BAB 9

4 1 0
                                    

Tepat pukul setengah sebelas, mereka berdua telah sampai di Bandara Ngurah Rai. Pak Anwar sudah berdiri di pintu kedatangan menyambut bosnya dan Mayra. Raka yang memang ramah dengan semua karyawannya segera mendatangi Pak Anwar dan mengenalkan Mayra kepada beliau. Mayra pun bersalaman dengan bapak setengah baya itu. Lalu tak lama kemudian, setelah Pak Anwar meletakkan koper mereka di bagasi, kedua pasangan baru itu mulai masuk ke dalam mobil camry hitam milik Raka.

Perasaannya campur aduk saat pertama kali menginjakkan kaki di Bali setelah 15 tahun meninggalkan pulau ini dan pindah ke Jogja. Perasaan haru, rindu masa kecil, sedih dan kecewa bercampur jadi satu. Matanya mulai berkaca – kaca melihat patung para dewa di sepanjang jalan. Tidak seperti sekarang yang di setiap persimpangan sudah banyak patung, lima belas tahun lalu, dia dan teman masa kecilnya rela bersepeda hingga belasan kilometer hanya untuk melihat kegagahan patung para dewa yang dipahat begitu detail.

Di sampingnya, Raka ingin sekali mendapatkan perhatian dari Mayra yang seperti sedang melamun. Dipegangnya tangan lentik itu erat – erat, membuat Mayra menoleh cepat ke arahnya. Rona wajah berseri tak hentinya menghiasi wajah kekar itu.

Dua jam kemudian mereka sudah sampai di pantai Green Bowl, tempat mereka akan bermain motorboat. Tidak banyak wisatawan di pantai itu karena hari itu bukan musim liburan. Mayra sudah berganti pakaian. Jeans pendek dan blouse sabrina putih membalut tubuhnya yang sangat proporsional. Raka terdiam terpaku, untuk pertama kalinya ia melihat wanita itu berpakaian lebih terbuka dari biasanya. Hatinya mulai bergelora, tapi ditekannya perasaan itu sebisa mungkin. Ia sadar, ini bukan momen yang tepat untuk sekedar menciumnya atau.. Ahh.. pikiran liar itu begitu mengganggunya.

Setelah mereka berdua mengenakan pelampung, Raka menaiki motorboat kemudian diikuti Mayra yang duduk di belakang memboncengnya. Kedua tangannya mulai melingkar di pinggang Raka.

"Ka.. jawab dulu pertanyaanku semalam sebelum aku tenggelam," bujuk Mayra sambil memonyongkan bibirnya. Sementara itu Raka tertawa geli melihat ekspresi wajahnya yang lucu.

"Kamu nggak akan tenggelam selama ada aku.." jawab Raka mantap. Sesekali tangannya membenahi pelukan Mayra yang kurang kencang.

"Aku lupa gimana caranya berenang. Udah gini aja.. yang penting sekarang kamu jawab pertanyaanku dulu sebelum kamu nyalain motorboat-nya," ujar Mayra. Meskipun kesal, entah mengapa dekapannya saat itu menimbulkan rasa nyaman yang ia rindukan.

"Mau jalan pelan tapi nggak akan aku jawab? atau jalan kenceng tapi langsung aku jawab?"

"Bodo amat!" tukas Mayra semakin kesal. Sesaat kemudian Raka menyalakan mesin motorboat lalu menancapkan gas dengan kecepatan sedang. Cipratan air laut mulai membasahi kaki mereka.

"Aku beneran nggak pernah pacaran bahkan ciuman sama cewek karena aku selalu menunggumu.." ujar Raka, suaranya yang kencang hampir tidak terdengar karena kalah berisik oleh suara mesin motorboat.

"Terus kenapa kamu menungguku?" tanya Mayra yang berusaha meninggikan suara saat Raka menambah kecepatan, membuatnya harus mengencangkan pelukannya lebih erat.

"Karena kamu yang menginspirasiku menjadi seperti sekarang. Sudah aku coba mencintai perempuan lain. Tapi.. aku nggak bisa," jelas Raka, wajahnya begitu serius saat mengucapkan kalimat terakhir.

"Nggak.. nggak mungkin.. sepuluh tahun itu bukan waktu yang singkat, apalagi kamu sering bertemu dengan perempuan yang jauh lebih cantik dan lebih sukses di luar sana"

"Oke.. mau bukti?," Raka membelokkan motorboat-nya. Cipratan air laut mulai membasahi rambut mereka berdua. Setelah Raka mendengar persetujuan dari Mayra, lelaki itu perlahan memperlambat kecepatan, lalu melepas kedua tangannya dan mulai mengatakan sesuatu. Namun, tiba – tiba saja, ombak yang lumayan besar datang secara tidak terduga, membuat speedboat yang mereka tumpangi kehilangan keseimbangan, dan seketika mereka berdua jatuh ke dalam laut. Mayra panik tidak karuan saat air laut masuk ke dalam hidungnya. Tapi perlahan, ia mencoba mengendalikan diri dan mulai menggerakkan kaki dan tangannya. Sementara itu, Raka bergegas meraih tubuh Mayra.

"Kamu nggak apa – apa, May?" ujar Raka penuh kekhawatiran. Ia meraih pinggang Mayra namun segera ditepis pelan oleh wanita itu.

"Aku bisa.. ternyata aku masih bisa berenang," teriak Mayra. Gelak tawa mengiringi kalimatnya meskipun kepalanya terasa pusing akibat kemasukan air. Sementara itu, Raka tersenyum melihat wajah bahagia Mayra. Lalu, secara tiba – tiba Raka mengecup bibir Mayra.

"Aku menunggumu karena aku yakin, suatu saat kamu akan menjadi milikku seutuhnya" Mayra terkejut oleh ucapan Raka yang begitu menyentuh relung hatinya. Ia tidak menyangka, ternyata di dunia ini masih ada seseorang yang sedang menunggu untuk menjadi miliknya. Padahal selama ini ia selalu mengutuk jalan hidupnya yang terlalu getir. Mereka berdua terdiam sejenak di tengah lautan. Lalu, kedua tangan Mayra merangkul leher kekar lelaki itu dan menautkan bibirnya pada bibir Raka. Raka menyambutnya dengan tak sabar. Lama mereka berciuman. Membuat gelora hati Raka meledak – ledak, lidahnya tidak berhenti melumat bibir tipis wanita yang sebulan yang lalu, hanya hadir di mimpi liarnya. Namun tiba – tiba,

"Mas, mbak.. kalian nggak apa – apa?" seorang penjaga pantai mendatangi mereka dengan speedboat-nya yang lebih besar. Raka yang belum menuntaskan eksplosi cintanya mendadak kecewa.

Ahh..! Siall!

***

Mas Bram termenung di meja kantornya yang tertata rapi. Tidak seperti biasanya, hari ini kantor PPAT-nya sepi karena seluruh stafnya sedang mengikuti seminar di luar kota. Matanya menerawang,

"Almayra Alifia.. kayak nggak asing dengan nama itu.." bisiknya lirih. Lalu ia membuka instagram melalui laptopnya dan mulai mencari akun dengan nama @Almayra_Alifia.

"Ketemu!" serunya dalam hati. Lalu ia mulai scrolling postingan akun itu. Matanya bergulir dengan cepat. Perasaannya mulai tidak enak.

Deg! Sebuah foto tangan wanita yang digenggam erat oleh lelaki dengan caption "Your hand is my morning call" membuat jantung lelaki itu berdebar kencang. Foto itu baru diposting sebulan yang lalu dan ia yakin tangan lelaki itu bukanlah tangan adiknya, Raka. Lalu ia segera mencatat nomor WA bisnis yang bisa dihubungi di ponselnya dan menelepon nomor tersebut. Lama diangkat.

"Selamat siang, AR production, ada yang bisa dibantu?" suara lembut seorang admin perempuan di seberang menyambut telepon Mas Bram.

"Siang kak, mau tanya, berapa biaya endorse di akun @Almayra_Alifia?" tanya Mas Bram ragu – ragu.

"Untuk paket single, dengan model Kak Mayra sendiri di harga Rp. 1.500.000 per produk, untuk paket double, model lengkap, Mbak Mayra dan Mas Rio di harga Rp. 3.000.000 per produk."

Deg! Rio? Siapa dia? Jantungnya semakin berdebar tak karuan. 

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang