BAB 10

5 1 0
                                    

"Rio?" tanya Mas Bram lirih.

"Iya.. Mas Rio, suaminya Mbak Mayra, pasangan selebgram yang kerja sama dengan kami."

Hatinya mencelos tak karuan. Seketika tangannya yang bergetar menutup mulutnya. Tidak percaya dengan apa yang didengar barusan.

"Halo.. Bapak masih di sana?"

"I..iiya.. masih kak, yaudah nanti saya hubungi lagi," Mas Bram langsung menutup teleponnya. Pikirannya bingung, bagaimana bisa adiknya menikahi wanita yang sudah bersuami? Ada apa ini?

Lalu tangannya bergerak cepat mengusap layar ponsel. Terlintas satu nama di pikirannya, yang pasti mengetahui semua rahasia adiknya yang introvert.

"Halo.. Mas Bram.. tumben telpon? Ada apa?" suara Vina di telepon terdengar seperti baru bangun tidur.

"Halo.. Vin, kamu sibuk nggak? Bisa kita ketemu sekarang?"

***

"Ohh, jadi Dewa dan Vina dulu sempet nggak direstui orang tua mereka?" tanya Mayra, setelah Raka menceritakan perjuangan dua sahabatnya itu mendapatkan restu orang tua.

"Iya.. aku sering bantuin Vina masakin makanan favorit mamanya Dewa. Kadang – kadang masakannya asin, kadang manis. Ahh gak jelas banget dia." ujar Raka sembari menyetir wrangler -nya yang membelah jalanan syahdu di Ubud.

"Ohh.." jawab Mayra singkat. Hatinya dipenuhi rasa cemburu yang ia sendiri tidak mengerti mengapa bisa terjadi. Sempat terbesit di hatinya apakah ia mulai jatuh cinta lagi pada Raka. Ahh.. rasanya tidak mungkin. Tapi ciuman tadi siang di tengah laut benar – benar membuat perasaannya teremas – remas bahagia. Meskipun ia menganggap ciuman itu sekedars representasi apresiasinya atas cinta seseorang. Selama ini, ia tidak pernah bertemu dengan seseorang yang mencintainya begitu lama dan dalam.

"Samping toko kerajinan itu berhenti ya," sahut Mayra, sambil menudingkan ke arah gang di samping toko kerajinan berdinding kaca. Sesaat Raka menghentikan mobilnya. Mereka berdua pun turun. Mayra menatap gang itu dengan penuh kenangan. Kaki rampingnya melangkah begitu saja memasuki gang lalu Raka mengikutinya. Tidak sampai lima menit, Mayra menghentikan langkahnya di sebuah rumah kuno besar yang sepertinya sudah tidak berpenghuni. Ukiran khas Bali berwarna merah bata menghiasi setiap sudut tembok. Pohon kamboja di halaman yang lumayan luas juga menambah kesyahduan suasana rumah itu.

"Jadi, dulu kamu tinggal di sini?" tanya Raka, Mayra mengangguk pelan.

"Ibu kandungku adalah orang paling bahagia yang pernah aku kenal, selalu nganggep orang lain punya hati sebaik dia. Waktu usianya menginjak 34 tahun, ibuku bertemu pria asing berdarah belanda. Pria itu penulis naskah film yang cukup terkenal. Dia jatuh cinta sama ibuku lalu mengajaknya menikah dan lahirlah aku." Raka terkejut mendengarnya. Bola matanya membesar. Fakta yang baru dia ketahui – Mayra memang anak sah dari dua pasangan yang saling jatuh cinta, bukan anak haram seperti yang digosipkan oleh teman – teman SMA dulu.

"Kami bertiga hidup berkecukupan dan bahagia di rumah ini. Tapi saat aku kelas 6 SD, semuanya berubah. Ibu memergoki ayah selingkuh dengan gadis Australia. Setelah kejadian itu, tiap hari mereka bertengkar dan akhirnya ibu meminta cerai. Ayahku pindah ke Australia, sementara ibuku kembali bekerja di kafe untuk menghidupiku. Ibu menjadi seseorang yang jauh berbeda. Dia suka murung dan menangis histeris. Akhirnya, suatu hari, aku memanggil – manggil ibuku. Aku kira ibu pergi ke pasar, tapi saat aku menuju pintu dapur.. aku..", suaranya bergetar, tenggorokannya tercekat dan tak mampu lagi melanjutkan ceritanya. Sementara itu, Raka mengelus pundak Mayra perlahan agar merasa lebih tenang.

"Aku melihat tubuh ibu tergantung di langit – langit dapur. Wajahnya pucat dan matanya terbelalak. Aku berteriak histeris sampai semua tetangga menyelamatkanku dari pandangan mengerikan itu," tak terasa pipi Mayra basah oleh air mata yang mengalir begitu deras. Hati Raka mencelos, tidak tega melihat Mayra menangis pilu. Tapi yang membuat hatinya begitu perih adalah ia baru mengetahui pahitnya masa lalu Mayra. Raka memeluknya erat – erat. Dalam hati ia berjanji untuk selalu membahagiakan Mayra, bagaimanapun keadaannya.

"Ayo kita balik ke mobil aja," ajak Raka, tangannya sesekali menyeka pipi Mayra yang basah.

Mereka pun berjalan menuju jalan utama dan memasuki mobil. Raka tidak tega melihat mata Mayra yang begitu sembab.

"Sebulan kemudian aku diadopsi sama pejabat pemerintah yang akan maju jadi caleg. Aku lega waktu itu akhirnya aku punya keluarga baru. Tapi ternyata, aku cuma dijadikan alasan mereka untuk mengambil hati masyarakat, siapa yang tidak bersimpati dengan orang yang mengangkat anak malang sepertiku?" lanjut Mayra, suara sengaunya begitu mengiris hati Raka.

"Mereka memberiku makanan basi, menyuruhku membersihkan rumah sampai jam 11 malam. Aku sekelas dengan anak mereka, namanya Qony. Setiap kami ujian, dia selalu menukarkan soal ujiannya dengan soal ujianku. Dia selalu dapet nilai bagus, sementara nilai rapotku anjlok terus. Hampir tiap hari aku dihantui rasa takut bagaimana kalau tidak lulus SMP karena Qony asal – asalan mengerjakan soal ujianku. Bu Risma, guru bahasa inggrisku ternyata mengetahui kalau Qony sering menukar soal ujiannya denganku. Beliau diam – diam melaporkan kejadian itu ke kepala sekolah. Tapi kepala sekolah tidak bisa berbuat apa – apa karena orang tua angkatku adalah orang paling berpengaruh di kota ini." suara Mayra yang masih sengau terdengar lebih tenang dari sebelumnya. Sementara di kursi kemudinya, Raka terdiam menunduk dan masih menantikan lanjutan cerita Mayra.

"Tapi takdir berkata lain. Sebelum ujian nasional dimulai, Qony ketahuan sedang berhubungan intim di toilet sekolah sama pacarnya, yang membuat dia dikeluarkan saat itu juga dari sekolah. Orang tua angkatku dan Qony terpaksa.pindah ke Surabaya karena nggak mampu menanggung rasa malu. Dari situlah, Aku bisa mengerjakan soal ujian nasionalku sendiri dan nggak lama setelah kelulusanku Bu Risma mengadopsiku." lanjut Mayra.

"Kami pindah ke Jogja karena Bu Risma dipindah-tugaskan di kota asalnya. Kami hidup di rumah nenek angkatku yang super baik dan pekerja keras. Di umur beliau yang sudah 80 tahun, dia tetap aktif menjahit dan mendesain baju. Beliau sering mengajariku menjahit dan mendesain baju, sampai – sampai aku sempat ingin melanjutkan ke sekolah kejuruan." kenang Mayra. Matanya menerawang ke masa – masa indah dengan ibu dan nenek angkatnya. Raka menghela nafas. Lelaki itu tampak lebih lega saat Mayra menceritakan sepercik kebahagiaan di hidupnya.

"Lalu dimana mereka sekarang?" tanya Raka

"Ibu angkatku meninggal karena kanker payudara saat aku kuliah semester 6. Nggak lama setelah itu, nenek angkatku meninggal." Raka menghela nafas dalam – dalam. Didekapnya Mayra seerat mungkin, jika ia bisa, ia rela menukarkan setengah jiwanya dengan beban hidup yang Mayra tanggung selama ini.

"Selama ada aku di sampingmu, aku nggak akan membiarkan kamu bersedih lagi." ucap Raka yakin. Mayra melepas dekapannya sembari tersenyum tipis, membuat kantung matanya semakin menonjol. Ada perasaan bahagia namun masih terasa ganjil di hatinya. Mungkinkah ini cinta? Atau perasaan suka sesaat karena lama menghabiskan waktu bersamanya?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

...Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang