. Raka yang baru pertama kali melihat Mayra menangis langsung mengambil tisu untuknya dan mengalihkan pandangannya, tidak tega melihat wanita paling dicintainya mengeluarkan air mata, meskipun bukan air mata kesedihan.

"Maaf.. saya terharu tadi Ibu berkata seperti itu. Saya tidak bisa berkata apa – apa tapi yang jelas saya senang Ibu sudah menerima Mayra." rasa bersalah kembali menggerogoti isi hatinya. Keluarga Raka terlalu baik dan polos untuk sebuah pernikahan yang tidak berarti ini. Untuk pertama kalinya ia merasa apa yang sedang diperbuatnya begitu jahat.

Usai menyantap hidangan makan malam, mereka melanjutkan obrolan ringan seputar pekerjaan dan pendidikan. Sesekali Raka melirik Mayra yang terlihat begitu nyaman saat mengobrol dengan Safira. Hari itu juga, Raka memantapkan hati untuk selalu membahagiakannya. Sepuluh tahun yang lalu memang ia tidak mendapatkan kesempatan itu. Tapi kali ini, apapun caranya akan ia lakukan untuk membuat Mayra jatuh cinta padanya.

***

"Apa kamu yakin ndak ngundang Vina dan Dewa, nak?" tanya Ibu saat Raka sedang bercermin menyematkan dasi kupu – kupu di lehernya. Raka menghela nafas sebelum menjawab,

"Nanti Raka undang pas resepsi aja, Buk.. Raka belum siap menjawab semua pertanyaan mereka. Pernikahan kami terlalu mendadak" sorot mata lelaki itu mencoba meyakinkan ibunya. Meskipun Ibu tampak kecewa, namun ia tetap mencoba menerima keputusan anak laki – lakinya.

Jam menunjukkan pukul 09.45 pagi, resort dengan hamparan rumput hijau di hotel bintang lima telah berubah menjadi wedding venue yang sederhana. Beberapa kursi tertata rapi menghadap venue akad nikah yang dihiasi kain putih di setiap sudutnya, bunga tulip putih nan anggun disematkan di sepanjang jalur menuju venue. Penghulu dan dua saksi dari pondok pesantren ternama di kota Jogja sudah siap dengan perannya masing – masing. Sementara itu, wakil dari KUA diminta menjadi wali nikah Mayra mengingat ayahnya sudah meninggal dan kedua orang tuanya tidak punya saudara sama sekali. Puluhan kursi hanya diisi belasan tamu yang datang, kebanyakan dari kerabat dekat Raka. Sedangkan Mayra hanya mengundang satu orang saja, yang tak lain adalah Aris, karyawan dan satu – satunya orang kepercayaan Mayra. Meskipun akad nikah ini terasa ganjil dan sepi untuk seorang Raka yang mempunyai banyak klien dan karyawan, Raka tetaplah Raka, ia tidak peduli dengan sorot mata para kerabatnya yang penuh tanya. Yang dia pedulikan hanyalah sebentar lagi Mayra akan menjadi istrinya. Yang artinya, Mayra akan menjadi miliknya seutuhnya, meskipun itu belum cukup.

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang